(16) Sixteenth

1.2K 93 9
                                    

Yang di mulmed itu Burak Tozkoparan as Robert Affan Watterdam ya ;) ganteng dan cool kalau menurut gue :D

Vote dulu sebelum baca ya.

Enjoy 💞

***

Zamoni POV

"Ibu tidak menyangka kau menjelek-jelekkan Louis di belakangnya. Dia adalah pasangan yang pas untukmu. Tidak mungkin ibu salah pilih. Jaga mulutmu!" ibu membantah kejujuran yang kukatakan. Louis telah membutakan ibuku.

"Kumohon batalkan pernikahan ini," aku memelas. Mataku berkaca-kaca. Kini aku terduduk lemas di bawah kakinya.

Ibu menggeleng dengan cepat, "Tidak mungkin. Tidak. Kau sudah kehilangan akal, nak. Jelas-jelas dia sangat mencintaimu dan kalian sudah saling mengenal satu sama lain sejak lama, sejak di bangku sekolah. Tidak mungkin dia berubah begitu cepat, bukan? Louis tidak seperti itu. Dia pun telah berjanji akan melindungi dan mencintaimu hingga akhir hayatnya. Dia mengatakan pula bahwa dia hanya menginginkan kau menjadi ibu dari anak-anaknya," jelas ibu sambil sulit menelan air ludah.

"Itu hanyalah sebuah janji, Bu. Pria zaman sekarang sangat mudah untuk berjanji padahal dia tidak tahu seberapa berat tanggung jawab untuk memenuhi janji tersebut. Semua yang Louis katakan pada ibu cuma bullshit. Untuk apa ibu memercayai dia? Bahkan ibu lebih percaya padanya ketimbang aku anakmu sendiri."

"Zamo! Jangan membuat banyak alasan untuk membatalkan pernikahan ini. Ibu sudah sangat menyukai Louis dan begitupun dengan ayah beserta kakakmu. Segeralah menikah. Orang tua mana yang tidak bahagia saat anaknya yang dulu dalam buaian akan menikah bersama lelaki yang merupakan jodohnya? Tak terhitung berapa kali ibu menangis bahagia walaupun dengan berat hati kau tidak lagi menjadi tanggung jawab kami dalam waktu dekat. Ibu terharu sayang. Sangat terharu.. Kini kau justru memutarbalikkan fakta demi keuntunganmu sendiri. Egois sekali kau. Aku tidak pernah mengajarkanmu menjadi seseorang yang egois," kulihat mata ibu berapi-api. Beliau sangat berang.

"Oh, ya? Aku egois? Cobalah untuk intropeksi diri, Bu. Ibu yang egois dengan memaksa kehendak padaku. Aku tidak lagi memiliki perasaan yang sama seperti dulu. Aku sudah dewasa. Aku tahu mana yang baik dan buruk untukku," aku memutar bola mata. Tangisanku pecah.

"Katakan pada ibu. Kalau kau tidak lagi mencintai Louis, lalu siapa yang kau cintai?" tanya ibu dengan perlahan meredam amarah.

"Aku mencintai Affan, Bu. Dia juga mencintaiku," jawabku lantang meski pipiku basah. Setiap kata kuberi penekanan.

Ibu menganga seketika. Dunia serasa berhenti berputar seiring dengan ibu yang masih berekspresi sama. Perlahan ia menunduk kemudian memijat pelipisnya. Aku bisa mendengar dia kesulitan mengatur napas.

"Affan yang merupakan bosmu?"

Aku mengangguk mantap. Sudah saatnya ibu mengetahui bagaimana perasaan dan kepada siapa aku jatuh hati. Ibu harus menerima kenyataan akan sikap Louis.

"Apa yang kamu maksud? Kau sudah mau menjadi istri orang, tapi kau malah mencintai lelaki lain. Kau tidak waras!" ibu marah lagi.

Ibu berlalu meninggalkanku seraya berkata, "Louis adalah lelaki yang cocok untukmu."

Mataku berkaca-kaca. Tangisanku pecah mendengar ibu yang tidak mempercayaiku. Seberapa besar kepercayaan yang Louis berikan padanya?

***

"Jangan melamun terus, little girl. Kau harus makan," Affan berusaha keras untuk menyuapiku.

"Percuma juga aku makan dan bertahan hidup. Pada akhirnya, hidupku akan hancur," gumamku sambil meneteskan bulir-bulir air mata. Aku tidak bisa berhenti menangis. Air mata adalah sahabat terbaikku untuk saat ini.

Perfect StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang