Di ruang tamu yang sudah disulap menjadi area latihan terapi, suasana sore itu dipenuhi konsentrasi. Zee berdiri di antara parallel bar, memusatkan perhatian pada langkah-langkah kecil yang sedang diusahakan. Tubuhnya berkeringat meski udara dingin bekas hujan yang sempat deras.
Gracia duduk di sofa sudut ruangan, meperhatikan dengan tatapan penuh kekhawatiran dan juga bangga.
"Bagus. Sekarang pindahin berat badan ke kiri, jadiin kaki kirimu sebagai tumpuan. Baru pelan-pelan geser kaki kanannya," ujar Gaby lembut tapi tegas. Ia berdiri di sebelah Zee, mengawasi tiap langkah pasiennya.
Zee mengangguk pelan, mengatur napas sambil merapikan poni rambutnya yang menghalangi. Digenggamnya parallel bar erat-erat, lalu mencoba melangkahkan kaki kanannya. Lututnya sedikit bergetar, tapi ia berusaha meras menahannya.
"Ayo, pasti bisa, Kak!" Gracia bersuara pelan, memberi dukungan.
Satu langkah kecil berhasil Zee ambil, membuat Gaby dan Gracia tersenyum bangga.
Gaby mengangkat tangannya, memberi semangat. "Ayo, satu langkah lagi!"
Ting tong! Ting tong!
Namun suara bel dari pintu mengalihkan atensi mereka. Setelah melihat siapa yang ada di balik pintu lewat kamera, Gracia langsung tersenyum senang membuka pintu.
"Adek..!"
Tangan Christy bergerak untuk menyalimi ibunya, ikut membalas senyuman.
"Tadi kehujanan?"
"Gerimis dikit aja kok," jawab Christy, melepas sepatunya dan melangkah masuk.
Gerakannya terhenti begitu menangkap pemandangan di tengah ruang tamu. "Loh, lagi latihan ternyata."
"Iya dong," balas Zee terkekeh. "Kamu telat dateng. Ini aku udah selesai."
"Mau selesai lebih tepatnya," potong Gaby sambil tersenyum. "Satu langkah terakhir, Zee. Yuk, pasti bisa."
"Oke, Dok."
Christy melipat tangan di depan dada, mengambil posisi berdiri di dekat parallel bar untuk mengamati dari dekat.
Zee menarik napas dalam, berusaha mengambil langkah terakhir. Kali ini ototnya kakinya terasa lebih berat. Tapi dengan tekad dan sisa tenaganya, ia berhasil maju sampai ujung.
"Luar biasa. Bagus sekali, Zee," Gaby bertepuk tangan, tersenyum memuji.
Masih dengan posisi sama dan tangan terlipat, Christy mengukirkan senyuman kecil di bibirnya. Senyum itu tipis namun penuh bangga, seperti berkata 'Kembaran gue emang keren'.
Gracia bergegas mendekat, memegang lengan Zee untuk membantunya kembali duduk di kursi roda. "Keren banget, Kak," ucapnya sambil tersenyum mengelus pundak anaknya.
Gaby membereskan alat-alatnya sambil menoleh ke arah Gracia. "Latihan hari ini sangat baik. Perkembangan Zee bisa dibilang cukup pesat. Kalau begini, kita bisa nambah durasinya."
"Terima kasih banyak atas bantuannya, Dokter," kata Gracia dengan wajah penuh syukur.
"Senang juga ngeliat perkembangan Zee," balas Gaby sambil mengangguk. Setelah itu ia mengelus kepala Zee, tersenyum lembut. "Sampai jumpa besok ya, anak kuat."
"Siap, terima kasih, Dok!" jawab Zee semangat.
Sementara Gracia mengantarkan Gaby keluar rumah, Christy mendekat ke depan saudarinya. "Tumben keren gini."
"Emang keren dari dulu kok. Kan kata kamu, aku orang paling keren sedunia."
"Iya, tapi kadang-kadang doang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bertaut (ZoyToy)
Fanfiction𝙎𝙚𝙥𝙚𝙧𝙩𝙞 𝙙𝙚𝙩𝙖𝙠 𝙟𝙖𝙣𝙩𝙪𝙣𝙜 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙩𝙖𝙪𝙩, 𝙉𝙮𝙖𝙬𝙖𝙠𝙪 𝙣𝙮𝙖𝙡𝙖 𝙠𝙖𝙧'𝙣𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣𝙢𝙪 - 𝙉𝙖𝙙𝙞𝙣 𝘼𝙢𝙞𝙯𝙖𝙝 "Jadi lebih baik dari aku ya Toy?" - Azizi Asadel Natio "Kamu harus lebih bahagia dari aku, Zoy." - An...