ᅠᅠ
ᅠᅠ
ᅠᅠ
ᅠᅠ
ᅠᅠ
Chika menatap Ara, "Lucu tau Ra, dulu Ara kecil posesif sama gue," ucap Chika sambil tersenyum.
"Kalau sekarang, tante Chika yang posesif sama gue," ucap Ara ketus, berusaha menjauhkan diri.
"Dih masa tante?" balas Chika.
"Bodo amat!" ucap Ara dengan nada yang lebih tinggi.
"Ara mau sama Ka Chika," ledek Chika, menggerakkan wajahnya dekat Ara.
"Apasih Ka!" ucap Ara makin kesal, merasakan darahnya mendidih.
"Ara nggak mau pulang, Ara mau sama Ka Chika," ledek Chika lagi.
Ara pun menutup wajahnya dengan bantal. Saking kesalnya, ia hanya bisa menangis, sementara Chika tak menyadari bahwa Ara sedang terisak.
"Ara mau sama Ka Chika," ucap Chika dengan nada menggoda.
Ara tak merespons apapun.
"Jangan ditutup mukanya, nanti nggak bisa nafas loh," ucap Chika lembut, berusaha membujuk.
"Bodo amat, biar mati aja sekalian!" ucap Ara sambil terisak, suaranya nyaris tak terdengar.
"Ssttt, jangan ngomong gitu Ra. Ucapan adalah doa," ucap Chika sambil memeluk Ara, berusaha memberikan kenyamanan.
"Biarin" ucap Ara, masih enggan membuka diri.
"Lo kenapa nangis?" tanya Chika, merasa khawatir.
"Lagian lo ngeselin tau nggak! Ngeledekin gue terus!" ucap Ara, menyisakan kesedihan dalam nada suaranya.
"Gue kan cuma bercanda Ra," ucap Chika, berusaha meredakan suasana.
"Lo kira gue bahan candaan?" ucap Ara, masih menutup wajahnya dengan bantal, suaranya terdengar penuh kekecewaan.
"Gue minta maaf," ucap Chika dengan tulus, berharap Ara mau mendengarkan.
Ara tak menjawab, tetap terdiam dalam kebisuan, merasa campur aduk antara kesal dan sedih.
"Aku minta maaf ya," ucap Chika sambil menyingkirkan bantal dari wajah Ara.
Chika mengelus air mata Ara. "Maafin aku ya," ucapnya lembut, berharap bisa menenangkan hati Ara.
"Gak usah pake 'aku-kamu', jijik gue dengernya," ucap Ara sambil terisak, merasa semakin tidak nyaman dengan situasi itu.
"Bisa-bisanya ya ni bocah" gumam Chika.
"Iya, gue minta maaf ya. Jangan nangis lagi," ucap Chika, berusaha menyemangati Ara agar berhenti menangis.
Chika memberikan ponselnya pada Ara, "Nih, game yang lo download masih ada. Kalau lo mau mainin, gapapa," ucap Chika dengan nada lembut.
Ara melihat Chika sebentar, lalu mengambil ponselnya. "Lumayan, buat ngilangin rasa gabut," batin Ara.
Ia pun mulai bermain game di ponsel Chika, matanya fokus pada layar, melupakan sejenak kesedihannya. Suasana di antara mereka mulai terasa lebih ringan, meski perasaan dalam hati Ara masih bergejolak. Chika mengamati Ara yang terlihat asyik dengan gamenya, berharap bisa menghiburnya dengan cara lain.
Ara terhanyut dalam permainan, jari-jarinya cepat bergerak di atas layar. Ia menikmati setiap perperangan yang berhasil ia lewati, dan sesekali tersenyum saat mengalahkan musuh atau mencapai skor tinggi. Tanpa terasa, beberapa jam pun berlalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Older Cousin √ {END}
Teen FictionCerita yang mengisahkan hubungan kompleks antara dua sepupu, Ara dan Chika. Dimulai dengan ikatan keluarga yang erat, hubungan mereka perlahan berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam dan rumit. Cerita ini mengeksplorasi emosi yang penuh intensit...