Ruangan kamar Zee hening. Setelah Sean dan Gracia selesai membantu Zee naik dan memasangkan kembali infus di tangan Zee yang terlepas, mereka keluar dan membiarkan si kembar berdua.
Saat ini Zee dan Christy sedang duduk bersenderkan pinggiran kasur, memandang kosong ke depan. Jaraknya terpaut tiga jengkal, namun tangan mereka saling terhubung, tangan kanan Zee dan tangan kiri Christy.
Setelah menangis, Zee tidak mau melepaskan genggaman tangan mereka, membuat Christy harus tetap berada di sebelahnya.
"Kamu capek ga sih, Toy..?" Masih dengan menatap lurus ke depan, Zee memulai pembicaraan.
"Capek kenapa?"
"Capek aja gitu, sama semuanya," Zee tersenyum kecil, namun Christy tahu senyumnya itu tanda lelah.
"Kalau sama kamu, aku jadi ga capek."
Mendengar itu senyum Zee melebar. Kali ini senyumnya sungguhan. Senyuman dari hati.
Zee mendongakkan kepala, memandangi langit-langit kamar. "Kadang aku mikir, seandainya Papa Mama ga berantem, kita pasti ga akan sampai segininya. Kalau mikirin itu, aku suka kesel. Mereka yang berantem, kita yang kena imbasnya."
Christy tetap diam, memilih membiarkan kembarannya mengeluarkan semua isi hatinya.
"Tapi setelah itu aku juga sadar, kalau ini pertama kalinya Papa Mama hidup jadi orangtua. Mereka ga bisa selalu ngambil keputusan benar."
Setelah menghela nafas, Zee memejamkan mata, mencoba membuang pikiran-pikiran negatif di kepala.
Di sebelah, Christy mengangguk. "Iya, bener. Papa Mama banyak salahnya, tapi mereka juga lagi berusaha jadi orangtua yang lebih baik."
Keadaan menghening lagi. Zee dan Christy sama-sama terbalut pada pikiran masing-masing.
"Aku ngerasa bersalah sama Papa Mama, sama kamu juga.." lirih Zee, yang tiba-tiba telah mengeluarkan air mata. "Kamu pantes dapetin kembaran yang lebih baik lagi, Toy. Kamu harusnya bisa tumbuh lebih baik."
"Harusnya aku ga usah lahir.." ucap Zee lagi, membenamkan kepala ke satu lututnya.
Christy tersentak mendengarnya. Ia memajukan badan ke samping, merapikan rambut kembarannya. "Jangan ngomong gitu. Kalau kamu ga lahir, aku juga engga lahir."
"Kamu bisa lahir kembar sama yang lain."
"Ga, orang aku ga mau," Christy memicingkan mata.
"Kalau sama Tuhan dikasihnya begitu gimana?"
"Aku masuk ke perut lagi, terus ambil antrian baru biar bisa keluar bareng kamu."
Zee tertawa kecil. "Eh, pas kamu ambil antrian baru, aku nya udah ngantri duluan tadi. Terus gimana dong?" Ia melanjutkan bertanya, tertarik.
"Gampang," Christy melambaikan tangan. "Tinggal aku nyelip di depan kamu aja, terus bilang ke Tuhan, 'Maaf ya Tuhan, ini antrianku sama dia, jangan pisahin kita ya?' Udah deh."
"Curang," Zee tertawa sambil mengusap sisa air mata. "Tuhan ga suka sama anak nakal kayak kamu, Toy. Nanti kamu dihukum."
"Gapapa kok kalau dihukum. Yang penting aku bawa kamu. Jadi kita dihukumnya bareng," kekeh Christy. "Dihukum jadi sendal jepit juga aku mau, Zoy. Asal sendalnya sepasang. Kalau aku jadi jepit kanan, kamu jadi harus jadi jepit kirinya."
Jawaban Christy sukses mengundang gelak tawa Zee, menggelengkan kepala memikirkan betapa anehnya isi kepala saudarinya.
Christy ikut tersenyum, senang berhasil menghibur. Hanya Zee yang bisa membuat seorang Angelina Christy yang pendiam, cuek, dan dingin itu mengeluarkan candaan seperti ini. Hanya Zee pula yang bisa melihat sisi aneh Christy ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bertaut (ZoyToy)
Fanfiction𝙎𝙚𝙥𝙚𝙧𝙩𝙞 𝙙𝙚𝙩𝙖𝙠 𝙟𝙖𝙣𝙩𝙪𝙣𝙜 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙩𝙖𝙪𝙩, 𝙉𝙮𝙖𝙬𝙖𝙠𝙪 𝙣𝙮𝙖𝙡𝙖 𝙠𝙖𝙧'𝙣𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣𝙢𝙪 - 𝙉𝙖𝙙𝙞𝙣 𝘼𝙢𝙞𝙯𝙖𝙝 "Jadi lebih baik dari aku ya Toy?" - Azizi Asadel Natio "Kamu harus lebih bahagia dari aku, Zoy." - An...