(45) Forty Fifth

223 10 0
                                    

Seberkas sinar cahaya begitu terasa hangat. Zamo pun membawa sang anak berkeliling komplek sekaligus olahraga pagi baginya untuk melatih kekuatan otot kaki. Pasca operasi beberapa bulan lalu, bekas jahitannya tidak sakit lagi. Apalagi sudah lama ia tidak jalan pagi. Freya juga butuh kehangatan sinar mentari untuk kesehatannya.

"Good morning, baby."

Zamo mendongak dan mendapati musuhnya sedang tersenyum sinis.

"Sedang apa kau di sini?"

Belinda pun mengibaskan rambutnya. "Well, memangnya kau saja yang olahraga pagi? Tentu saja aku juga untuk kesehatanku dan anak Louis."

Zamo tertawa hambar. Wanita di hadapannya ini terlihat semakin gila. "Ya sudah. Itu terserah kau. Kau sangat mengganggu waktuku dengan anak Louis, btw."

Mendengar balasan Zamo yang semakin berani padanya, Belinda marah. "Kau boleh senang sekarang. Kau dicintai semua orang. Tapi, lihat saja saat Louis sudah siuman. Dia hanya fokus padaku dan anak kami. Sebentar lagi, kan, kalian bercerai."

Zamo memilih untuk tersenyum sebagai balasan. Apapun yang diucapkan Belinda takkan mampu untuk menyakitinya lagi. Setidaknya, dengan adanya cobaan dalam rumah tangganya, membuat Zamo sadar bahwa ia harus mencintai dirinya sendiri terlebih dahulu.

"Kau sudah selesai? Kalau begitu, aku pamit dulu," kata Zamo yang hendak mendorong stroller anaknya, namun dicegah oleh Belinda.

"Kau ingat baik-baik, ya. Setelah suamiku bangun, kau harus segera mengurus surat perceraian. Kau tahu, kan, dia hanya mencintaiku. Dia hanya kasihan padamu karena ada anak ini," ujarnya sambil menunjuk Freya yang dihadiahi sebuah pukulan pada tangannya oleh Zamo.

"Louis hanya milikku. Dia tinggal di rumahku. Sejauh ini kau sadar, kan, dia lebih serius padaku ketimbang kau! Jadi, pergilah sejauh mungkin dengan anakmu ini dari kehidupan suamiku! Kau boleh ambil tante Citra, Kak Pras, atau siapapun. Tapi, Louis hanya milikku! Sedikit saja kau menyentuhnya apalagi berniat merebutnya dariku, maka nyawa anakmu taruhannya! Aku akan buat hidupnya menderita dan hancur melebihi kau, Zamo!" sambung Belinda yang bergegas pergi meninggalkan Zamo.

Wanita itu heran dengan keinginan besar Belinda untuk memiliki Louis. Padahal jika memang pria itu mencintainya, harusnya ia tak takut kalau akan berpaling dan direbut oleh siapapun. Bagaimana pun juga, kalau pria sudah setia, ia takkan mudah berpaling pada wanita lain.

Sebenarnya, Belinda tak perlu mengancamnya seperti itu. Daripada hidupnya dan sang anak menderita karena harus tinggal seatap dengan Belinda dan calon buah hati mereka, lebih baik Zamo bercerai dari pria yang pengkhianat itu. Freya akan lebih bahagia tanpa harus disiksa oleh Belinda yang sangat cocok berperan sebagai ibu tiri kejam.

***

"Kamu siapa?"

Seorang pria yang bertubuh tinggi tampak menyunggingkan senyumnya. Dia pikir akan menemukan wanitanya di sini, ternyata ia malah bertemu orang lain yang tak dikenal.

"Saya Liam, tante," jawab pria itu sambil mengeluarkan tangannya dari saku celana untuk menyalami wanita paruh baya itu.

"Cari siapa kamu?" tanya Citra dingin karena firasatnya sudah tidak enak pada pria ini. Beliau pun menghentikan aktivitas menyirami bunga sejenak.

"Maaf sebelumnya, tante, saya mau bertemu Belinda. Tante siapa, ya?"

Citra menghela napas berat. "Belinda tidak ada di sini. Kamu salah alamat."

Tanpa berlama-lama, mertua Belinda itu memilih untuk berbalik badan dan hendak masuk ke rumah. Pria tersebut pasti salah satu mantan kekasih Belinda atau semacamnya. Begitulah kira-kira yang terlintas dalam pikirannya.

Perfect StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang