A Breakfast Together

193 13 7
                                    

AMIRA

Amira mengawali hari dengan terbangun dari tidurnya dan mengalami sedikit disorientasi. Samar-samar dia mengingat kembali bahwa dini hari tadi Darius meneleponnya. Namun, dia tidak begitu ingat apa yang mereka bicarakan. Rasanya jiwa dan kesadarannya masih terombang-ambing, belum sepenuhnya keluar dari alam tidurnya. Tentu butuh waktu untuk menyatukan kembali pikirannya agar berfungsi normal seperti biasanya.

Rasa gengsi muncul, Amira tak ingin bertanya kepada Darius apa yang mereka bicarakan semalam. Pastinya pembicaraan mereka tidak akan aneh-aneh, bukan?

Setelah alarm berhasil Amira matikan dengan susah payah, akhirnya dia beranjak dan bergegas untuk mempersiapkan diri. Sepertinya bosnya tidak ada di dalam griya tawang ini, karena ketika Amira keluar dari kamarnya, hanya keheningan yang menyapa unit apartemen mewah ini.

Ada sedikit rasa kecewa yang ajaibnya mampir secara spontan dalam relung hatinya. Namun, bunyi ponsel akhirnya membuyarkan semuanya sebelum rasa yang membuatnya bingung itu hinggap terlalu lama dalam pikirannya.

"Ya Pak Darius?"

"Di mana? Kenapa belum sampai?" cecar Darius.

Amira melirik jam dinding apartemen ini. Masih jam tujuh kurang lima belas menit.

"Ini masih pagi Pak? Ada yang perlu saya kerjakan?" tanyanya sedikit kebingungan.

Hening di ujung telepon cukup membuat Amira gusar.

Apakah ada temu janji atau rapat yang harus dia ikuti pagi ini?

Amira mencoba memutar otaknya, meraih iPad untuk melihat kalendernya yang juga tertaut dengan kalender Darius hari ini.

Ah, shoot! Amira baru menyadari ada agenda di pagi hari ini.

'Breakfast with CEO, Head PA, Head Security: The Opulent Restaurant Senayan at 07.00 AM.'

Begitu yang tertulis di dalam kalendarnya hari ini.

Amira mengernyitkan dahinya. Seingatnya dia tidak pernah memasukkan jadwal tersebut. Terakhir Amira update mengenai agenda tanda tangan kontrak CEO dengan Takashida Corporation pukul 10 pagi di hari ini, tak ada agenda tentang sarapan bersama mereka.

"Pak? Saya baru lihat agenda ini," ujar Amira di ujung telepon.

Dia mendengar Darius menghela nafasnya.

"Kamu nggak ingat isi percakapan kita di telepon semalam?" todong Darius penuh penghakiman yang membuat detak jantung Amira mulai berpacu kencang.

Amira meringis malu. Dia tidak bisa mengingat apa yang mereka bicarakan semalam, dan bisa gawat jika yang dibicarakan semalam adalah mengenai bisnis dan pekerjaan!

"Uh... saya tidak ingat Pak." Amira akhirnya mengakuinya dengan suara pelan.

"Next time, sebelum kamu tidur dan setelah bangun, langsung cek kalenderku. I mean, you're my PA as well, right?" Darius menegurnya.

Amira hanya bisa berkata maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi.

"Oke, sekarang segera turun ke bawah. Gilang sudah menunggu. Kita lanjutkan saat sarapan bersama nanti," kata Darius sebelum mengakhiri pembicaraan mereka.

Amira bingung bagaimana harus menempatkan dirinya.

Secara profesional dia telah ditugaskan menjadi personal assistant Darius, namun di satu sisi, secara personal, hubungan mereka sudah lebih dari itu. Daripada dia berkutat dengan kebingungan ini seorang diri, Amira langsung turun ke bawah bertemu Pak Gilang yang telah siap mengantarnya bertemu Tiga Serangkai.

OBSESI TUNGGAL SANG MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang