31.

2.5K 295 37
                                    

Langit biru cerah dengan sedikit awan putih menggantung di langit. Matahari sore belum terlalu condong ke barat, tapi sinarnya terasa hangat di kulit. Angin sore bertiup lembut menggoyangkan pohon-pohon dan rerumputan. Suasana sekolah mulai sepi, hanya menyisakan sayup-sayup dari kelas yang masih aktif di bawah.

Christy berdiri di tepi, tubuhnya sedikit condong ke depan, meletakkan tangan di atas beton pembatas, membiarkan angin menggoyangkan rambutnya yang tergerai.

Pandangannya lurus ke depan, menatap gedung-gedung, kendaraan yang berlalu lintas, juga berbagai aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang di jalan. Matanya beralih ke bawah, melihat lapangan sekolahnya yang sedang digunakan oleh beberapa anak SD untuk bermain sepak bola. Ia tersenyum kecil menyaksikannya, mengingat saat ia bermain sepak bola di taman komplek.

Wajah mereka terlihat bahagia, penuh tawa dan semangat, seolah tak punya beban apapun. Christy pun ikut senang melihat orang-orang yang menikmati waktu mereka dengan lepas.

Bahagia itu memang bisa datang dari hal-hal sederhana. Sekedar menghabiskan waktu untuk melakukan hobi saja sudah membuat bahagia. Simpel bukan?

Hanya saja terkadang, banyak orang yang tak menyadari hal itu. Mereka banyak diberikan momen bahagia oleh Tuhan, tapi lebih sering terjebak memikirkan kesulitan yang datang bersama cobaan.

Atau, ada juga yang memang tidak mengerti arti kebahagiaan tersebut. Mereka terpaku menjalani kehidupan sebagaimana berjalan tanpa memikirkan perasaan sendiri. Rutinitas menjadi pengikat, dan mereka terjebak di dalamnya. Sehingga semuanya terasa sama saja, hampa.

Hal itu lah yang terjadi pada Christy, ketika ia terlalu sibuk pada dunia belajarnya. Ketika ditanya "Apakah anda bahagia?", ia jadi bingung sendiri menjawabnya. Karena selama ini, ia tidak memikirkannya.

Christy hidup untuk bertahan, bukan berjalan.

Yang ia tahu, ketika menghabiskan waktu bersama keluarganya, perasaannya menjadi lebih ringan, seperti menemukan tempat untuk berisitirahat dengan aman dan tenang.

Dan yang satu lagi, ketika bersama kembarannya, perasaannya berbeda. Bukan hanya ringan, tapi ada gejolak hangat yang memenuhi dadanya, yang tidak bisa ia temukan pada orang lain. Rasanya ia bisa melakukan apapun asal mereka bersama, asal Zee berada di sampingnya.

Dengan kakaknya itu, Christy tidak perlu berpura-pura hebat, karena ia tahu, Zee akan selalu menerima dirinya apa adanya. Bersama Zee ia merasa utuh, dan itu adalah perasaan yang ingin ia rasakan selamanya.

Apakah itu yang disebut bahagia? Jika iya, Christy bersyukur sekali. Ternyata, ia masih diberikan kebahagiaan walau tanpa kebebasan.

"Toya!"

Kepala Christy reflek menoleh ke belakang setelah seruan familiar itu terdengar di telinganya.

Zee menundukkan badan, mengatur nafas, lalu dengan langkah lemas ia berjalan mendekati kembarannya. "Akhirnya ketemu.."

"Kamu dari tadi nyariin?"

"Ya iya lah! Siapa yang ga panik liat kamu tiba-tiba nangis terus lari gitu aja?!" Zee melotot kesal.

"Aku ga nangis kok. Cuma kelilipan dikit."

"Halah, sama aja," Zee mendengus, mencontoh posisi Christy lalu ikut melayangkan pandangan ke depan, menikmati angin sore.

Matanya kemudian melirik ke samping, berpikir sebentar sebelum akhirnya bersuara. "Kamu kalau sakit hati gara-gara Tasya, keluarin aja keselnya, Toy. Jangan diem-diem aja."

Christy tertawa kecil. "Itu bukannya kamu ya? Aku mah kalau kesel selalu bilang. Aku kan ga sebaik dan se-ga enakan kamu."

"Daripada sedih, aku lebih mikir 'Oh, jadi selama ini aku kayak gitu ya di mata orang lain'. Ternyata banyak yang sebenarnya ga suka, dan ngambil kesempatan untuk ngejatuhin aku."

Bertaut (ZoyToy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang