30 ; Benih

5.5K 596 61
                                        

PEMASANGAN KAMERA PENGAMAN membutuhkan waktu hingga tiga jam. Saat itu, jam dinding telah menunjukkan pukul delapan malam. Sebelum pria itu pulang, Wilona sempat mengajaknya ikut makan malam bersama mereka. Namun, Cakra menolak dengan lugas. Dia memilih untuk segera beranjak, sebuah keputusan yang amat disukai Nares.

Walaupun begitu, Nares tak berkomentar apa pun pasca kepergian sosok tersebut. Dia membiarkan Wilona makan malam sendiri bersama dengan Tabita, sementara dirinya menghampiri kamar untuk melakukan aktivitasnya sendiri.

Barulah ketika selesai berbenah dan merasa lebih segar, dia kembali ke lantai bawah. Seperti dugaannya, Wilona dan si anak kecil sudah selesai makan. Nares menghampiri dapur selagi melihat Wilona yang sedang membantu Tabita belajar. Interaksi ibu dan anak itu tidak luput dari perhatiannya, meskipun hanya sesaat.

Nares mencoba untuk tak acuh. Namun, suara Wilona tetap mengalun nyaman di telinganya. Dia sedang mengajari Tabita membaca dan berhitung. Anak yang hampir menginjak bangku sekolah dasar itu juga terdengar sudah bisa mengeja dan membaca kata-kata pendek dengan baik.

Nares tak berniat untuk mendengar Wilona mengajari putrinya. Namun, tanpa sadar dia telah melakukannya hingga nasi dan lauk di piringnya habis.

Ketika menghampiri ruang tengah, Tabita sudah tak terlihat dalam pandangan. Yang dia lihat hanyalah Wilona yang sedang membaca-baca majalah busana terbaru. Ada nama Frimora yang turut ditulis di bagian sampul majalah.

Kalau sudah malam begini, biasanya Nares memilih untuk langsung kembali ke dalam kamar. Dia juga bisa keluar rumah lagi jika merasa bosan.

Namun, saat ini dia tak merasakan desakan besar untuk pergi.

Nares melihat layar televisi yang masih gelap. Dia mengembuskan napas pelan dan beranjak mengambil remot. Dia menyalakan benda elektronik tersebut, kemudian menjatuhkan diri di sofa yang juga ditempati Wilona.

Wilona hanya menoleh sekilas. Dia lalu lanjut mengamati majalah yang sedang dibacanya.

"Siapa yang mengira kamu suka nonton televisi?" komentar Wilona tanpa menatapnya. Kacamata baca bertengger rapi di pangkal hidung. Rambut panjangnya sedikit menutupi sisi wajah. Beberapa helainya telah tersampir di belakang telinga.

Wilona mengenakan kardigan rajut. Pakaian itu terlihat hangat. Kehadiran perempuan ini, yang sedang duduk santai di sofa ruang tengah, menyuarakan kenyamanan.

Nares kembali menatap televisi ketika dia tersadar telah memandang Wilona terlalu lama. Dia berusaha mengingat-ingat ucapan Wilona yang sempat terlontar padanya.

"Mendingan nonton daripada mati bosan di kamar," balasnya setelah beberapa saat. "Gue nggak punya banyak hiburan di sini."

"Of course. Rumah ini bukan taman bermain. Udah sepatutnya nggak ada banyak hiburan."

Nares mengerutkan kening. Wilona sepertinya memang suka mengajak berdebat. Ucapan perempuan ini hampir selalu mengimplikasikan sarkasme.

Nares hendak menimpali saat Wilona melanjutkan ucapan.

"Selain itu, kulihat-lihat kamu juga bukan orang rumahan. Kamu sempat nggak pulang beberapa hari kemarin."

Nares menatapnya sesaat. Dia mengerjap pelan, baru menyadari bahwa ternyata Wilona mengetahui keabsenannya.

"Lo keberatan kalau gue nggak pulang?" balasnya spontan.

Wilona masih membaca artikel yang tercantum dalam majalah. Dia tampak tidak kesulitan membagi fokusnya pada dua hal sekaligus.

"Sebelum menikah, kita udah bicarain ini. Aku nggak masalah dengan apa pun aktivitasmu, termasuk nggak pulang sampai tiga hari."

Nares mendengkus pelan. Dia bersandar malas pada punggung sofa.

Broken GlassesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang