Di sini, di rumah kita, semuanya masih sama. Pohon di halaman depan tetap berdiri kokoh, kursi di pelataran masih ada, tempat di mana kita biasa duduk bersama di senja yang tenang. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa aku merindukanmu, setiap hari, setiap malam. Tak ada yang berubah di sini, kecuali kesepianku yang semakin dalam."
Alina berhenti sejenak, merasakan air mata yang menetes perlahan ke atas kertas. Namun, ia tak bisa menghentikan tangannya yang terus menulis, seolah-olah ini adalah satu-satunya cara untuk menyampaikan semua perasaan yang tak terkatakan.
"Apakah kau juga memikirkan Ibu di sana? Apakah bulan yang kau pandangi adalah bulan yang sama dengan yang menerangi malam-malamku di sini? Ibu selalu menunggumu, Nak, di sini, di pelataran rumah kita. Kapanpun kau ingin pulang, pintu ini akan selalu terbuka untukmu."
Setelah selesai menulis, Alina melipat surat itu dengan rapi dan menyelipkannya ke dalam amplop. Dia tak tahu ke mana surat ini akan dikirim, tapi dalam hatinya, dia berharap bahwa entah bagaimana, kata-kata ini akan sampai kepada Niskala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam
Historia Corta"Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam" adalah kisah penuh keheningan dan kerinduan yang mendalam antara seorang ibu dan anak perempuannya. Alina, seorang ibu yang penuh cinta, hidup dalam kesendirian setelah anaknya, Niskala, pergi merantau ke neg...