(18) Eighteenth

1.2K 83 6
                                    

Budayakan vote sebelum baca. Kalau udah baca, silakan comment ! ;;)

Mulmed: Marryana Akhianka Zamoni

Enjoy 💞

***

Thalia POV

Tidak berselera untuk makan, itulah kondisiku saat ini. Mama yang tidak pernah menyerah menyuruh dan mengantarkanku makanan. Beliau sangat mengkhawatirkanku. Mungkin naluri seorang ibu. Jika anaknya sedih, maka ia pun ikut sedih. Sementara papa juga tak kalah khawatirnya. Bedanya, papa harus kembali bekerja dan sibuk seperti biasa. Aku tahu, di luar sana ia sulit menahan rasa malu dan kehormatan yang direndahkan. Mereka -yang kenal dengan papa, seringkali menyindir dan mencaci maki. Aku yakin pasti ada yang bersikap seperti itu karena semua orang tentu sudah mengetahui tentang pembatalan pertunanganku. Terlihat jelas ketika papa pulang dari kantor sambil memijat pelipisnya dengan tampang kusut. Padahal sebelumnya, ia selalu ceria saat pulang kantor. Perbedaan ini membuatku semakin terpuruk. Kemalangan yang kualami malah berdampak bagi keluargaku.

Lalu, entah tindakanku bodoh atau apa, karena aku menolak semua tawaran pemotretan. Termasuk dari majalah Wanita Indonesia, salah satu majalah yang paling terkenal dan banyak peminatnya. Aku tidak tahu mengapa aku bisa menolaknya, padahal dulu itulah yang kuinginkan. Maksudku, siapa yang tidak ingin menjadi model? Selain harus tinggi dan menjaga berat badan, seorang model pun harus pandai berjalan dengan benar. Memang tidak mudah dan jangan dipandang sebelah mata. Berbagai macam seleksi telah kuikuti. Alhasil, aku lolos sejauh ini. Tak jarang ketika aku mengupload foto ke instagram, banyak yang memberikan komentar positif padaku. Ada yang memuji keindahan tubuhku, ada yang menanyakan apa rahasia supaya bisa memiliki tubuh langsing dan tinggi sempurna, dan ada juga yang memuji kecantikanku. Oh, aku memang bangga atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Tidak semua orang bisa seberuntung aku, maka aku tidak ingin menyia-nyiakannya. Namun, kini apa yang kulakukan? Menolak tawaran pemotretan hanya karena seorang lelaki yang angkuh dan dingin. Huh, bodohnya aku. Bodoh sekali!!

Ponselku berdering. Tertera nama Sam. Darimana ia mendapatkan nomorku? Seingatku, aku telah ganti nomor saat ia meninggalkanku. Ah, aku lupa. Sam yang memintanya beberapa hari lalu. Hm, apa aku bodoh lagi dengan memberikan nomorku padanya?

"Halo.."

"Hai, sayang. Kau sudah mandi? Aku berharap jawabannya sudah."

"Belum," jawabku dingin. Aku benar-benar wanita yang kotor dan menjijikkan. Aku malas untuk mandi. Bahkan beranjak dari tempat tidur saja enggan.

"Ya ampun, kau bau sayang. Mandilah, aku ingin mengajakmu jalan-jalan," Sam terdengar ceria sekali. Ya iyalah, dengan Affan membatalkan pertunangan kami, maka Sam berpeluang besar untuk mendapatkanku kembali. Aku pun curiga, jangan-jangan dia yang merencakan ini semua.

"Aku tidak mau, Sam. Lagian mama langsung mengusirmu sebelum kau masuk."

"Ayolah, sayang. Jangan mengurung diri terus. Kau sangat cantik. Jika kau membiarkan kantung matamu menghitam dan rambut bagaikan singa, kecantikanmu bisa pudar. Bersemangatlah dan memulai lembaran baru. Ada banyak lelaki di dunia ini yang siap untuk membahagiakanmu, salah satunya aku, Thalia."

"Hm, memulai lembaran baru? Ah, ya, aku memang harus melakukan itu. Sementara itu, kau adalah lembaran lama yang sudah kubakar. Jadi, tidak ada peluang bagimu, melainkan untuk lelaki lain."

Sam mendengus, "Well, aku akan berjuang untuk mendapatkan kesempatan kedua darimu, sayang. Aku pantang menyerah," katanya yakin.

"Tidak akan pernah, Sam," aku tersenyum miring, meskipun aku tahu Sam tidak mungkin bisa melihatnya.

Perfect StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang