Pov irina
Aku terbangun dari tidurku. Tadi aku bermimpi buruk, mimpi yang aku berharap tidak akan mungkin terjadi. Aku duduk dan memeluk kedua kakiku. Tanpa terasa air mata mengalir sempurna di pipiku.
Dalam mimpiku, farel memintaku untuk kembali ke sisinya. Aku marah dan menamparnya berulang-ulang dengan sangat kuat. Ternyata tamparanku membuat sudut bibirnya berdarah. Tak sampai situ, aku memukul badannya, aku mau dia merasakan apa yang aku rasakan ketika dia meninggalkanku begitu saja. Farel juga tidak mencoba menghentikanku atau mengelak, dia pasrah saja seperti dia layak untuk mendapatkan pukulanku. Dia memang layak untuk mendapatkannya. Aku menangis karena tidak bisa melukainya parah secara fisik, yang ada malah membuatku tambah terluka. Apa yang harus aku lakukan supaya tidak menampakkan dirinya di hadapanku? Tidak cukupkah kelakuannya dulu? Tidak puaskah dia melukaiku? Aku duduk tersungkur di samping farel, masih mencoba memukul farel, tapi tenagaku sudah habis, aku masih belum puas. Tiba-tiba ada yang menarikku ke belakang, mencegahku untuk memukul farel. Aku melihat wajahnya, tidak asing, tapi aku tidak bisa mengingatnya. Setelah yakin aku tidak akan menghajar farel, orang yang menarikku itu berlari dan mulai memukuli farel dengan ganas. Ketika orang itu mengeluarkan pisau, aku langsung berlari untuk menghentikan orang itu.
"ibu masih aja bela dia setelah apa yang dia lakuin sama ibu?! Ibu gila!" cuma ada satu orang yang mengatakan aku gila. Dimas. Saat itulah aku bangun dari tidurku.
Aku tahu ini hanya mimpi, bunga tidur, atau apapun sebutannya. Tidak akan terjadi. Tapi aku punya beberapa kejadian kalau mimpi mimpiku menjadi kenyataan. Déjà vu. Aku pernah bermimpi kalau aku memenangkan lomba cepat tepat tingkat provinsi, ternyata kejadian di alam nyata. Aku juga pernah bermimpi kalau aku lulus dengan predikat cum laude, kejadian juga. Aku tidak tau apakah alam bawah sadar ku yang merancangnya, atau memang kehendak tuhan. Aku sangat-sangat berharap kalau mimpiku tentang farel yang memintaku untuk kembali hanya sekedar mimpi. Seberapapun aku membenci farel, dia pernah ada dalam hari-hariku, aku merindukannya. Mungkin ini penyebab aku bermimpi seperti ini. Tapi semuanya tidak ada hubungannya dengan dimas. Kata-kata memang benar kalau aku gila kalau setelah apa yang dilakukan farel aku masih membelanya, mungkin harusnya aku membiarkan dimas membunuh farel, supaya... akh, ini membuatku sakit kepala.
Aku mengeratkan pelukan di kedua kakiku. Kepalaku bertumpu di lutut. Air mata menetes lagi di pipiku. Sudah cukup aku menangisi farel, cukup satu tahun lebih ini aku menangisinya. Lagipula dia sudah tidak berharga di mataku, kenapa mesti aku bergalau galau ria? Toh juga dia sudah bahagia bersama rini, sekarang juga dia sudah menjadi sepupu iparku. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk masih terpaku padanya. Itu benar, aku mengangkat kepalaku, mulai sekarang aku tidak akan menangis untuk orang lain yang tidak perlu atau tidak penting untuk di tangisi. Terutama orang yang bernama farel aristo pradipta. Aku akan mulai melupakannya.
...
Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam, aku bangkit dari tempat tidur dan bergegas untuk mandi dan siap siap ke sekolah. Aku sarapan dengan senang, baru kali ini aku menghadapi hari dengan ceria, mungkin karena tekat untuk melupakan farel sudah bulat. Ibu tersenyum melihatku senang seperti ini, mencium dahiku penuh sayang. Ayah juga hanya mengangguk, tanda dia senang dengan perubahanku. Ayah memang tidak banyak bicara. Aku menyelesaikan sarapanku dan pamit untuk pergi ke sekolah. Sebelum pergi aku melihat bayanganku di cermin. Terlihat lebih cantik dari biasanya, hmmm, masih sedikit pucat, kelelahan, karena kemaren harus seharian membantu dimas mempersiapkan ujian ujian yang akan di hadapinya untuk lulus SMA. Dimas juga tadi mengirim bbm apakah aku mau dijemputnya supaya pergi ke sekolah bersama, tapi aku menolak. Manja sekali aku kalau sekolah yang hanya beberapa kilometer dari rumahku harus minta jemput, yah walaupun aku bawa mobil.
Sampai di sekolah, aku merasa ada seseorang yang mengikuti gerak gerikku, aku melihat sekeliling tapi aku tidak melihat orang yang memperhatikanku, karena merasa risih, aku langsung berlari ke ruang guru. Ruang guru juga sepi sekali. Rambut di kulitku meremang, horor. Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku. Tanpa melihat siapa, aku melayangkan tas yang berisi laptop dan buku tugas siswa. Mungkin memang benar-benar hantu karena di sekitarku tidak ada apa-apa. Aku paling takut dengan hantu, hiiiii, ada kabarnya dulu sekolah ini bekas bangunan tempat para penjahat perang di asingkan, mereka meninggal dan membusuk di sekolah ini. Aku sudah akan menangis ketakutan ketika aku dikagetkan dengan suara di bawahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Student
RomansaSeumur umur aku menjadi guru, aku tidak pernah mendapat murid segila Dimas, cucu dari pemilik yayasan tempat aku bekerja. Dimas tidak pernah berhenti menghina aku sebagai guru yang tidak kompeten, tidak menguasai materi, dll. Padahal kan dia masih k...