Pov dimas
"baru aja ayah pulang, sayang." ayahnya Irina menjawab, sambil melipat korannya yang tadi dibacanya dan melemparkannya ke meja di depannya. Irina duduk di sebelah dan memeluk lengan ayahnya.
"oh, siapa ini rin?" tanyanya.
"dimas, oom, teman Irina." jawabku.
"loh dim, katanya tadi tunangan? Kok sekarang jadi temen?" aku melihat leon turun dari tangga dan duduk di samping Irina. Irina hanya tertawa mendengarnya.
"tunangan, leon?" ayah Irina mencoba memastikan.
"Yappp, tadi dia bilang sendiri sama aku pas lagi di bandara. Aku sendiri kaget, yah. Tunangan kok ga pernah bilang bilang." aku sekarang bingung mesti gimana, aku hanya berdiri kayak orang bodoh di depan mereka bertiga.
"nama kamu siapa?" tanya ayah Irina penuh selidik. Siap siap kamu di sidang calon mertua, dim.
"kan tadi udah bilang oom, nama saya dimas."
"saya tau nama kamu dimas. Nama panjang."
"dimas armando bratajaya, oom."
"kamu siapanya tio?" eeeeh?
"dia kakak saya oom." darimana oom ini kenal dengan kakakku? Aku melihat Irina, meminta penjelasannya. Aku-akan-jelaskan-nanti dari matanya.
"kerja apa kuliah?"
"masih sekolah oom." oom ini melotot dengan maksimal, oh no, aku rasa ayahnya mulai tidak menyukaiku. "udah mau lulus kok oom." sambungku, tapi tetap saja matanya belum berhenti melotot.
"usia kamu pasti masih 17?"
"otw 18 kok, ga 17 lagi."
"masih tetep 17 kalo masih otw mah dim." jawab irina, dia hanya tersenyum mengejek, duh dia ini kenapa tidak membelaku sih?
"saya tidak setuju kalau kamu mau tunangan sama anak saya. Kamu masih terlalu muda, mau dikasih makan apa anak saya kalo kamunya aja masih sekolah gini." kata kata oom ini membuat hatiku meledak. Tidak! Ga boleh, oom ini harus setuju!
"tapi oom, saya nanti akan bekerja di bratajaya group, saya pasti bisa ngasih makan anak oom, saya pasti bisa lebih dari ngasih makan anak oom, saya juga salah satu pewaris dari bratajaya group."
"itu kan nanti. Sekarang masa depan kamu belum jelas. Ga ada yang bisa jamin kamu suatu hari siapa tau jadi gelandangan kan?" ucapan oom ini sangat tenang, membuat aku emosi. Memang benar masa depan ga ada yang tau, tapi kan ga jadi gelandangan juga kali.
"motivasi kamu jadi tunangan anak saya apa?"
"saya cinta sama anak oom." well memang benar kan? Ga ada keraguan tentang itu.
"clairina, ikut ayah ke dapur. Oooh iya, duduk dulu nak dimas." anak dan ayah ini bangkit dari sofa tamu. Setelah mereka sudah sampai dapur, aku baru duduk.
"hmmm, aku ga tau kalo ayah jadi kayak gitu dim. Mungkin karena farel, ayah kan benci banget sama orang itu. Farel hanya memanfaatkan uang ayah lewat Irina. Farel bisa kaya kayak gitu kan gara gara bantuan ayah yang ngekolahin farel di Amerika. Eeeeh taunya... kamu pasti udah tau endingnya kan?" aku hanya mengangguk. Aku positif benci juga dengan yang namanya farel. Gara-gara dia, Irina sakit hati dan sulit menerimaku, ayahnya jadi sangat protektif dengan Irina, dan tidak setuju denganku. Seharusnya aku bunuh saja orang yang namanya farel. "tapi kamu jangan nyerah. Ayah lama lama bakalan luluh kok kalo kamu memang serius dengan Irina dan jangan pernah sakiti dia karena bukan hanya ayah aja yang akan mendatangimu, aku duluan yang datang kalo kamu sedikit aja nyakitin hati adikku." leon sangat serius ketika mengucapkannya. Dia tidak main main kayaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Student
RomansaSeumur umur aku menjadi guru, aku tidak pernah mendapat murid segila Dimas, cucu dari pemilik yayasan tempat aku bekerja. Dimas tidak pernah berhenti menghina aku sebagai guru yang tidak kompeten, tidak menguasai materi, dll. Padahal kan dia masih k...