"kita sudah sampai..." kata dimas, dia memarkirkan mobil dekat hotel tempat reuni berlangsung. Dimas keluar duluan, membukakan pintu untukku dan membantuku keluar. Angin malam langsung menyapaku, membuat aku menyesal tidak membawa selendang atau apapun untuk menutup bahuku yang terbuka ini.
"bukannya ini tempat yang di jadiin prom waktu itu ya?" tanyaku penasaran. "kok bisa pas banget gini? Apa emang sengaja?" dimas tersenyum kecil. Aku malah tertawa dalam hati, dimas ini sampai sekarang masih senang aku ikut ke acara dia, senang banget. Aku sampai heran, tapi dalam hati aku juga sedikit senang melihat dia senyum terus begitu.
Eh, perasaan apa itu? Aku dengan cepat menggeleng, mengenyahkan rasa hangat yang tadi ada di hatiku.
"salah satu hotel milik bratajaya group, kamu ga tau? Yaaa aku sih yang saran di sini aja, ternyata mereka mau." aku mengangguk. Dimas menggandengku masuk ke dalam gedung. Tetap dengan posesifnya.
Wow... ini reunian apa kondangan? Mewah banget. Semuanya sempurna dan di rencanakan dari jauh hari. Meja kateringnya menyuguhkan makanan enak yang mungkin telah di cek oleh ahli gizi. Eeeeh, apa sih yang sedang aku pikirkan, tapi makanan di sana memang kelihatan enak sekali, aku harus menelan air liurku yang hampir menetes.
"dimas! Aku kira kamu ga bakal datang..." suara halus dan manja itu membuat aku mengalihkan pandanganku dari makanan lezat di sana ke suara itu. Kayaknya aku kenal dia, hmmm, coba aku ingat dulu."hai, abigail, senang bisa ketemu kamu lagi." oh iyaaaa, ini abigail angela. Mantan pacar dimas di SMA. Siapa sih yang tidak tau pasangan ini dulu, sampai guru dan kepala sekolah tau. Abigail ini dulu memang aku akui sebagai anak SMA sudah cantik, lihat sekarang, dia menjelma menjadi wanita dewasa yang menawan dan anggun, seperti namanya, dia menjadi seperti malaikat. Aku seketika melepaskan tanganku dari genggamannya.
"datang sama siapa?" tanya abigail merdu. abigail juga langsung mencium pipi kanan dan kiri dimas. Dia tersenyum puas setelah melakukannya.
"bu clairina! Saya ga tau ibu bakal datang..." aku tersenyum kecil ketika abigail ini menyadari kehadiranku.
"diajak dia." aku menunjuk dimas dan di balas dengan tatapan bingung dari abigail.
"kok ibu bisa diajak sama dimas?"
"bee, bu irina istri aku."
Abigail angela melongo. Benar-benar tidak percaya dengan apa yang di katakan dimas.
"bercanda, iya kan?" dia mulai tertawa kecil.
"hmmm, aku ke sana ya." kataku sambil menunjuk meja yang penuh dengan makanan. "kalian ngobrol aja dulu."
Dengan langkah cepat aku meninggalkan mereka. Ini yang aku tidak inginkan. Apa aku pulang saja? Apa yang aku pikirkan untuk datang ke sini? Ini bukan tempatku. Tapi, ah sudahlah, aku sudah sampai di sini kan? Aku melangkah tanpa arah, bukan ke tempat yang aku janjikan kepada dimas aku akan kesana, ke meja makanan itu. Aku malah ke pojok tempat buah-buahan potong dan minuman dingin. Aku mengambil segelas dan meminumnya sedikit sambil mengamati dimas yang masih mengobrol dengan abigail. Abigail menggandeng dimas dan bergelayut manja di lengan dimas.
"apa yang mbak liat?" aku hampir tersedak dikagetkan dengan suara tiba-tiba di sebelahku. Aku melemparkan tatapan kesal, tapi yang mengagetkanku malah santai-santai saja sambil mengambil penuh mangkuk berisi buah pepaya dan semangka.
"capung, jangan ngagetin aku kayak gitu dong. Untung aku ga keselek!" aku meminum lagi sedikit demi sedikit.
"mbak masih aja manggil aku capung."
"ya kamu nyebelin."
"iya iya mbak, maaf." katanya. "mbak lagi ngeliatin apa?" capung mengikuti arah pandangku, dan melihat reaksiku saat abigail masih bergelayut manja pada dimas, gayanya sekarang seperti anak monyet yang memanjat ibunya. Aku tersenyum sinis. Eeeeh, kenapa aku perduli? Kayaknya belum sampai 24 jam aku bilang kalau dimas mau lirik kanan, kiri, atas, bawah, depan, belakang, serong sana sini, toh juga aku tidak akan cemburu. Kalau menurut dimas melirik aja enggak cukup, aku juga ga cemburu kalau dia mau menyentuh, membelai, apapun yang mau dia lakukan dengan siapapun itu. Tidak akan cemburu!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Student
RomanceSeumur umur aku menjadi guru, aku tidak pernah mendapat murid segila Dimas, cucu dari pemilik yayasan tempat aku bekerja. Dimas tidak pernah berhenti menghina aku sebagai guru yang tidak kompeten, tidak menguasai materi, dll. Padahal kan dia masih k...