Keheningan setelah pertempuran tak berlangsung lama. Dari kejauhan terdengar derap kuda-kuda yang semakin mendekat, memecah sunyi salju yang dingin. Rombongan ksatria Sven datang, dengan Bjornsson, pemimpin mereka, memimpin di depan. Pakaian zirahnya penuh bekas tusukan dan goresan pertempuran, membuatnya tampak seperti seorang prajurit yang telah melewati neraka berulang kali. Kudanya yang kokoh berdiri tegap, seakan memahami bahwa pemiliknya membawa aura yang lebih mencekam dibanding pedang yang ia bawa.
Gareth, Ragnar, dan yang lainnya kembali bersiap. Pedang diangkat, mata waspada terhadap potensi serangan baru. Tetapi, Bjornsson tiba-tiba melepaskan helmnya. Wajah penuh bekas luka dan sorot mata tajam yang mencerminkan penderitaan panjang terlihat jelas. Rambutnya cokelat tua yang pendek semakin menegaskan garis tegas di wajahnya yang keras.
"Kau... Bjornsson," Ragnar akhirnya berkata, suaranya penuh keterkejutan dan rasa marah.
Bjornsson menatap Ragnar, tapi tetap diam.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanya Ragnar dengan nada yang lebih keras, mencoba menuntut jawaban.
Bjornsson akhirnya membuka mulutnya, suaranya dalam, tenang, tapi penuh ketegasan. "Apa yang aku inginkan?" Dia memiringkan kepalanya sedikit, seperti mengejek. "Yang aku inginkan hanyalah mencegah terjadinya perang."
"Kami datang bukan untuk berperang," Raja Calim berkata tegas dari belakang.
Bjornsson mengalihkan tatapannya kepada Raja, sejenak meneliti orang yang berdiri di hadapannya. "Anda pasti Raja Calim. Suatu kehormatan bisa berpapasan dengan Anda," ujarnya, dengan nada hormat yang terdengar kaku.
Namun, senyum samar yang muncul segera memudar saat ia melanjutkan, "Itu juga yang dikatakan mendiang Raja Callum bertahun-tahun lalu saat ia berdiri di tempat yang sama. Diplomasi, katanya. Perdamaian, katanya. Tetapi..." Bjornsson menghentikan ucapannya, membiarkan keheningan menggantung seperti bayangan gelap di udara.
"Yang ia bawakan bukanlah perdamaian. Yang ia bawakan adalah perang. Perang besar yang menghanguskan segalanya dan meninggalkan luka yang bahkan hingga hari ini tak pernah sembuh."
Raja Calim maju selangkah, suaranya mantap namun penuh empati. "Kali ini berbeda. Aku pastikan, Bjornsson, bahwa semua itu tidak akan terulang. Aku mengerti perasaanmu, aku benar-benar memahaminya. Tetapi jika kita tidak mencoba, tidak ada yang akan berubah. Tanpa perubahan, perdamaian hanyalah mimpi kosong."
Bjornsson menatapnya dalam, matanya penuh kemarahan bercampur rasa lelah. "Perubahan? Perdamaian? Kau sungguh percaya itu?" Nada suaranya meningkat, seperti duri menusuk telinga. "Apa yang kau tahu tentang perubahan? Apa yang kau tahu tentang harga yang harus dibayar oleh rakyat biasa untuk semua ini?"
Ia menghela napas panjang, seolah mencoba menahan luapan emosi yang mengguncang dirinya. "Kalian yang duduk di atas takhta emas, di ruangan hangat dengan makanan berlimpah, berbicara tentang perdamaian. Tetapi kami... kami yang hidup di bawah, kami yang hanya rakyat biasa, harus menelan kepahitan perang. Kalian mungkin kehilangan pasukan, mungkin kehilangan prajurit, tetapi kami... kami kehilangan segalanya. Tanah kami terbakar, keluarga kami tewas, anak-anak kami kelaparan. Perang bagi kami bukanlah sekadar pertempuran... itu adalah kehancuran."
Semua terdiam mendengarnya. Kata-kata Bjornsson menggema seperti beban berat yang menghantam dada setiap orang di sana.
"Kau tahu apa yang terjadi tiga tahun lalu?" Bjornsson melanjutkan, suaranya lebih rendah tapi penuh kepahitan. "Kami percaya pada janji Raja Callum. Kami percaya bahwa ia akan membawa perdamaian. Tapi yang kami dapat hanyalah kehancuran. Rumah-rumah kami diratakan, ladang-ladang kami ditinggalkan kosong, dan anak-anak kami hanya tahu arti kelaparan. Ketika perang usai, kalian kembali ke istana-istana megah kalian, tetapi kami... kami dibiarkan mengais-ngais reruntuhan untuk bertahan hidup."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dark and light: The Untouchable and the Ghost
ActionTiga tahun setelah Perang Empat Puncak yang mengubah takdirnya, Gareth, ksatria terhormat dari kerajaan Aryllie, kini dikenal dengan gelar The Untouchable. Keberaniannya yang luar biasa dalam menghadapi 600 ksatria dari tiga kerajaan sendirian menja...