ᅠᅠ
ᅠᅠ
ᅠᅠ
ᅠᅠ
ᅠᅠ
Setelah selesai makan, Ara mengambil ponselnya dan mulai bermain game. Chika duduk di kasur, memperhatikan wajah Ara yang begitu fokus. Namun, pikirannya melayang jauh, terlempar kembali ke masa 16 tahun yang lalu, pada hari penuh kecemasan ketika Ara lahir.
Flashback On
Chika kecil berada dalam gendongan Aya di sebuah rumah sakit. Matanya berbinar-binar, penuh rasa ingin tahu dan ketertarikan.
"Mami, kita ngapain di cini?" tanya Chika kecil sambil memegang erat bahu Aya.
Aya tersenyum lembut, mengusap kepala anaknya. "Kita di sini karena Tante Shani mau lahiran."
"Lahilan itu apa?" Chika kecil mengerutkan keningnya, bingung.
Aya tertawa kecil, lalu menjelaskan dengan sabar, "Lahiran itu artinya Tante Shani akan mengeluarkan bayi dari perutnya."
Mata Chika kecil langsung berbinar-binar penuh kegembiraan. "Bayi? Belalti Chika punya dedek?"
Aya mengangguk, membuat senyum Chika semakin lebar. "Iya, sebentar lagi Chika punya adek kecil."
"Yeyyy! Chika punya dedek!" seru Chika kecil sambil tepuk tangan, tak bisa menahan kebahagiaannya.
"Ssst, jangan berisik sayang," ucap Aya sambil menahan tawa, menenangkan Chika dan merapikan rambutnya yang berantakan.
Chika kecil menutup mulutnya dengan kedua tangan, tapi matanya tetap berbinar. "Nanti kalau dedeknya cudah lahil, Chika bica main cama dedeknya?"
Aya tersenyum sambil mengusap kepala Chika. "Bisa, tapi dedeknya masih kecil banget. Nanti kalau sudah lebih besar, baru bisa main sama Chika."
Chika kecil mengangguk dengan semangat. "Ohh, dulu Chika juga kecil kayak dedeknya?"
"Iya, dulu Chika juga kecil seperti dedeknya," jawab Aya penuh kasih sayang.
Namun, suasana yang penuh kegembiraan itu berubah ketika seorang dokter keluar dari ruang persalinan dengan wajah serius. Puccho, yang sedang menunggu di luar, segera menghampiri dokter. Setelah dokter pergi lagi, Aya juga mendekat dengan perasaan cemas, sementara Chika kecil hanya bisa melihat dengan bingung.
"Ada apa?" tanya Aya, suaranya penuh kepanikan saat melihat ekspresi tegang di wajah Puccho dan dokter.
Puccho menarik napas panjang, suaranya berat saat menjawab. "Bayinya kondisinya buruk. Dia mengalami kesulitan bernapas. Paru-parunya belum berkembang sempurna, dan detak jantungnya sangat lemah. Dokter bilang dia butuh perawatan intensif dan harus segera diinkubasi."
Aya menutup mulutnya, matanya berkaca-kaca, hatinya cemas tak karuan. "Jadi... apa masih ada harapan?"
Puccho menggeleng pelan, suaranya terdengar putus asa. "Kemungkinannya sangat kecil."
Keheningan mencekam.
Saat itulah Cio keluar dari ruang bersalin dengan wajah sendu, matanya terlihat sembab dan penuh kecemasan. Aya mendekati adiknya, berusaha menenangkan dengan memeluknya.
"Sabar ya. Semua pasti akan baik-baik saja," ucap Aya, suaranya lembut namun penuh keyakinan.
Cio menggeleng lemah. "Aku takut Kak... takut kalau..."

KAMU SEDANG MEMBACA
My Older Cousin √ {END}
Fiksi RemajaCerita yang mengisahkan hubungan kompleks antara dua sepupu, Ara dan Chika. Dimulai dengan ikatan keluarga yang erat, hubungan mereka perlahan berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam dan rumit. Cerita ini mengeksplorasi emosi yang penuh intensit...