Pov dimas
"saya ga mau jadi pacar kamu." kata bu irina dia memukul kepalaku bagian kanan dengan buket bunga mawar yang sengaja aku pilih yang paling sempurna. "kalau kamu memang punya rasa sama saya, kamu ga akan bikin malu saya di depan semua orang." lanjutnya. Dia memukul kepala bagian kiriku. "kan kamu juga masih bocah yang selalu buat saya susah" pukulnya lagi. "darah tinggi," lagi. "dan malu." lagi. Pukulan bu irina memang tidak sakit, tetapi perkataannya yang membuat aku ingin mencekik seseorang. Buket bunga yang kuberi juga tidak seindah saat waktu aku pertama membelikannya. Kelopaknya sudah berjatuhan di kanan kiriku. "dari awal pertama ketemu, saya ga suka sama kamu." jleeeeb!! Saat pertama kami bertemu memang tidak baik, aku tidak percaya bahwa akan merembet ke sini.
Bu irina pergi ke arah ruang guru. Meninggalkanku yang sedang berlutut di depannya. Dia melihatku lagi, aku menatapnya penuh kekecewaan. Aku menunduk karena tidak kuat lagi menahan rasa kecewa ini. Bu irina sudah tidak ada lagi ketika aku mendongakkan kepala. Aku membanting gitar yang aku pinjam dari ruang musik dan pergi dengan langkah lebar ke kantin. Aku tidak perduli kalau guru kesenian akan memarahiku habis habisan karena merusak properti sekolah. Teman temanku pasti melihatku dengan perasaan kasihan, aku tidak perduli. Aku mempercepat langkahku ke kantin.
Sampai di kantin perasaanku kacau. Aku juga tidak bisa masuk ke pelajaran pertama, pasti aku akan mengganggu proses belajar. Hhhh.
"mas, mau pesan apa?" pegawai kantin membangunkanku dari lamunan tentang bu Irina.
"yang biasa ada?"
"ada mas, tapi kan ini masih pagi, nanti saya dimarahin pak kepala sekolah."
"ga akan, aku yang akan tanggungjawab." jawabku mantap. Merasa aman, pegawai itu mengambilkan minuman yang biasa aku minum kalau lagi stres. Ketika pesananku sudah sampai, aku melihat lagi cairan coklat muda bening ini. Bukan minuman keras seperti yang biasa ada di club malam sebenarnya, ini hanya campuran dari beberapa minuman kaleng, sehingga rasanya ada manis, pahit, dan asam sekaligus. rasanya lumayan enak, membuat sakit kepala hilang sejenak. Aku meminumnya dengan sekali teguk, kerongkonganku langsung terasa adem, ketika sampai di lambung, terdengar seperti gemuruh, menolak kadar asam yang berlebih di dalam lambung. Aku tidak perduli. Tanpa diminta pegawai kantin membawakanku makanan, hak istimewa seorang cucu ketua yayasan. Mereka juga tidak akan ada yang mengusirku dari kantin.
Bel panjang berbunyi pertanda istirahat Pertama, mataku menangkap sosok yang baru masuk kantin sendiri, dia memesan nasi goreng kesukaannya, beberapa hari ini aku memang sengaja mengikuti bu irina supaya tau kebiasanya sehari-hari. Terdengar seperti penguntit memang, tapi yah segala yang berkaitan dengan bu Irina terasa menyenangkan, hmmm tidak yang tadi pagi pastinya. Bu Irina walaupun sudah mematahkan hatiku entah kenapa dia masih cantik dan spesial di mataku, aku tau itu tidak akan berubah, meski dia menolakku, malah yang ada keinginanku untuk mendapatkannya semakin menggebu. Aku rasa aku bukan diriku yang sebenarnya semenjak mengenal bu Irina. Dia menyadari ada yang memperhatikannya, bergerak gerak gelisah. Ekspresinya selalu menghibur, untung saja setelah membayar nasi gorengnya dia langsung pergi dari kantin. Aku menghembuskan napas lega dan kecewa. Bagaimana mungkin hanya satu orang mampu membuat hatiku porak poranda seperti habis hujan badai? Seketika peribahasa yang selalu aku tertawakan terlintas di kepalaku. 'too much love will kill you'. Yappp bu irina membunuhku perlahan tapi pasti dengan perasaan ini.
...
Tengah hari aku tidak juga masuk ke kelas. Moodku masih berantakan. Piring piring juga berantakan di mejaku, entah apa saja yang disajikan aku makan, mungkin kalo di salah satu mangkok tadi ada sup kucing aku juga tidak akan sadar, ga mungkin juga sih, ga akan ada yang tega membuat sup dari daging kucing. Tiba-tiba aku merinding membayangkannya. Hiiiii. Aku meneguk minuman oplosan entah namanya ini tidak tau gelas keberapa. Untung tidak membuatku mabuk, kalau tidak, aku sudah muntah muntah di gelas ketiga. Sedang asik Asiknya minum, ada yang memukul kepalaku dari belakang, aku menyemburkan semua cairan yang ada di mulutku sangking kagetnya. Aku menoleh ke tersangka yang sengaja menoyor kepalaku. Baru saja aku akan membentak tersangkanya, muka sok tidak bersalah ditunjukkan oleh mbak vina. Hhhh, kalau bukan calon ipar, sudah aku toyor juga dari tadi.
"kenapa ga masuk kelas?" tanyanya sambil mengunyah sosis gulung yang tersedia di depanku. Uap panasnya menandakan baru keluar dari penggorengan, tapi mbak vina sudah main comot saja, haha, rasakan panasnya mbak!
"males." jawabku santai. Sebuah tangan di belalang kepalaku dan mendorongnya ke depan. Mbak vina masih sempat menoyor kepalaku walaupun mukanya sudah merah padam menahan panas. Mbak vina mengambil gelas minumku dan langsung meminumnya tanpa bertanya dulu. Belum sampai ke perut mbak vina menyemburkan air minumku.
"yaksss, apaan nih?"
"minuman oplosan"
"gila."
"memang"
"kenapa ga di kelas?"
"males"
"yakin ga mau ketemu irina?" nama bu irina disebut aku langsung melihat mbak vina. Well aku juga tidak yakin. Bila aku tidak mau bertemu bu irina lagi, karena kesempatan untuk bertemu dengannya hanya pada saat dia mengajar dan saat dia memberikan pelajaran tambahan. Aku langsung bangkit, dan berjalan ke kelas.
Sampai di kelas bu irina sudah ada di depan kelas memulai pelajaran.
"maaf bu telat." dibalas bu irina hanya bergumam. Aku duduk dan mengeluarkan buku cetak. Bu irina menjelaskan tentang materi apa saja yang mungkin akan keluar di ujian sekolah. Aku lumayan memperhatikan, tapi bayangan tentang tadi pagi malah membuatku tidak fokus.
"ada yang tidak mengerti atau ada yang ingin bertanya saya bersilahkan." aku melihat sekeliling kelas, hening. Sepertinya tidak ada yang ingin bertanya. Aku lupa kalau kelasku berisi anak anak pintar. Mataku tiba-tiba bertemu dengan mata bu irina yang sedang melihatku. Duh... tatapannya membuatku merinding, tatapannya begitu... ah apa yah yang pantas untuk menjelaskannya? Sampai sampai aku gugup sendiri dan membuang muka.
"kalau tidak ada yang ingin bertanya, saya yang akan bertanya. Pertanyaan ini sudah lumayan sering muncul di try out atau ujian sejenisnya." bu irina mengatakan sesuatu yang pasti akan masuk kuping kananku keluar kuping kiri. Tidak sih, yang benar tidak ada yang masuk kedalam
Telingaku, otak sudah menolak untuk fokus. Aku membiarkan teman-temanku menjawabnya. Aku terlihat paling pasif diantara teman-temanku, karena dari sejumlah pertanyaan yang diberikan, tidak satupun yang ku mengangkat tangan, padahal aku tau sih jawabannya apa.
"dimas" aku mendongakkan kepala ketika ada yang memanggil namaku, ternyata bu irina yang memanggilku. "kamu kenapa? Ga ngerti pelajarannya? apa lagi sakit?" teman-teman yang lain juga melihatku ingin tahu. Oh ayolah teman-teman, mengapa semua mata tertuju padaku? Aku berusaha mencari suaraku, sepertinya ketinggalan di kantin tadi. Tidak, lebay. Tenggorokanku terasa kering sekarang, bu irina sudah ada di depan mejaku. Oke, aku benar-benar gugup sekarang. Tangan kanan bu irina terulur dan memegang dahiku. Aku merasakan halusnya telapak dan punggung tangan bu irina, telapak tangan bu irina juga hangat. Ini mah memang mukaku yang sudah panas akibat sentuhan bu irina. Aku menelan ludah berkali-kali. Hei suara, kalian dimana?!
"hmmm, saya gapapa bu." bu irina melihatku tidak percaya. Dengan perlahan bu Irina menarik dasi bajuku, mendekatinya, dan aku menatapnya tepat di manik matanya, ada manik berwarna biru, apakah bu Irina blasteran? Selama beberapa menit bu irina tidak melepaskan dasiku. Teman sekelas sudah menahan napas kaget, aku jangan di tanya lagi, aku rasa aku tidak bernapas lagi ketika bu Irina berada di depanku.
"dimas... dimas!" seketika aku tersentak kaget. Bu irina melipat tangannya di dada, mukanya seperti orang akan marah. Aku malah melihat ke kanan kiriku. Teman temanku fokus dengan mengerjakan soal. "kalau kamu tidak fokus, mending kamu keluar dari kelas." jadi yang tadi hanya hayalan? Nyata sekali. Oh otak mulailah bisa membedakan yang mana hayal yang mana nyata. Ini menyakitkan ketika yang kita kira nyata ternyata hanya pikiran semata.
-----------------------------------------------
Halooooo... part 10 udah selesai, thor seneng, hihihi. Maaf yah kalo Part ini agak bikin bosen, lagi ribet banget sama tugas, jadi yaaaaa gitu deh, hmmm.
Makasih loh yang udah menyempatkan waktu buat baca cerita abal abal thor, sama yang Vote sama komennya, thanks a lot. Masih ga nyangka banyak yang baca dimas sama Irina. Memang ga seberapa, tapi thor udah nganggep banyak banget, hihihi, thor lebay. Kalian luar biasaaaaaa!!!
Daaaaaan, kayak biasa, vote sama komennya sangat diperbolehkan, thor sangat menghargai apresiasi kalian. Ya ampun, bahasa thor makin tinggi efek tugas.
See you next Monday yah gaiiiis!!! Love ya all :*
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Student
RomansaSeumur umur aku menjadi guru, aku tidak pernah mendapat murid segila Dimas, cucu dari pemilik yayasan tempat aku bekerja. Dimas tidak pernah berhenti menghina aku sebagai guru yang tidak kompeten, tidak menguasai materi, dll. Padahal kan dia masih k...