MOC 53

641 55 6
                                    

ᅠᅠ


ᅠᅠ


ᅠᅠ


ᅠᅠ


ᅠᅠ



Keesokan harinya, Ara sudah siap untuk berangkat sekolah. Ia hanya tinggal memakai sepatunya.

"Ma, Pa, Ara berangkat dulu ya," ucap Ara sambil mencium pipi Cio dan Shani.

"Iya, hati-hati ya," balas Cio dengan senyuman.

"Jangan ngebut bawa motornya," ucap Shani tegas.

"Iya Ma," jawab Ara, lalu berjalan menuju pintu. Saat ia membuka pintu, Ara terkejut melihat Chika sudah berdiri di depan pintu dengan senyum lebar.

"Lo ngapain di sini Ka? Bikin kaget tau nggak!" Ara memegang dadanya, menahan degup jantung yang mendadak berdebar.

"Gue ke sini mau anterin lo ke sekolah," jawab Chika dengan santai.

"Yang bener aja Ka? Lo berangkat dari rumah jam berapa?" tanya Ara, masih heran.

"Jam setengah enam," jawab Chika singkat.

"Udah yuk, nggak usah banyak omong," ujar Chika sambil menarik tangan Ara menuju mobilnya.

Di perjalanan, Ara menghela napas. "Lo ngapain repot-repot anterin gue ke sekolah sih? Padahal gue bisa naik motor sendiri."

"Nanti kalau lo kenapa-kenapa gimana? Gue juga yang sedih Ra," ucap Chika, ekspresinya serius.

"Idihh, alay," gumam Ara pelan sambil menatap sinis ke arah Chika.

Sesampainya di depan sekolah, Chika menghentikan mobil dan menoleh ke Ara. "Nanti pulangnya gue jemput. Lo jangan kemana-mana sebelum gue dateng. Jangan jajan yang aneh-aneh, dengerin guru pas lagi ngejelasin, dan jaga diri baik-baik."

Ara mendengus kesal. "Iya! Gue kayak anak kecil tau nggak!"

"Tapi lo anak kecil bagi gue," ujar Chika sambil tersenyum kecil.

"terserah lo deh," jawab Ara sambil membuka pintu mobil. Tapi sebelum sempat keluar, Chika menahan pintunya, menutup kembali dengan cepat.

"Kenapa lagi sih?" tanya Ara, nada suaranya semakin kesal.

"I wanna kiss you," ucap Chika tiba-tiba.

Ara mengerutkan kening dan menutup bagian bibirnya dengan tangan. "Nih."

"No, I wanna kiss your lips," balas Chika dengan nada memaksa.

"Nggak!" sergah Ara tegas.

"Cepet Ra," desak Chika, semakin mendekat.

Ara menatapnya tajam, lalu berkata, "Lo pilih sendiri deh. Mau cium pipi gue atau nggak sama sekali."

Chika terdiam sejenak, menimbang, lalu akhirnya tersenyum tipis.

"Yaudah, cium pipi deh, tapi tangannya awas," ucap Chika sambil melirik tangan Ara yang masih menutupi bibirnya.

"Gini kan bisa," Ara berkata sambil tetap menaruh tangannya di bibir, berusaha membuat jarak.

"Tangan lo ngalangin," balas Chika, nada suaranya terdengar sedikit kecewa.

Ara mendesah, lalu menyingkirkan tangannya dari bibir. Namun, tanpa diduga, Chika dengan cepat mendekat dan mencium bibir Ara singkat. Ara membelalak, menatap Chika tajam penuh amarah. Tanpa sepatah kata pun, ia segera keluar dari mobil, meninggalkan Chika yang hanya tersenyum puas di balik kemudinya.

"Udah dibilangin di pipi aja, ngeyel banget sih... masih mending gue kasih," gumam Ara kesal sambil berjalan menuju kelasnya, mengingat kejadian barusan.

My Older Cousin √ {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang