Pov irina
Aku sudah duduk di pesawat yang membawaku ke singapur. Kepalaku pusing sekarang. Aku mencoba tersenyum ramah kepada ibu gemuk yang duduk di sebelahku. Dia hanya membalas dengan senyum kecil. Aku ingin muntah lagi. Duh, aku jadi berjalan ke toilet. Dimas duduk beberapa baris di belakangku melihatku khawatir. Aku mengabaikannya dan mempercepat langkahku ke toilet.
Aku kembali ketempatku dengan sempoyongan. Aku ga akan pernah minum alkohol seumur hidupku lagi. Ga akan pernah. Aku menghempaskan diri ke seat ku dan menutup mataku. Pusing sekali. Hhhh. Aku membuka mataku lagi, tidak melihat ibu gemuk di sampingku tadi. Tapi malah melihat dimas.
"kamu ngapain di sini?" tanyaku. Dimas hanya nyengir ga jelas. "ibu-ibu di sini dimana?" tanyaku lagi.
"ibu yang mana?"
"eh, aku duduk di sini kali."
"ih, jelas-jelas yang duduk di sini itu ibu-ibu gemuk pake baju kuning."
"ngayal kali kamu."
"terserah." aku mengambil penutup mata di tas dan memakainya.
"kamu mau tidur ya rin?" tanya dimas. Aku menjawab dengan bergumam. "jangan tidur dulu. Mendingan kita ngobrol." aku mengambil headset di tas yang sudah tersambung dengan ipodku dan menyumpalnya ke kedua telingaku. Aku memencet tombol play, ipodku melantunkan lagu sam Smith, leave your lover. Tiba-tiba dimas mengambil headset sebelah kananku dan menyumpalnya ke telinga kirinya.
"leave your lover, leave him for me." Dimas menyanyikan bait terakhir dari lagu tersebut. Dengan penuh penghayatan. Agak nyindir yah dia. Lagu selanjutnya masih dari sam Smith, stay with me. Dimas mengikuti setiap liriknya.
"Diem kenapa?!" kataku geram.
"aku cuma nyanyi rin. Kenapa kamu yang kesel?"
"berisik tau ga sih?" dimas berhenti bernyanyi. Tapi dia malah bersenandung.
"please stay with me, clairina. Cause you're all I need."
"aku ga bisa."
"kenapa?" tanya dimas. Baru saja aku membuka mulut untuk menjawab, Dimas menyelaku. "jangan bilang kamu ga pantas."
"aku punya Andrew."
"leave him for me." Aku langsung membuka penutup mataku, melihatnya tidak percaya.
"aku belum pernah mendengar kata-kata lebih egois dari yang kamu bilang itu dimas." aku mematikan ipodku dan meletakkannya lagi di tas. "aku baru tau kalau kamu itu egois sekali." kataku lagi. Aku memakai penutup mataku dan memutuskan untuk tidur.
...
Aku menunggu koperku dengan sabar. Padahal tulang di tubuhku sudah siap untuk rontok satu-satu. Hhhh, jetlag parah. Mana Conveyor ini lama sekali lagi jalannya. Aku melihat koperku di ujung conveyor, aku akan mengambilnya tapi dimas menahanku, dia mengambil koperku dan meletakkannya di depanku. Karena tidak ada lagi barang bawaanku di bagasi pesawat, aku menarik koperku ke pintu keluar. Baru beberapa langkah, dimas menahanku lagi. Aku mengangkat alisku. Dia menggenggam tanganku yang tidak memegang koper, aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya, akhirnya dimas memasukkan tanganku dan tangannya ke dalam kantung jaketnya. Kami berjalan beriringan menuju pintu keluar.
"dim, lepas." dimas langsung melepaskanku. Aku menarik tanganku dari kantung jaketnya. Aku berjalan lebih cepat dari dimas. Aku masih mendengar dia menghembuskan napas kesal. Aku melihat Andrew di kerumunan orang yang sedang menunggu. Dia tersenyum. Aku berlari kecil dan memeluk Andrew. Andrew membalas pelukanku dan mengusap punggungku lembut. Nyaman. Seberapa penting pasnya genggaman tangan dimas kalau hangat dan nyaman pelukan Andrew?

KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Student
RomanceSeumur umur aku menjadi guru, aku tidak pernah mendapat murid segila Dimas, cucu dari pemilik yayasan tempat aku bekerja. Dimas tidak pernah berhenti menghina aku sebagai guru yang tidak kompeten, tidak menguasai materi, dll. Padahal kan dia masih k...