Ia teringat bagaimana Niskala dulu selalu datang berlari ke dalam pelukannya setelah sekolah. Rambutnya terurai liar, senyum cerah di wajahnya menghapus segala penat yang dirasakan Alina. Tawa Niskala adalah musik yang memenuhi rumah ini, menari-nari di setiap sudut ruang, membuat segala hal tampak hidup. Tapi kini, semua itu telah menjadi sepi. Bahkan dinding-dinding rumah seolah lupa bagaimana caranya memantulkan suara kebahagiaan.
Malam semakin dingin, dan bayang-bayang semakin panjang di dalam rumah. Alina membuka matanya, kembali menatap jendela yang setengah terbuka. Angin malam masuk perlahan, membawa aroma embun dan pepohonan basah. Bulan masih setia bersinar di luar sana, seakan mengawasi segala kesedihan yang ia sembunyikan di balik senyuman tenangnya selama ini.
Di luar, dunia tampak sepi, hanya suara angin yang berbisik di antara dahan-dahan pohon. Alina memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya. Langkahnya pelan, hampir tanpa suara, menuju jendela. Dari sana, ia bisa melihat pelataran rumah—tempat ia selalu duduk menunggu di senja yang memudar. Tapi kali ini, pandangannya jatuh pada sesuatu yang belum pernah ia perhatikan sebelumnya: bayangan dirinya sendiri, tercetak samar di atas tanah yang diterangi oleh bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam
Conto"Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam" adalah kisah penuh keheningan dan kerinduan yang mendalam antara seorang ibu dan anak perempuannya. Alina, seorang ibu yang penuh cinta, hidup dalam kesendirian setelah anaknya, Niskala, pergi merantau ke neg...