Malam itu angin berhembus kencang, cukup membuat daun-daun pohon besar bergoyang kesana kemari. Denting tetesan air yang jatuh di genteng terdengar begitu nyaring, mengganggu pendengaran. Beberapakali petir ikut menampakkan diri, memberi peringatan pada semua orang yang melihat.
Dengan suasana seperti itu, seorang gadis berambut hitam panjang yang sedang duduk di meja belajarnya itu jadi tidak bisa tenang. Raganya memang melakukan aktivitas belajar mengerjakan soal-soal, tapi pikirannya melayang ke yang lain. Sejak sebelum hujan datang hingga sekarang, ia tak bisa berhenti khawatir.
Christy meletakkan pensil yang digenggamnya. Kepalanya menoleh ke arah jendela kamar yang memperlihatkan malam hujan itu. Ia mengeluarkan nafas kasar.
Bener-bener ya tu anak! Ga bisa dibilangin!
Ia beralih pada handphonenya, room chat paling atas. Terlihat sudah ada beberapa bubble chat yang ia kirim, namun tidak ada jawaban dari sang penerima. Ia juga sudah beberapa kali menelfon dan hasilnya sama, tidak ada respon.
Tadi Christy sudah mengechat Flora perihal Zee yang sampai sekarang belum pulang. Tapi kata Flora, ia tidak tahu karena sudah sejak jam 5 mereka berpisah. Adel pun sama, tidak tahu menahu karena ia sedang bersama Ibu nya.
Christy bertanya-tanya kemana perginya Zee. Walaupun Christy tahu hal seperti ini sangat amat memungkinkan untuk terjadi, mengingat kelakuan kembarannya yang susah diatur walau sudah dibilangin.
Pikirannya semakin tidak tenang bila hanya duduk diam berdiri di kamar, jadi Christy memutuskan untuk pergi ke lantai 1, menunggu di ruang tamu dekat pintu depan. Ia menyalakan TV untuk memecah keheningan rumah itu, tapi tetap saja perasaan khawatir menghantuinya.
Sambil menggigit jari, Christy memikirkan omelan apa yang harus ia keluarkan untuk saudarinya yang bandel itu.
Aku laporin ke Mama Papa baru tau rasa kamu, Zoy!
Di tengah-tengah emosinya yang panas itu, dering bel rumah berbunyi. Christy langsung bangkit dari duduknya, mengecek kamera depan pintu. Seperti tebakannya, manusia berambut pendek nyengir ke arah kamera, tau kalau Christy sedang melihatnya.
Tak sampai sedetik pintu dibukakan, Zee sudah disambut dengan omelan. "Zoya! Kamu kemana aja sih?! Udah dibilangin pulang sekolah langsung pulang, masih aja keluyuran!"
"Khawatir ya? Ciee.. lucu banget kamu Toy."
Bukannya merasa bersalah, Zee malah menggodanya, membuat Christy semakin kesal. "Aku chat ga dibales, telfon ga diangkat, aku tanya Adel sama Flora pun mereka ga tau kamu dimana. Gimana aku ga panik coba??!"
"Hehe.. maaf Toy. Tadi aku beli martabak dulu." Zee mengangkat kantong plastik di tangan kirinya. "Terus kejebak hujan deh makanya lama."
Mata Christy memperhatikan Zee dari atas sampai bawah. "Kamu ga pake jas hujan?" Tanyanya, karena sepenglihatannya, badan dan rambut Zee cukup basah.
"Pake kok. Tapi ya namanya juga hujan, tetep aja-" Merasakan hidungnya gatal, Zee cepat-cepat menutup mulut.
"Hatchu!"
Belum selesai Zee bicara, bersin lebih dulu memotongnya. Zee mengusap hidungnya yang merah.
Christy melepaskan lipatan tangannya, menghela nafas. Ia tidak jadi melanjutkan mengeluapkan amarahnya, melihat kondisi Zee yang sudah mengeluarkan tanda-tanda pilek. Ia mengambil plastik martabak dari tangan Zee, menaruhnya di meja makan. "Yaudah cepet naik ke atas, ganti baju."
Zee mengangguk nurut, berjalan menuju kamarnya.
Sementara itu Christy pergi ke dapur, mengambil satu buah jahe, memotongnya lalu memukul-mukulnya hingga gepeng. Setelah itu ia meletakkan jahe tersebut beserta satu tangkai teh ke dalam gelas, lalu memasukkan air hangat. Terakhir, ia menambahkan dua sendok gula dan mengaduknya hingga larut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertaut (ZoyToy)
Фанфик𝙎𝙚𝙥𝙚𝙧𝙩𝙞 𝙙𝙚𝙩𝙖𝙠 𝙟𝙖𝙣𝙩𝙪𝙣𝙜 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙩𝙖𝙪𝙩, 𝙉𝙮𝙖𝙬𝙖𝙠𝙪 𝙣𝙮𝙖𝙡𝙖 𝙠𝙖𝙧'𝙣𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣𝙢𝙪 - 𝙉𝙖𝙙𝙞𝙣 𝘼𝙢𝙞𝙯𝙖𝙝 "Kita itu kembar. Ga ada yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat, karena kita tumbuh bareng. Mau gim...