MOC 78

663 63 3
                                    

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

"Maaf ya," ucap Chika pelan, sambil mengusap pipi Ara dengan lembut, merasa bersalah atas apa yang terjadi.

Pelukan Chika perlahan mengendur, dan ia membiarkan Ara bersandar di dadanya, memberi ruang agar Ara bisa menenangkan dirinya. Chika tetap menatap Ara dengan penuh perhatian, berusaha memastikan Ara merasa nyaman meskipun baru saja merasakan rasa sakit.

"Sejak kapan gue suka sama mainan cowok?" tanya Ara, tidak percaya karena seingatnya ia tidak pernah tertarik dengan mainan seperti itu.

"Sejak lo umur dua tahun," jawab Chika sambil tersenyum, mengenang masa kecil Ara.

"Emang iya?" tanya Ara, masih ragu.

"Iya, dan gue inget banget dulu lo nangis-nangis minta robot ini. Akhirnya Papa sama Mama lo beliin biar lo berhenti nangis," ucap Chika, sambil mengeluarkan robot kecil dari box dan menunjukkannya ke Ara.

Ara memandang robot itu sejenak, sebelum mengambilnya dari tangan Chika. "Ini beneran robotnya?" tanyanya dengan ekspresi penuh penasaran.

"Iya, yang lo bawa kemana-mana dulu. Sampai-sampai gue yang sering disuruh nyariin kalau lo hilangin," tambah Chika sambil terkekeh, mengenang betapa repotnya saat itu.

"Terus pas lo umur empat tahun, lo kasih robot ini ke gue dan lo bilang, 'Ka Chika, Ara mau kasih robot ini ke Ka Chika, kalau robot ini hilang atau rusak berarti Ka Chika gak sayang sama Ara,'" ucap Chika sambil tersenyum lebar.

"Lo bohong kan? Gue gak pernah se-alay itu!" ucap Ara, masih tak percaya.

"gue gak bohong Ra," jawab Chika sambil mengelus kepala Ara, mencoba meyakinkannya.

"Gue gak pernah gitu! Lo jangan ngarang cerita!" ucap Ara, matanya masih menunjukkan ketidakpercayaan.

Chika hanya tersenyum, lalu menarik Ara menuju tangga dan membawa robot itu bersamanya. Ia menarik Ara turun ke bawah dan duduk di sofa bersama Shani dan Aya.

"Mami, Tante, Ara pernah ngasih robot ini ke Chika kan?" tanya Chika.

"Iya, Ara ngasih robot itu pas masih kecil," jawab Aya, senyum tipis di wajahnya.

"Masa sih?" tanya Ara, merasa tidak yakin dengan cerita itu.

"Ya sayang, padahal dulu Chika udah nolak, tapi kamu malah nangis maksa Chika buat terima robotnya," jawab Shani sambil tertawa ringan.

"Tuh, denger sendiri kan," ucap Chika dengan nada menggoda.

Ara langsung menutup wajahnya dengan tangan, merasa sangat malu dengan pengakuan itu.

Chika merangkul Ara dan berbisik pelan, "Percaya kan sekarang?"

"Diem lo!" ucap Ara, mendengus sambil menepis rangkulan Chika.

Ara pun menoleh ke Shani, "Ma, ayo pulang."

"Mama masih mau ngobrol di sini sayang," ucap Shani lembut.

"Nginep di sini aja Ra," sambung Aya dengan senyum mengundang.

"Iya tuh, mau gak?" tambah Shani, seolah menimpali tawaran Aya.

"Besok kan libur Ra," Chika ikut membujuk dengan nada riang.

Ara melirik Chika yang tersenyum sambil menaik-turunkan alisnya dengan gaya menggoda.

“Idih, males banget gue tidur sama dia,” batin Ara, merasa sebal.

"Mau kan Ra?" tanya Aya lagi, mencoba meyakinkan.

My Older Cousin √ {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang