part 30 (2)

6.9K 313 7
                                    

"ka-kamu tau?" tanya Irina. Aku terdiam. Menatapnya yang mulai memancarkan kemarahan dari matanya.

"kamu tau?" ulangnya.

"iya, aku tau." aku mengangguk. Kami terdiam. Irina menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan.

"ayo pulang." katanya tiba-tiba. "aku ga mau kamu ketauan orang lain ada di sini." Irina berjalan duluan. Aku mengikutinya dari belakang.

"kamu udah mau pulang, dim?" Abigail menahan tanganku saat kami sudah ada di pintu ballroom. Irina menengok sebentar ke arah aku dan abigail, tapi langsung melanjutkan langkahnya ke mobil. "kamu kan baru aja datang." lanjut abigail.

"aku harus pulang, Bee, Irina bilang dia ga enak badan."

"ga enak badan?" tanya abigail. Aku mengangguk. Di ujung bibirnya, aku dapat melihat dia sedikit tersenyum mengejek. "seharusnya dia ga ikut ke sini kalau dia malah ngerepotin kamu."

"aku yang ngajak dia ke sini kok. Dia tadinya malah ga mau datang karena ga enak sama temen-temen aku. Jadi berhenti menuduh istri aku yang enggak enggak, bee." wajah abigail memucat. "kalau kamu mau ngomongin yang macem macem tentang dia, pastiin dulu kamu udah sempurna." aku melepaskan genggaman tangannya. "aku pulang dulu, bilang sama yang lain kalau aku minta maaf karena ga pamit sama mereka." Abigail hanya mengangguk dan menunduk malu.

Sampai di mobilku, Irina sudah menunggu bersender di pintu mobil sambil berusaha menutupi bahunya. Aku membuka jasku dan menyampirkannya di bahunya, membuat Irina menoleh.

"udah selesai pamitan sama mantan?" aku menaikkan alisku.

"dia bukan mantan aku, rin." aku membuka pintu mobil untuknya, menuntun Irina untuk masuk ke dalam mobil.

"bukan mantan? Bukannya dulu katanya kalian pasangan?" tanya Irina.

"kami ga ada apa-apa. Cuma temen." jawabku yang malah membuat Irina tertawa mengejek.

"teman?"

"iya, teman."

"tapi sikapnya sama kamu lebih dari sekedar teman, dim."

"kamu cemburu?"

"buat apa aku cemburu?" aku menoleh lama. Dia malah cuek saja seperti tidak ada beban mengucapkan itu. "ayo jalan, kenapa ngeliatin aku kayak gitu?" aku menghidupkan mesin mobil dan mulai berjalan pelan menjauhi hotel.

Selama di perjalanan menuju rumah orang tuanya, irina hanya melihat ke jalan melalui jendela. Aku sesekali meliriknya lewat ujung mataku. Aku selalu ingin tau apa yang sedang dipikirkan di dalam kepalanya itu.

"aku sebenernya ga terlalu tau detail yang terjadi dengan mbak vina sama kak tio, tapi kak tio cuma bilang kalau mereka ada sedikit masalah." kataku. Dia lagi-lagi diam. "cuma itu aja, rin. Ga ada yang aku sembunyikan dari kamu."

"selalu gitu ya, dim."

"maksud kamu?" aku berhenti di lampu merah dan langsung melihatnya. Irina tetap fokus melihat jalanan di luar, seakan jalanan lebih menarik dari suaminya ini. Yaaaa kalau dia memang menganggapku suaminya.

"vina selalu ada buat aku kalau aku lagi ada masalah, tapi aku... payah."

"mungkin mbak vina punya pemikiran sendiri, rin, sampai dia ga mau cerita sama kamu. Jangan dibesar-besarkan ya." irina menghembuskan napas kasar.

"udah ijo, dim." aku menjalankan mobilku lagi, tidak ada percakapan selanjutnya antara kami sampai di rumah.

Seperti biasa atau sudah menjadi kebiasaanku selalu membukakan pintu untuknya ketika turun atau akan menaiki mobil, membantunya turun dari mobil yang sekarang aku bawa model SUV, jadi agak susah untuknya buat turun, apalagi sedang trisemester pertama yang membuat aku harus terus menjaga agar bayi kami tidak kenapa-napa terlebih setelah kecelakaan itu.

My Crazy StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang