Prolog

9.3K 400 67
                                    

Ini hari yang sial baginya. Awalnya wanita itu berniat untuk melahap semangkuk sereal dan meneguk susu cokelat kesukaannya. Tidak, dia tak suka susu putih. Baginya, susu cokelat jauh lebih enak.

Tetapi, ia harus menerima kenyataan bahwa sereal habis dan wanita itu lupa membeli di supermarket terdekat. Akhirnya, hanya susu cokelat yang diminumnya.

Kali ini pikirannya terbang kemana-mana. Salah satunya dia mengingat memori yang menakjubkan dimana ia mengendarai Peugeot dengan gaya yang cukup sombong. Sesekali menurunkan kacanya sambil menikmati udara luar yang membuat auranya terpancar akibat hembusan angin tersebut. Ahh, masa-masa paling angkuh. Tapi, itulah yang sering dilakukannya saat menginjakkan kaki di SMA hingga meneruskannya ke kuliah. Sayangnya, mobil kesayangannya itu tak ia bawa ke sini karena dilarang oleh kedua orang tua.

Wanita yang berambut cokelat tersebut tersenyum pahit. Nasibnya berubah drastis. Dia tinggal terpisah dengan kedua orang tua baru beberapa hari ini. Jalan ini ditempuh mereka agar sang anak tumbuh menjadi wanita yang mandiri. Mereka juga berharap anaknya berubah menjadi lebih punya tata krama.

"Bisakah kau pakai mata sesuai dengan fungsinya?!" bentak seorang pria yang membuatnya terkejut.

Wanita itu pun mendongak. Lututnya terasa sakit dan pasti cedera akibat terjatuh secara kasar ke trotoar.

"Seharusnya aku yang bilang begitu! Penglihatanmu kurang bagus. Jadi, aku sarankan setelah ini kau periksa mata!"

Dia mencoba bangkit dan terlihat anggun kembali.

"Kau sungguh lancang padaku. Tidakkah kau tahu siapa aku?!"

Si pria semakin membentak. Bola matanya nyaris keluar dan sang wanita tak ingin melihat hal itu terjadi.

"Siapa yang ingin mengenalmu? Maksudku, orang sombong dan tak tahu diri sepertimu," balasnya sambil memberikan tatapan tajam.

"Setidaknya bersihkan noda yang ada pada tuxedoku! Aku akan meeting pagi ini."

Dia sama sekali tak mengindahkan. Si wanita melihat ke bagian noda tersebut. Coffeenya  tumpah mengenai tuxedo pria tersebut sehingga tampak kotor. Tidak serapi sebelumnya, mungkin.

"Well, itu bukan salahku. Itu salahmu," balasnya acuh sambil memalingkan wajah. Dia bersyukur karena coffee tersebut tidak mengenai kaos hijau lumutnya dan jeans biru pudar dengan berbagai robekan disana-sini.

"Kau telah mengacaukan hariku kali ini. Bertanggung jawablah!" bentak pria itu lagi sambil mengepalkan tangan tak terima.

"Kenapa harus aku? Kau yang seharusnya mengganti coffeeku. Dasar tidak tahu diri!"

Sang wanita memilih untuk berlalu darinya yang masih tampak menggeram. Tak ingin berlama-lama dengan monster macam dia.

"Dasar, gadis kecil!!"

Giginya menggertak. Tangannya semakin mengepal. Tapi, apa ia harus peduli?

***

TBC

Perfect StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang