Hawa panas sangat terasa di sini. Bahkan AC pun takkan mempan untuk menyejukkan. Semua telah terlanjur terbakar dan larut di dalamnya. Buku-buku jari Affan memutih dengan rahang mengeras. Zamo mengerti betapa sulitnya pria itu menstabilkan napas dan menahan gejolak. Zamo yang berada di sampingnya bergidik ngeri. Kaum adam selalu menakutkan bila sedang marah. Seakan satu sentuhan akan membuatnya mengamuk.
"Sudah lama aku tidak mampir, Zamo," Louis mengawali percakapan di suasana yang mencekam. "Oh, wanita cantik itu pasti Resty."
Bahkan Zamo tidak tahu darimana Louis mengenal Resty.
Salah seorang pun tiada yang menyahut. Louis semakin gigih untuk membuat mereka berbicara, terlebih Affan.
"Tidak banyak yang aku sampaikan. Yang jelas lusa aku akan ke sini lagi," Louis menambahkan.
"Untuk apa?" tanya Affan dingin.
"Kau tidak perlu tahu. Ini bukan urusanmu. Ini urusanku dengan calon istriku, Zamo."
"Well, sudah selesai? Aku akan segera pergi dengan Zamo."
Affan merangkul pinggang Zamo erat. Louis menatapnya dengan senyum terpaksa.
"Kurasa begitu. Baiklah, aku pulang," Louis berbalik badan. "Tapi, kau harus camkan satu hal. Dua bulan lagi Zamo resmi menjadi milikku. Jika kau berani lebih jauh menyentuhnya, tak akan kuampuni," ancamnya sambil menutup pintu dengan keras. Saat itu juga Affan menggeram cukup keras sehingga mengagetkan Resty dan begitu juga Zamo.
"Dia selalu merebutmu dariku! Dia pikir dia siapa? Jika dia memang mencintaimu, kenapa dia meninggalkanmu? Lalu dia kembali dengan memaksamu," geram Affan.
"Sudahlah, dia sedang menikmati masa kegilaannya," timpal Resty.
"Affan, tenangkan dirimu."
Zamo memberanikan diri untuk mendekatinya. Ia bersandar pada bahu Affan dengan melingkari lengannya.
"Kita akan keluar," ajak Affan. Sebelum menjawab, dia telah menarik tangan Zamo.
"Kalian kemana?" Resty setengah berteriak.
"Cari angin," jawab Affan asal.
***
"Sudah merasa baikan?"
"Itu pertanyaan yang ingin kutujukan padamu. Kaulah yang marah, bukan aku," jawabnya sambil menyeruput secangkir hot coffee.
"Aku tahu. Aku sering kehilangan kendali saat berpapasan dengannya."
Affan sudah jauh lebih tenang sekarang sehingga Zamo tidak takut lagi. Dia memakaikan jaket miliknya pada gadis itu karena Zamo hanya memakai kemeja merah dengan lengan tiga per empat.
"Sejujurnya aku memang takut hal itu terjadi."
Reflek Affan menggenggam tangannya. "Aku telah berjanji untuk melindungimu. Jangan khawatir."
"Besok aku akan mencari apartemen baru untukmu."
"Untuk apa?"
"Tentu saja untuk menghindari makhluk buas itu. Aku tidak mengizinkannya datang lagi," jawab Affan mantap.
"Baiklah."
"Hei, little girl. Jangan cemberut terus. Kau sangat jelek seperti itu," ledeknya.
"Aku mencintaimu, Zamo. Kau hanya milikku."
Sejujurnya, Zamo menginginkan hubungan yang lebih dengan Affan. Dia tidak tahu apa status mereka sekarang. Zamo butuh kepastian. Karena kalau Affan lama bertindak, bisa-bisa Louis yang menang. Karena pria itu tidak pernah main-main dengan ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Storm
Romance(COMPLETED) (REVISION) Aku mencintai dirimu yang sederhana. Berharap kesederhanaanmu membawaku menuju pintu hati yang selama ini kau tutup rapat. Tapi, bukankah kau harus membuka pintunya dulu agar aku bisa masuk? -Marryana Akhianka Zamoni Aku y...