Di tengah keheningan yang dipenuhi debu dan kekacauan, para Ksatria Aliansi berdiri tertegun melihat sosok yang baru saja mendarat dengan cara yang tidak lazim. Dominico berdiri dengan percaya diri di atas dek kapal, senyum lebarnya menyeramkan seperti biasa, sementara di sisinya, Arslanian berdiri diam, tatapannya dingin tetapi penuh makna.
Gareth memandang mereka dengan mata yang penuh kewaspadaan. Ia mengenali mereka—terutama Arslanian, orang yang pernah melukainya, satu-satunya yang pernah berhasil melewati pertahanannya.
“Ha! Lihat itu, Arsla! Sepertinya kita sudah berhasil mencuri perhatian,” ujar Dominico sambil tertawa keras, menikmati suasana yang tegang itu.
Namun, Arslanian tetap diam, tatapannya terfokus pada Gareth. Tidak ada kebencian yang kentara, hanya dingin dan terukur. Setelah bertahun-tahun dihantui oleh dendam, kini ia berdiri di sini, tampak seperti pria yang telah menemukan tujuan terakhirnya.
Gareth akhirnya angkat bicara. Suaranya tegas, memotong keheningan yang menyesakkan. “Kalian? Apa yang kalian lakukan di sini?”
Dominico terkekeh, menepuk pundak Arslanian dengan santai. “Apa yang kami lakukan? Oh, aku sendiri tidak tahu pasti. Hanya saja sahabatku di sini punya urusan yang belum selesai,” katanya dengan nada main-main.
Di antara mereka, Alron, dengan sifat sinisnya, memperhatikan Arslanian dengan penuh rasa ingin tahu. “Jadi, dia ini? Yang selama ini disebut sebagai The Man Who Damaged The Untouchable?” katanya, pandangannya beralih ke Gareth. “Ah, rumor itu ternyata benar. Dia kan orang yang berhasil melukaimu, Gareth?”
Gareth tetap diam, rahangnya mengeras.
“Diam, Alron! Ini bukan waktunya untuk memperkeruh suasana,” bentak Michael, memotong percakapan dengan ketegasan.
Sementara itu, Bjornsson berdiri memandangi Arslanian dengan cermat, matanya menyelidiki pria yang berdiri dengan ketenangan membekukan itu. “Jadi, dia ini yang berhasil melukai Gareth?” gumamnya pada dirinya sendiri, hampir tidak percaya.
Akhirnya, Arslanian membuka suaranya, berat dan sarat emosi. “Apa yang kulakukan di sini… adalah untuk menyelesaikan urusanku. Urusan keluarga,” katanya, matanya tetap terpaku pada Gareth.
Gareth menyipitkan matanya, bingung tetapi waspada. “Apa maksudmu? Dan siapa kau sebenarnya?”
Arslanian menarik napas panjang, lalu berkata dengan nada datar tetapi penuh dendam yang terkendali. “Aku adalah Arslanian, putra Erin. Kau mungkin mengenalinya. Ibuku, Erin, dulu bekerja untuk keluargamu. Aku juga pernah tinggal di sana untuk beberapa waktu. Tapi kau mungkin tidak mengingatnya. Kau terlalu sibuk menjadi seorang bangsawan, hidup di dunia yang jauh dari kami.”
Perkataan itu seperti pukulan keras bagi Gareth. Ia menelan ludah, tetapi tetap mendengarkan.
“Ibuku menderita sepanjang hidupnya. Sementara kalian, para bangsawan, dan para ksatria yang melayani mereka, tidak pernah peduli. Itulah alasan aku melakukan semua ini. Semuanya demi membalas penderitaan yang dialami ibuku. Kau mungkin tidak ingat, Gareth, tetapi tiga tahun lalu aku menyerangmu. Itu bukan tanpa alasan.”
Wajah Gareth mengeras, tetapi ia tetap diam.
“Kau juga salah satu yang membuat ibuku menderita. Tapi yang paling kubenci adalah seseorang bernama Sir Galen.”
Mata Geralt melebar mendengar nama itu. Sir Galen, ayahnya.
“Dialah yang menjadi alasan utama dendamku,” lanjut Arslanian, dengan senyum yang semakin menyeramkan. “Karena dia adalah ayahku.”
Keheningan yang berat melingkupi mereka semua. Para Ksatria Aliansi menoleh ke arah Gareth, yang tampak seperti dihantam badai. Tubuhnya membeku, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Jangan bicara sembarangan! Mana mungkin kau adalah anak Ayahku!” seru Gareth akhirnya, suaranya gemetar, campuran kemarahan dan kebingungan.
Arslanian mengangkat bahu dengan tenang. “Percaya atau tidak, itu terserahmu. Ibuku menyembunyikan hal ini dariku selama bertahun-tahun. Tapi di saat-saat terakhirnya, sebelum ia meninggal, ia akhirnya mengungkapkan semuanya. Anehnya, dia tersenyum… seolah beban hidupnya telah terangkat. Dan aku tahu kenapa.”
Arslanian membungkuk, matanya memandang langsung ke dalam Gareth, menusuk seperti belati. “Aku membunuh Sir Galen,” katanya pelan, tetapi suaranya bergema di antara mereka semua.
Tubuh Gareth gemetar, rahangnya terkunci. Ia tidak bisa berkata apa-apa, hanya berdiri di tempatnya, dihantam kenyataan yang terlalu berat untuk diterima.
Dominico, yang berdiri di belakang Arslanian, kembali tertawa, meskipun suasana di sekitarnya terasa mencekam. “Wah, Arsla, kau benar-benar tahu cara menciptakan drama, ya? Aku harus mengakuinya, aku terhibur.”
Namun, Arslanian tidak memedulikannya. Ia tetap fokus pada Gareth, menunggu respons dari pria yang selama ini dianggapnya musuh sekaligus saudara tirinya.
Amarah Gareth tak lagi dapat ditahan. Seperti api yang membakar jiwanya, ia melesat menuju Arslanian yang masih berdiri di dek kapal Dominico, wajahnya dipenuhi kebencian dan kebingungan yang mendalam. Setiap langkahnya penuh dengan dendam yang terpendam selama ini—orang yang telah membunuh ayahnya, yang juga telah melukainya, sekarang berdiri di depannya. Tidak ada lagi yang bisa menghentikannya.
"Gareth, jangan!" teriak Michael, Alron, dan Bjornsson bersamaan, suara mereka penuh kekhawatiran. Namun, seruan itu hanyalah angin lalu bagi Gareth. Dalam pikirannya, hanya ada satu tujuan: Arslanian.
Namun, ketika jarak mereka semakin dekat, bumi tiba-tiba bergetar hebat. Seakan-akan gempa yang mengguncang dunia, tanah bergetar dengan kekuatan yang membuat Gareth terhenti sejenak, kakinya terhenti di udara. Semua orang di sekitar, baik dari Aliansi Ksatria maupun pasukan Dominico, terdiam, tercengang dengan kejadian yang tak terduga ini.
"Apa yang terjadi?" seru beberapa suara, tercengang dan penuh ketegangan.
Tiba-tiba, makhluk-makhluk mayat hidup yang sebelumnya telah mereka kalahkan mulai bangkit kembali. Mereka berdiri dengan tubuh rapuh dan rusak, mata yang kosong menatap tajam, bernafsu untuk membalas dendam. Di antara mereka, ada Tyr, makhluk yang telah dikalahkan Bjornsson, yang kini kembali bangkit dengan kemarahan yang lebih besar dari sebelumnya.
Dominico, yang melihat fenomena ini, hanya tertawa keras. Gelak tawanya bergema, seolah menikmati kehancuran yang sedang terjadi. "Ah, ini baru hiburan yang sesungguhnya!" teriaknya sambil mengamati kekacauan yang mulai berkembang.
Makhluk mayat hidup yang tak terhitung jumlahnya mulai merangkak dari tanah, bahkan mulai memanjat kapal Dominico, menuju para kru yang terlihat panik. Beberapa anak buah Dominico berlari menuruti perintahnya, berusaha mendorong makhluk-makhluk itu. "Hei! Hentikan makhluk menjijikkan itu!" perintah Dominico, namun tak sedikit dari kru yang mulai merasa bahwa mungkin makhluk-makhluk itu jauh lebih baik daripada kapten mereka.
Bumi masih bergetar, dan para pasukan Arslanian serta Aliansi Ksatria kini menghadapi ancaman yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan. Makhluk-makhluk mayat hidup yang bangkit dari kematian ini bukan hanya ancaman bagi satu pihak—mereka mengancam semuanya. Bentrokan tak terhindarkan, dan pertempuran sengit pecah antara para ksatria, kru Dominico, dan makhluk mayat hidup yang lapar akan daging manusia.
Namun, di antara kekacauan yang memuncak, Arslanian dan Gareth tetap berdiri dalam kesunyian. Tatapan mereka tetap tajam, saling menantang seolah tak terpengaruh oleh apapun di sekitar mereka. Gejolak api yang ada di dalam diri mereka berdua tak bisa dipadamkan. Dendam Arslanian yang sudah lama mendidih, dan kebingungan serta amarah Gareth yang semakin membara, menciptakan ketegangan yang semakin menguat di udara.
Sementara itu, para anggota Aliansi Ksatria terpaksa mengalihkan perhatian mereka ke makhluk mayat hidup yang menyerbu. Mereka bertempur dengan penuh kegigihan, pedang-pedang mereka bersinar dalam kegelapan, mencoba untuk menghalau gelombang kematian yang datang dari segala penjuru. Di sisi lain, kru Dominico juga berusaha bertahan, meskipun beberapa dari mereka mulai kehilangan semangat, melihat kekacauan yang semakin tak terkendali.
Di antara pertempuran yang melibatkan banyak pihak ini, Arslanian dan Gareth terus menatap satu sama lain. Tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian mereka. Api di dalam diri mereka semakin membara, dan hanya satu hal yang pasti: pertempuran ini belum berakhir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dark and light: The Untouchable and the Ghost
AksiTiga tahun setelah Perang Empat Puncak yang mengubah takdirnya, Gareth, ksatria terhormat dari kerajaan Aryllie, kini dikenal dengan gelar The Untouchable. Keberaniannya yang luar biasa dalam menghadapi 600 ksatria dari tiga kerajaan sendirian menja...