•Musim Dingin, 256•
Bulan demi bulan telah berlalu, membawa kedua wanita itu mendekati malam yang akan menentukan segalanya. Dua rahim, dua nyawa, dan dua nasib yang saling bertolak belakang kini mencapai puncaknya.
Emy, diselimuti kehangatan dan cahaya, terbaring di kamar yang dipenuhi oleh tabib dan pelayan yang siap siaga. Obor-obor yang menyala di setiap sudut ruangan memancarkan bayangan berpendar di dinding, menambah suasana hangat sekaligus penuh harap. Galen dan Alaric menunggu dengan gelisah di luar pintu, langkah-langkah kecil mereka menggema di koridor, mencerminkan kecemasan mereka.
Sebaliknya, Erin, terbaring di atas tumpukan padi yang dingin dan lembab, dikelilingi oleh kegelapan lumbung yang hanya diterangi lentera kecil. Albe dan istrinya, Elvira, adalah satu-satunya teman setianya di malam itu, memberikan perhatian yang jauh dari kemewahan, tetapi sarat dengan ketulusan.
Malam itu datang dengan berat, udara seolah tertahan, menyisakan keheningan sebelum badai. Kedua wanita itu merasakan kontraksi pertama. Sakitnya mengguncang tubuh mereka, menyatakan bahwa waktu mereka telah tiba.
"Tarik napas dalam-dalam, Nyonya. Anda pasti bisa," ujar seorang tabib lembut, menghapus peluh di dahi Emy. Suara erangan Emy, diiringi desahan napas panjang, memenuhi ruangan itu. Setiap mata tertuju padanya, setiap hati memanjatkan doa tanpa suara.
Di luar kamar, Alaric menggenggam erat tangan Galen.
"Dia pasti bisa melewati ini," ujar Alaric, meski suaranya gemetar.
"Emy kuat," jawab Galen singkat, namun dalam pikirannya, doa-doa terus mengalir tanpa henti.Di sisi lain, erangan Erin tak kalah memilukan. Suaranya bergema di lumbung yang kosong, memecah keheningan malam.
"Erin, tahan sedikit lagi!" ujar Elvira dengan nada cemas. Tangannya tak henti-henti mengusap wajah Erin yang basah oleh air mata dan peluh.
"Kau pasti bisa, Erin," tambah Albe, meski matanya menunjukkan kekhawatiran mendalam.Ketegangan mencapai puncaknya. Kedua wanita itu berjuang dengan tenaga yang tersisa. Kegelapan malam terasa semakin pekat, seolah alam pun menahan napas menunggu momen ini.
Emy menggigit bibirnya, tubuhnya bergetar di bawah dorongan terakhir.
"Sedikit lagi, Nyonya! Sedikit lagi!" seru tabib dengan semangat.
Dengan jeritan panjang, Emy memberikan dorongan terakhirnya, dan tangis bayi pecah di ruangan itu. Semua orang bersorak lega. "Anakmu selamat, Nyonya!" kata salah satu tabib sambil mengangkat bayi itu tinggi-tinggi. Galen dan Alaric yang mendengar dari luar langsung bersimpuh dengan rasa syukur mendalam.Di saat yang sama, Erin juga mengerahkan kekuatan terakhirnya, tangannya mencengkeram erat tumpukan jerami di bawahnya. Jeritannya menggema di ruang kosong lumbung.
"Ayo, Erin! Kamu bisa!" seru Elvira sambil menggenggam tangan Erin dengan erat.
Dan akhirnya, tangis bayi pun terdengar di lumbung yang dingin itu. Erin, dengan tubuh yang lemah, menangis dalam diam.
"Dia selamat... Bayimu selamat, Erin," ujar Albe, suaranya parau, matanya berkaca-kaca.Dua bayi lahir di malam yang sama, satu dalam kemewahan dan kehormatan, yang lain dalam kesunyian dan penderitaan. Tangisan bayi yang baru lahir di kedua ruangan itu seakan menandakan akhir dari sebuah perjuangan yang panjang dan penuh penderitaan. Galen dan Alaric, dengan penuh kegelisahan dan harapan, bergegas menuju ruangan. Hati mereka berdebar menanti kelahiran yang akan membawa perubahan besar dalam hidup mereka.
Di kamar Emy, salah satu tabib segera mengangkat tubuh bayi mungil yang baru saja lahir, memperlihatkan kepada Galen dan Alaric dengan penuh kebahagiaan.
"Anak ini... Laki-laki," ujar tabib dengan suara penuh kebanggaan.
Galen, tak dapat menahan air mata yang mengalir di pipinya, segera menggenggam bayi tersebut dengan tangan penuh kelembutan, menyelimuti wajahnya yang penuh kebahagiaan dan haru. Alaric, dengan mata yang berkilau oleh kebanggaan, segera mendekap tubuh putrinya, memberikan pelukan penuh kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark and light: The Untouchable and the Ghost
ActionTiga tahun setelah Perang Empat Puncak yang mengubah takdirnya, Gareth, ksatria terhormat dari kerajaan Aryllie, kini dikenal dengan gelar The Untouchable. Keberaniannya yang luar biasa dalam menghadapi 600 ksatria dari tiga kerajaan sendirian menja...