part 34

7.8K 320 3
                                        

Dimas menggeram, keringat sudah bercucuran dari dahinya. Perlahan aku mengelap pundak, kemudian leher dan terakhir dahinya. Dimas mengeluh kecil.

"sakit?" tanyaku.

"sakit." katanya dengan serak. sudah 6 hari ini dimas sakit. Tapi tidak mau di bawa ke rumah sakit, jadi hanya dokter yang tiap hari datang ke rumah, dr. Abigail, aku pikir banyak nama abigail di dunia ini, tapi tidak di sangka kalau ini abigail yang sama dengan abigail yang mengatakan aku tante tante itu, alias teman tapi mesranya dimas jaman SMA, bagaimana bisa bee-nya dimas ini jadi dokter keluarga Bratajaya. Pasti ada udang di balik bakwan!

Aku sempat protes kenapa abigail bisa jadi dokter pribadi dimas, dan sekalian aja cari dokter yang lain, tapi dimas bilang dari jaman ayahnya abigail dan bapak mertuaku sudah bersahabat dan menjadi dokter keluarga bratajaya, jadi abigail juga di percaya dan ga ada alasan buat khawatir karena dari bapaknya sudah kompeten. Yaaa walaupun buah ga jauh jatuhnya dari pohon, tapi kan ga ada yang tau kalau abigail ini masih menyimpan dendam karena aku merebut dimas. Ah sudahlah, aku terlalu negative thinking dengan dokter yang otomatis jadi dokter pribadiku juga. Tapi kan bisa saja dia menyuntikkan obat yang enggak enggak saat aku sakit nanti.

"aku jadi ga berguna gini ya, rin." Akupun melanjutkan mengelap seluruh tubuhnya dengan kain basah.

"jangan ngomong gitu ah. Kamu juga kerja terus. Makanya disuruh istirahat itu nurut."

"aku kan mau ngambil cuti waktu kamu melahirkan nanti."

"ya tapi ga di forsir juga kali. Aku juga masih lama mau melahirkannya."

"mumpung masih lama, makanya aku kejar targetnya, supaya nanti pas mereka lahir aku udah santai."

"tapi ga sampe sakit begini, dim." beberapa minggu ini dimas kerja hampir siang malam, kliniknya juga dipegang oleh asistennya, supaya dimas fokus di Bratajaya group. Aku juga curiga dimas ini bukan cuma mau ngambil cuti, tapi aku denger denger bapak mertuaku akan pensiun jadi jabatan direktur akan kosong, kadidatnya cuma dua, kak tio atau dimas. Aku curiganya dimas ini mau mengambil jabatan itu. Kerja keras begitu membuat malaria dimas kambuh. Aku juga baru tau kalau dimas punya malaria yang sewaktu waktu akan kambuh kalau dia terlalu capek.

"iya iya, besok besok aku ga usah kerja di perusahan dad lagi deh." aku mengelap tangan dimas agak keras mendengar dimas bilang begitu, dia meringis kecil karena tangannya seketika merah.

"mau makan apa kita nanti, dim?"

"tenang, kan aku masih punya klinik, jadi kita ga jatuh miskin banget lah, seenggaknya masih bisa makan."

"ngaco! Kalo kamu keluar dari perusahaan dad kita jualin aja mobil mobil kamu yang ada di basement." kataku bercanda. dimas melebarkan kedua matanya tidak percaya. Aku yakin demi apapun dia ga akan rela menjual mobil-mobil supernya itu.

"mending ga usah makan deh daripada mobil mobil aku di jual."

"tambah ngaco!" aku memukul tangannya yang tadi aku lap. Dimas meringis sambil nyengir ga bersalah.

"nanti kalo misalnya kamu udah melahirkan, aku bakal ngurangin jam kerja aku di kantor, jadi aku sering di klinik aja, nanti jadwal aku lebih santai. Gimana?"

"kamu ga mau ngambil jabatan dad?"

"enggak, rin. Ngapain? Itu biarin urusan kak tio aja, kan aku juga ga terlalu minat kerja begitu." hmmm, iya sih. Aku lupa kalo dimas ga terlalu senang kalo kerja di perusahaan yang dibangun kakek buyutnya itu. Aku kira dia jadi bersemangat buat duduk jadi direktur Bratajaya Group supaya beli mobil baru lagi, hihihi. "apa kamu mau aku jadi direktur?"

"yaa itu kan terserah kamu, dim. Kalo kamu ga seneng, kenapa di jalanin?"

"siapa tau aja kamu mau suaminya direktur."

My Crazy StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang