Chapter 1.18: Cahaya yang Meredup di Ujung Senja

7 3 0
                                    

Hari itu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Alina merasa ada sesuatu yang sedikit berubah. Ada kekuatan baru dalam dirinya, sebuah harapan yang kembali bersemi meskipun tipis. Cinta seorang ibu tak pernah mengenal akhir, dan meski rindu ini seolah tak berujung, Alina tahu bahwa dia akan terus menunggu, dengan bulan sebagai sahabat setianya.

Hari mulai beranjak siang, sinar matahari yang menyelinap melalui celah-celah jendela semakin terang, tetapi Alina tetap duduk di pelataran, membiarkan pikirannya mengembara bersama angin yang berhembus lembut. Di tangannya, amplop putih itu terasa begitu ringan, tetapi isi di dalamnya adalah beban yang tak pernah bisa ia lepaskan.

Ia memandangi amplop itu dengan tatapan penuh harap. Surat yang baru saja ia tulis terasa seperti jembatan kecil yang menghubungkan hatinya dengan Niskala—putrinya yang entah di mana, mungkin tengah sibuk dengan kehidupan barunya di kota asing yang jauh. Meskipun ia tahu Niskala mungkin tak akan langsung membalas, atau bahkan menerima surat itu, ada sesuatu dalam tindakan menulis yang membuat hatinya sedikit lebih ringan

."Mungkin ini caraku berbicara padamu," pikir Alina dalam diam.

Bulan yang Menunggu di Pelataran MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang