Mulmed : Zamo
Sebelum baca vote dulu ya ;;)
***
Rasanya semua yang ia lihat berputar-putar padahal dirinya hanya berdiam diri. Tak mungkin pepohonan dan rumah-rumah penduduk bisa bergerak apalagi berdansa ria? Sangat lucu membayangkannya. Namun, Zamo benar-benar serius kali ini. Kepalanya terasa begitu berat, mata sembab, dan wajah yang sedikit pucat. Ini salahnya yang dengan rela menghabiskan air mata hanya karena lelaki brengsek bermulut bagaikan buaya.
Tadi pagi Zamo datang sedikit terlambat, kira-kira 10 menit. Itu pun perutnya masih kosong dan tidak ada tenaga sama sekali. Selera makan yang harusnya dimiliki hilang akibat lelaki itu lagi. Wanita itu terus memikirkannya dan semakin pria tersebut menguasai pikirannya, air mata telah membasahi pipi. Itulah sebabnya Zamo sukar tidur dan berkantung mata cukup jelas sesampainya di kantor. Bahkan rekan-rekan di kantor tampak khawatir melihat kondisinya. Semengenaskan itukah?
Perlahan sakit kepala semakin menyerang dengan cara mematikan. Penglihatannya mulai mengabur dan berkunang-kunang. Tenaga Zamo sangat melemah. Bahkan untuk berdiri saja kedua kaki tak sanggup menopang. Namun, dengan sisa tenaga sepuluh persen, dia mencoba bangkit dan melangkah menuju tujuan. Berharap akan selamat sesampainya disana.
Ketika semangat itu hampir muncul, Zamo sudah tak bisa menahan badan lagi. Penglihatan itu telah benar-benar mengabur. Lampu-lampu bagaikan berkunang-kunang. Kemudian, ia merasakan tubuhnya oleng ke trotoar.
***
Mata wanita itu mengerjap menelusuri setiap dinding yang mengelilingi. Bernuansa hitam putih. Dia pun tersadar bahwa ini bukan apartemennya. Perabot-perabot di sini tak banyak dan ditambah dengan sebingkai ornamen kayu yang rapi tersusun di atas nakas. Sebagai hiasan, di atas nakas tersebut ada setangkai bunga yang diletakkan pada vas kaca bening berbentuk bulat pada bagian atas dengan balok sebagai bawahannya.
Semua ini membuatnya bingung. Tempat apa ini? Aroma maskulin juga sangat mengganggu hidung. Zamo benar-benar tidak ingat apapun. Apakah ia pingsan?
"Kau sudah bangun?"
Zamo begitu tak percaya saat dalam kebingunan ini, sesosok lelaki menghampiri dari balik pintu. Berjalan gagah dan santai.
"Pak..Pak Affan," gumamnya terbata-bata. Kenapa dia bisa ada di sini?
"Tak usah memanggilku dengan sebutan itu. Ini bukan kantor," katanya dingin menusuk sampai ketulang-tulang.
"Bagaimana kondisimu? Sudah lebih baik?" tanyanya sambil duduk di samping Zamo untuk menatapnya lekat-lekat. Dengan jarak sedekat ini, ternyata aroma maskulin berasal dari tubuhnya hingga menyebar ke seluruh penjuru ruangan.
"Stop!!" pekik Zamo. Dia duduk berjauhan dengan Affan untuk menjaga jarak sebisa mungkin.
"Hei, tidak perlu berteriak! Suara cemprengmu akan merusak gendang telingaku!"
"Kau tidak menculikku, kan? Maksudku, kau tidak menyentuhku?" suaranya terdengar cukup gemetar. Takut terjadi apa-apa.
"Kalau aku tidak menyentuhmu, bagaimana caranya kau bisa ada di apartemenku? Otakmu sangat dangkal. Kau pikir makhluk tak kasat mata yang membawamu ke sini?" jawaban yang sangat jelas meremehkan isi pikiran Zamo.
"Kau menyentuhku?! Beraninya kau!" berangnya dengan napas memburu.
"Kau pikir aku lelaki macam apa, huh? Aku hanya menggendongmu. Tak lebih dari itu. Berhentilah berpikiran buruk tentangku dan sebaiknya kau berterima kasih," bantah Affan dengan memalingkan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Storm
Romance(COMPLETED) (REVISION) Aku mencintai dirimu yang sederhana. Berharap kesederhanaanmu membawaku menuju pintu hati yang selama ini kau tutup rapat. Tapi, bukankah kau harus membuka pintunya dulu agar aku bisa masuk? -Marryana Akhianka Zamoni Aku y...