Pov irina
Aku termenung melihat cincin di jariku. Sudah 5 hari yang lalu dimas memberikannya kepadaku. Sejak itu dimas bukan hanya mencurahkan sayangnya padaku tapi membanjiriku dengannya. Aku masih merasa risih, karena yang memperhatikanku secara detail seperti yang dilakukan dimas itu farel, kini melihat dimas yang melakukannya aku merasa tidak nyaman.
Aku mengayunkan ayunan yang ada di belakang rumah. Aku sedang menunggu dimas datang untuk melakukan les yang terakhir kali karena senin depan siswa kelas 3 SMA Se-indoneia akan melakukan ujian nasional atau UN.
"non, ada orang dateng nyariin non Irina." kata pembantuku.
"kalo dimas suruh kesini aja bik."
"bukan non."
"Oooh yaudah, sebentar lagi aku kesana bilang sama dia yah bik, sekalian tanya dia mau minum apa."
"baik non." saat aku melihat pembantuku berlalu aku melihat jam tanganku. Hadiah dari dimas. Aku sudah punya banyak jam tangan, tetapi jam ini yang pas dengan pakaianku hari ini, jadi aku memakainya. Dimas kelihatan senang sekali aku memakai hadiah pemberiannya. Jam 4 sore, biasanya dimas sudah datang ke rumah. Tapi kok sekarang dia telat. Tidak biasanya dia telat sampai sejam begini. Aku bangkit dan berjalan ke dalam rumah. Sampai di ruang tamu aku tidak melihat siapapun di sini.
"tamunya mana bik?" aku bertanya kepada bik marni yang tadi menghampiriku di ayunan.
"di gazebo depan non."
"kok ga disuruh masuk?"
"katanya dia kangen duduk disana." eeeeh? Aku berjalan keluar rumah dan mengarah ke gazebo. Di carport, ada mobil Mercedes-Benz tipe terbaru. Yang pasti mobil ini sangat mahal, dan mungkin baru satu di jalanan bandar lampung. Kalau aku punya kenalan dengan mobil seperti ini aku tidak akan lupa, orang yang duduk membelakangiku di gazebo depan rumahku juga aku rasa tidak asing. Tapi siapaaaaaaa. Dia mengambil gelas di sampingnya. Aku masih juga tidak mengenalnya sampai aku di belakangnya persis.
Aku batuk batuk supaya orang ini bisa berbalik. Dia tidak ada tanda-tanda untuk balik badan jadi aku berjalan ke sampingnya. Aku meneliti wajah lelaki ini. Ketika dia mendongakkan kepalanya, aku syok. Farel. Bukannya dia masih ada di penjara di paris? Kenapa dia secepat itu bisa keluar dari sana? Aku mundur beberapa langkah. Aku tersandung batu pembatas kolam ikan, aku hampir saja tercebur ke kolam kalau saja farel tidak menangkap tanganku.
"ngapain kamu di sini? Bukannya kamu harusnya di penjara? Jangan jangan kamu nyuap yah?" aku menegakkan badanku dan menghentak tanganku supaya farel melepaskan tanganku.
"aku kan kangen sama kamu. Jadi aku kesini deh." farel menarik tanganku kedalam pelukannya. Oh tidak, jangan bilang aku mau didekap sampai habis napas seperti beberapa hari yang lalu. Aku memberontak.
"Lepaaaaaasin!" aku memberontak lebih kencang supaya pak kiman, satpam rumah bisa mendengar jeritanku dan mengusir setan satu ini. Farel melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahuku.
"aku minta maaf yah soal yang kemarin. Aku ga bermaksud kayak gitu. Aku terlalu senang melihat kamu sampai-sampai aku tidak mau melepaskanmu."
"liar!" aku berteriak lagi.
"ga rin, aku serius." aku menutup kedua telingaku. Aku tidak mau dengar apapun yang dia ucapkan. Dia dan mulut manisnya telah menipuku bertahun-tahun. Apa salah aku langsung menuduh dia sebagai pendusta?
Aku mundur, tetapi ke arah rumah. Farel menangkap tanganku yang masih berada di kedua telingaku.
"jangan sentuh aku!" dia mengangkat tangan tanda dia tidak akan menyentuhku lagi. Aku jijik dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Student
RomanceSeumur umur aku menjadi guru, aku tidak pernah mendapat murid segila Dimas, cucu dari pemilik yayasan tempat aku bekerja. Dimas tidak pernah berhenti menghina aku sebagai guru yang tidak kompeten, tidak menguasai materi, dll. Padahal kan dia masih k...