MOC 57

425 37 0
                                    

ᅠᅠ






Para siswa langsung maju ke depan kelas untuk mengumpulkan tugas mereka, termasuk Ara. Saat Ara menaruh bukunya di meja depan, tiba-tiba Chika mendekatinya dan dengan lembut menyentuh pinggang Ara, membuatnya terdiam sejenak.

Ara menatap Chika yang memandangnya dengan tatapan intens, namun detik berikutnya, Ara segera melepaskan tangan Chika dari pinggangnya dan berlari kecil kembali ke kursinya. Beruntung suasana di depan kelas masih ramai dengan siswa lain yang sedang mengumpulkan tugas, jadi kejadian itu tak menarik perhatian banyak orang. Namun, Ara tetap merasa was-was, siapa tahu ada yang sempat melihat kejadian tersebut.

Chika, di sisi lain, hanya tersenyum tipis sambil kembali ke posisinya di depan kelas, seolah tak terjadi apa-apa.

Chika, Ashel, Eli, dan Andra selesai memeriksa jawaban para siswa dan mengumumkan bahwa buku-buku tersebut sudah bisa diambil.

"Silahkan ambil bukunya masing-masing," ucap Ashel sambil menatap ke arah kelas.

"Zee, tolong ambilin buku gue juga ya," bisik Ara sambil tersenyum malas.

"Siap Bos," jawab Zee santai, lalu berjalan ke depan untuk mengambil buku miliknya dan buku Ara. Setelah itu, dia kembali ke tempat duduk mereka dan menyerahkan buku Ara.

"Makasih," ucap Ara dengan nada rendah.

"Sama-sama," jawab Zee dengan senyuman kecil.

Chika menatap seluruh siswa di kelas dengan tatapan serius. "Kalian tunggu di kelas sampai bel istirahat bunyi, jangan ada yang keluar, paham?"

"Paham Kak!" jawab seisi kelas serempak.

Setelah itu, Chika dan ketiga temannya keluar dari kelas. Beberapa siswa di kelas mulai saling berbisik, sementara Ara hanya menatap pintu dengan ekspresi tak terbaca, perasaannya bercampur antara lega dan tak nyaman.

Ara menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan ekspresi lega. "Akhirnya si jamet keluar," gumamnya pelan.

Tak lama, Mira datang menghampiri mereka. "Zee, lo pindah dulu sana," ucapnya sambil melirik kursi kosong di dekat mereka.

Zee mengerutkan kening. "Males."

"Nanti gue traktir," bujuk Mira sambil menyeringai.

"Oke," sahut Zee akhirnya menyerah, lalu pindah ke kursi lain. Mira langsung duduk di sebelah Ara, memasang ekspresi penasaran.

"Orang tua lo udah pulang Ra?" tanya Mira pelan.

Ara mengangguk. "Udah."

"Terus, udah bilang?" lanjut Mira.

Ara menghela napas, lalu menggeleng pelan. "Belum."

"Kenapa kagak bilang?" desak Mira, menatapnya penasaran.

"Ya... gimana ya? Di satu sisi gue pengen banget bilang, tapi di sisi lain gue sayang sama dia," bisik Ara ragu-ragu.

Mira hanya mendengus. "Terserah lo aja deh Ra."

Sejenak hening, sampai Mira tiba-tiba mengingat sesuatu. "Eh Ra, tadi gue denger obrolan sepupu lo sama dua temennya lho."

"Obrolan apa?" tanya Ara sambil menatap Mira penasaran.

"Tadi pas lo sama Aldo jatuh itu, sepupu lo ngomong katanya dia mau tonjok si Aldo, tapi langsung ditahan sama temen-temennya," cerita Mira dengan nada serius.

Ara hanya tertawa kecil. "Oh, dia mah emang gila, jadi gak usah heran lagi."

Mereka berdua tertawa, melupakan sejenak ketegangan yang baru saja terjadi.

My Older Cousin √ {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang