18. Gamara

386 39 5
                                    


"Aduh, Nay! Gue nggak papa, udah baikan sekarang. Jangan minta maaf terus, ah. Sebel nanti gue," ujar Nia menatap wajah sedih adiknya.

"Kak Nia begini kan karena Naya."

"Ck! Dari mana tau ini karena lo? Orang-orang jahat kemarin itu emang ngincar kita berdua, mau rampok mungkin!" jelas Nia mengusap bahu lembut adiknya.

Naya memeluk Nia,"Gue takut banget waktu itu, Kak. Untung Kak Nia baik-baik aja."

Nia menghela nafas pelan. Ia mengangguk tenang,"Iya, gue lega lo juga nggak papa. Soalnya kan gue pingsan, kata lo ada pengendara yang lewat terus tolongin kita kan?"

"Iya Kak. Alhamdulillah banget,"

"Hm. Ya udah, mandi sana! Pagi buta begini udah ke kamar gue, ada kelas nggak nanti?" tanya Nia perhatian.

"Gue nggak berangkat dulu, absen. Masih sedikit keinget kejadian kemarin, badan gue juga masih pegal-pegal."

"Oh ya udah, kebetulan gue nggak ada kelas hari ini."

"Ya udah, gue ke kamar ya Kak."

"Iya, eh-- tunggu," Nia menahan tangan Naya.

"Kenapa?"

"Sudut bibir lo kok lebam? Luka lagi! Kena tamparan orang kemarin?"

Naya menelan kembali ludahnya. "Iya Kak. Waktu Kakak udah pingsan."

"Wah, kurang ajar banget!

"Udah nggak papa kan, lagian udah beres. Papa sih minta bantuan polisi coba nyari."

"Hm, ya udah."

Saat baru saja keluar kamar Nia. Gadis cantik itu di kejutkan kedatangan Oma yang membawa segelas susu putih di tangannya.

"Ah, Oma. Mau ke kamar Kak Nia ya?" sapanya ramah di tengah jantungnya yang berdebar kencang.

Saras melengoskan matanya dan berjalan sedikit menubruk bahu Naya. Gadis itu tidak mengindahkannya, ia langsung bergegas masuk ke dalam kamarnya.

***

"Aku lagi nggak mau ketemu siapa-siapa Kak. Aku juga lagi malas keluar, tolong Kak Gama hargai keputusanku. Selama ini Naya sudah bersikap baik!" tegas Naya berbicara di sambungan telepon dengan tunangannya di sebrang.

Naya tidak mau Gama menanyakan lebam disudut bibirnya. Naya tidak mau menambah masalah. Dan kamu salah Naya, Gama akan selalu menjadi orang pertama yang tahu luka dan senangmu.

Tut

Panggilan di matikan sepihak. Naya meremas ponsel di tangannya dengan perasaan sedih.

"Naya?" Gadis itu membalikkan badannya. Ternyata Indi berdiri di balik pintu kamarnya.

"Iya, Ma." sahutnya. Naya menerima usapan  lembut di bahunya.

"Maafin, Oma ya sayang. Kamu nggak tertekan'kan?" tanya Indi menarik Naya duduk di tepi ranjang.

Mencoba mengukir senyum tipis,"Enggak kok, Ma. Kan Naya udah tahu sifat Oma. Jadi Naya nggak sakit hati!"

Indi menarik anaknya masuk dalam pelukannya. Ia mengusap kepalanya dengan penuh kelembutan.

"Oma sayang kok sama Naya. Di lubuk hatinya sayang banget, kamu jangan merasa sedih ya? Papa sama Mama tetap sayang sama Naya!"

Cup

"Yaudah kalau gitu, Mama sama Papa ada keperluan mau pergi. Kamu baik-baik ya di rumah, oh iya, Oma nggak jadi pulang sekarang. Mungkin--- besok sore." Jelas Indi duduk berhadapan sambil menggenggam tangan putrinya.

Gamara's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang