2.9

99 17 3
                                    

Up! 📸

Up! 📸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_-_


Khagan terus memandangi wajah yang terlelap dengan tenang itu. Tangannya mengusap lembut perut Aruna. Setelah dia meminum obat dari dokter, tak lama kesadaran cewek itu menghilang. Sebelumnya, Khagan telah membawa Aruna ke dokter.

Dia tau, rasa sakit yang selalu para wanita rasakan ketika datang bulan itu luar biasa. Walaupun belum pernah merasakannya, tapi Khagan selalu menghormati itu. Kalau Khagan berkesempatan dapat merasakan, dia pasti sudah pingsan terkapar di hari pertama datang bulan. Hebatnya, para wanita berhasil melalui rasa sakit itu satu minggu lamanya.

Dua jam lamanya dia terlelap, hampir petang Aruna terbangun. Dia berdiri dan benar saja noda merah lagi-lagi hinggap di seprei.

"Alamak, bocor! Kayanya gue harus beli no drop deh." Gumamnya asal.

Tak sadar, pintu kamarnya terbuka pelan menampilkan sosok Khagan yang sudah fresh. Habis mandi di rumah.

"Sayangku udah bangun?" Dia mendekat.

"J-jangan dilihat!" Aruna menarik selimut itu ke atas menutupi noda.

Terlambat, Khagan sudah tau.

"Nggak apa-apa sayang, normal kok. Kamu mau mandi? Biar aku yang beresin sepreinya ya?"

"Noooo." Aruna menggeleng cepat. "B-biar aku aja."

Khagan mengabaikan. Dia dengan raut wajah tenangnya melepaskan sprei dari kasur dan menggulungnya.

"A-aku aja yang bawa." Aruna hendak meraih, namun Khagan menghindar.

Aruna mendengus. Setelah Khagan kembali dari kamar mandi untuk menaruh seprei kotor, barulah Aruna bersih-bersih diri.

"Kenapa jalannya mundur gitu yang? Nanti jatuh gimana." Khagan terlihat bingung.

"B-bocor," Ucapnya pelan sekaligus malu.

Khagan manggut-manggut mengerti, dia langsung pamit keluar dari kamar Aruna. Barulah cewek itu bernapas lega.

Setelah kurang lebih satu jam dia bersih-bersih, dia melihat Khagan sedang menyiapkan makanan di meja makan. Membuka satu persatu bungkus makanan itu dan menghidangkannya di piring. Aruna melihat dari kejauhan, dia teringat kerenggangan mereka kemarin. Walaupun sebelumnya cowok itu sudah tidak menunjukkan rasa marahnya, tapi tetap saja Aruna merasakan sedikit perbedaan.

Cewek itu jadi takut untuk berbicara. Aruna tau, Khagan memang tidak bermain tangan ataupun melemparkan kata-kata toxic padanya kemarin malam, tetapi suara rendah juga tatapan mengintimidasi itu selalu terbayang-bayang.

Aruna canggung. Dia hanya bisa melihat dari belakang sosok sempurna itu tanpa beraniat menghampiri ataupun memanggil namanya.

Netra yang selalu menatapnya lembut dan penuh cinta itu seakan tergantikan oleh tatapan setajam elang yang penuh amarah. Aruna menunduk tegang saat tubuh tegap itu tiba-tiba berbalik melihatnya berdiri jauh di belakang.

Boyfriend From Isekai [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang