MOC 75

443 53 2
                                    

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

Ara berdiri sambil mengedarkan pandangan, "Siapa yang mau temenin gue ke kamar mandi?" tanyanya sambil menunggu respons dari teman-temannya.

Namun, tak ada satu pun dari mereka yang menjawab, hanya diam sambil saling pandang. "Ini gak ada yang mau temenin gue?" Ara bertanya lagi, suaranya terdengar sebal.

"Enggak," jawab mereka serempak.

Ara mendengus sambil mengangkat bahu, "Oke fine, kita unfriend, bye," ucapnya ketus, lalu segera melangkah pergi ke kamar mandi.

Sesampainya di sana, Ara masuk ke salah satu bilik dan menutup pintu. Setelah selesai, ia keluar sambil merapikan bajunya, tapi tiba-tiba seseorang mendorongnya dengan cukup kuat hingga ia terduduk di atas toilet duduk. Orang itu langsung menutup pintu bilik dan berdiri di hadapannya. Saat Ara mengangkat wajah, ia terkejut melihat Chika berdiri di depannya dengan tatapan tajam namun lembut.

Chika mendekatkan wajahnya, tangan kanannya perlahan mengusap pipi Ara. Ara sedikit mendongak, menatap mata cokelat Chika yang dalam dan memikat. Ara terdiam, matanya masih terpaku pada mata Chika, dan tanpa sadar ia merasa betah dengan kehadirannya. Chika pun tidak melepaskan tatapan pada mata hitam pekat Ara yang memikatnya sejak lama.

Setelah beberapa saat dalam hening, Ara tersadar dan langsung mendorong Chika perlahan. "Awas," ucapnya datar.

Chika tidak mundur, malah menatap Ara lebih intens. "Ra, lo sengaja-"

"Awas!" Ara memotong ucapannya.

Chika menarik napas panjang, tetap tenang dan mendekat lagi. "Gue belum selesai ngomong Ara," ucapnya pelan tapi lembut, tatapannya penuh keseriusan.

Ara memalingkan wajah, merasa sedikit risih dengan kedekatan ini. "Gue mau keluar," katanya pelan.

"Tunggu sebentar ya, gue cuma mau ngomong sebentar sama lo," kata Chika, nadanya penuh kesabaran.

"Cepetan!" balas Ara, masih sedikit dingin.

Chika mengangkat alis sambil tersenyum tipis. "Lo sengaja ya mau bikin gue cemburu hm?" tanyanya lembut, jari-jarinya menyisir rambut Ara dengan lembut.

Ara berpura-pura tidak mengerti, "Maksudnya?"

"Tadi lo bercanda sama Angkasa kan?" Chika menatap Ara lekat.

Ara mengangkat bahu, "Iya, emang salah?"

Chika menghela napas, lalu berbisik, "Salah Ra, lo bikin gue cemburu."

Ara menatap Chika sejenak, kemudian mengalihkan pandangannya. "Yang lebih salah lagi lo nunjukin sifat manja lo ke dia. Seharusnya lo cuma boleh tunjukin itu ke gue," lanjut Chika dengan nada rendah.

Ara tersenyum tipis tapi pahit, mengingat ucapan Chika yang pernah menyakiti hatinya. "Gue cuma gak mau lo risih karena sifat manja gue," ucapnya lirih.

Chika menatap Ara dalam-dalam. "Gue gak risih Ra."

Ara menggeleng kecil, matanya menunjukkan kekecewaan. "Sekarang lo bilang gak risih. Tapi kalau lo udah muak, pasti lo bakal bilang risih atau malah ngucapin kata yang bikin gue sakit hati lagi," jawab Ara, suaranya nyaris berbisik.

Chika terlihat menyesal. "Enggak Ra. Waktu itu gue cuma kebawa emosi. Gue cuma gak mau lo kenapa-napa," ucap Chika penuh kesungguhan.

Chika mengusap pipi Ara dengan lembut. "Kalau kata-kata gue masih bikin lo sakit hati, gue bener-bener minta maaf. Gue rela lakuin apa pun yang lo mau asalkan lo bisa maafin gue," bisiknya lembut, menatap Ara dengan penuh harap.

Ara hanya diam, tak menjawab apa-apa.

Ara mengalihkan pandangannya, berusaha menghindari tatapan Chika yang begitu intens. Hatinya masih bimbang, kata-kata Chika saat itu yang menyakitkan masih membekas. Namun, nada bicara Chika saat ini terdengar begitu tulus, hingga sedikit demi sedikit membuat pertahanan Ara mulai runtuh.

"Ara..." Chika membelai pipi Ara dengan lembut, seolah takut menyakitinya lagi. "Gue tahu gue salah, dan gue sadar banget kalau kata-kata gue benar-benar nyakitin. Tapi lo harus tahu satu hal, Ra..." Chika berhenti sejenak, mengambil napas dalam, sebelum melanjutkan, "Gue sayang banget sama lo. Gue gak pernah bermaksud nyakitin hati lo."

Ara terdiam, menatap dalam ke mata Chika yang penuh dengan penyesalan. Kata-kata itu, meski sederhana, terasa sangat berat dan menyentuh hatinya. Tapi, rasa sakit dan kecewa yang pernah ia rasakan tak bisa begitu saja lenyap. Ara menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri.

Setelah beberapa saat, Ara pun berdiri tanpa sepatah kata, ia mendorong Chika perlahan ke samping agar ia bisa lewat. Tatapan Chika tetap terpaku padanya, berharap ada balasan, bahkan sekadar kata kecil saja. Namun, Ara hanya melangkah pergi, meninggalkan Chika yang hanya bisa terdiam di sana, menatap punggungnya yang menjauh.

Chika meremas jemarinya, seolah berharap rasa sakit itu bisa menyamakan apa yang dirasakan Ara. Dengan tekad bulat, ia bergumam lirih pada dirinya sendiri, "Gue gak akan berhenti sampai lo maafin gue Ra. Apa pun itu, gue bakal buktiin kalau gue beneran sayang sama lo."

Saat itu, ia tahu satu hal yang pasti, Ara adalah sesuatu yang tak mungkin ia biarkan pergi begitu saja.

Ara berlari kembali menuju tempat sebelumnya dan duduk di samping Mira, tampak masih kesal. "Gara-gara gak ada yang mau nemenin gue, jadinya gue ketemu dia," bisik Ara, suaranya penuh kekesalan.

Mira menatap Ara dengan cemas. "Terus gimana?" tanyanya pelan.

Ara menghela napas, menatap ke arah temannya yang sedang duduk. "Ya gitu deh," jawab Ara singkat, suara masih terdengar penuh kebingungan.

Mira memperhatikan Ara, kemudian mengalihkan perhatian pada teman-temannya. "Jambu-nya mana? Kok gak ada?" tanya Ara, matanya melirik ke satu persatu temannya.

"Udah habis lah," jawab Olla santai, tak terlihat terpengaruh dengan nada Ara yang agak kesal.

Ara memutar bola matanya, lalu berbalik menghadap Olla. "Gue baru makan 3 biji! Gue yang ngambil, gue juga yang makannya paling sedikit!" keluh Ara, terlihat sedikit kesal.

Zee hanya mengangkat bahunya dan menjawab santai, "Ya kan kita gak tau kalau lo mau lagi."

"Tau ah, males," jawab Ara, kesal, sambil menatap temannya yang tampaknya tidak terlalu peduli.

Mira hanya bisa tersenyum kecil melihat sikap Ara, berusaha mengalihkan perhatian Ara agar tak terus terlarut dalam perasaan kesalnya.

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

pen buat cerita baru, tapi yang gimana ya alurnya? kepala inces pusing 💅💋💅

saran dong bre

My Older Cousin √ {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang