Pov irina
"kakak ga ngasih tau aku dimana kan?" tanyaku pada kak leon. Dia memberitahukan padaku bahwa tadi dimas ke rumahnya.
"enggak rin, kamu tenang aja." aku diam. Kemudian aku mendengar kak leon berbicara lagi. "kamu udah ketemu nenek?" aku melihat sekelilingku. Aku masih di bandara Changi singapura.
"belum, masih di bandara. Baru nyampe." jawabku. Tadi sebelum menelpon dimas, aku mendapat telepon dari sepupuku, dia bilang nenek kami masuk rumah sakit di Singapura. Jantung nenek memang bermasalah, tapi sekarang kumat, jadi di rawat di sini. Kebetulan. Aku bisa kabur sebentar.
"rin, dimas berantakan banget waktu aku liat. Dia bau darah gitu."
"kak, please jangan sebut nama dia lagi."
"aku cuma mau ngasih tau, dia khawatir banget sama kamu."
"jelas dia khawatir, dia kehilangan mainan dia." jawabku sinis.
"maksud kamu?" di seberang sana, kak leon pasti mengerutkan dahinya. Bingung dengan jawaban dariku.
"udah lah kak, aku Males bahas dia. Aku udah nemu taksi nih kak. Nanti kakak ke sini kan?"
"iya, ini aku lagi siap-siap. Hati-hati rin."
"yes, my lord." Kataku sambil membungkukkan badanku. Dan tertawa kemudian.
"hahaha, bisa aja kamu. Yaudah, bye."
"dah, assalamualaikum."
"waalaikumsalam." aku memencet tombol merah. Aku berjalan santai dan menarik koper merah milikku keluar bandara. Aku melihat taksi kosong di depanku. Supir taksi tersenyum ramah dan membantuku memasukkan koperku kedalam bagasi. Saat pintu bagasi tertutup sempurna, aku masuk ke dalam taksi.
"jalan pak." aku mengerutkan dahiku. Itu bukan suaraku. Suaraku tidak seberat dan seseksi itu. Itu jelas jelas suara cowok. Aku melihat sumber suara. Pria yang sangat tampan di tambah dengan brewok tipis, dia tersenyum ramah padaku. Kerutan di dahiku bertambah dalam.
"maaf tuan." tampan, tambahku dalam hati. "saya duluan yang ada di taksi ini. Iya kan pak?" tanyaku pada supir taksi. Supir taksi itu mengangguk.
"kamu ga ingat sama aku, clairina?" alisku bersatu dan terangkat tinggi. Aku tidak mungkin lupa kalau aku punya teman setampan ini. Tapi tunggu... mata itu sedikit mengingatkanku. Cuma satu temanku yang mempunyai mata biru. Mata ini menurutku bertambah biru sampai aku ingin berenang di dalamnya. Oke lebay. Bagaimana aku bisa mendeskripsikan teduhnya mata biru yang sedang menatapku. Duh, otakku konslet.
"Andrew?" tanyaku ragu-ragu. pria di depanku tersenyum tambah lebar saat aku berhasil mengingatnya. Well, sekarang aku ingat, dia kan Andrew yang Vina suka waktu SMA. Dia pasti iri sekali, aku bertemu dengan Andrew. Andrew itu temanku dari SD. Bagaimana bisa aku lupa?
...
"kamu mau kemana?" tanya Andrew. Aku menyebutkan salah satu rumah sakit yang terkenal di Singapura, tempat nenekku dirawat. "kebetulan banget aku mau kesana." kata Andrew. Aku terkejut.
"ngapain kamu ke sana?" tanyaku.
"aku kan dokter di rumah sakit itu."
"oh really?" Andrew tertawa kecil.
"kamu kok so shock gitu aku jadi dokter?"
"ya enggak." aku tertawa, aku ingat Andrew kan agak kurang dalam pelajaran, Andrew juga sering cabut kelas karena kerjaannya sebagai ketua osis. Aku cuma ga nyangka dia jadi dokter di rs yang terkenal di Singapura. Andrew ikutan tertawa bersamaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Student
Roman d'amourSeumur umur aku menjadi guru, aku tidak pernah mendapat murid segila Dimas, cucu dari pemilik yayasan tempat aku bekerja. Dimas tidak pernah berhenti menghina aku sebagai guru yang tidak kompeten, tidak menguasai materi, dll. Padahal kan dia masih k...