Mulmed: Louis
Haha, brewok ya :D
***
Dia melihat dari kejauhan bahwa ada seseorang yang sedang melambai ke arahnya. Dengan kaca mobil yang sedikit diturunkan dan redupnya cahaya malam sehingga wanita itu tidak bisa melihat siapa si pelaku. Tubuhnya yang kekar dan rambut dipotong pendek dengan sedikit quiff membuatnya yakin bahwa dia adalah seorang lelaki.
"Zamo, mari pulang denganku," tawar Affan yang entah sejak kapan berada di sebelah kanannya.
"Tidak perlu. Dia akan pulang bersamaku."
Zamo lebih bingung lagi karena di sebelah kirinya ada Louis. Lengan kanannya merangkul Zamo dengan erat. Mengisyaratkan bahwa wanita tersebut adalah miliknya dan Affan tidak boleh menyentuh apalagi membawanya pulang bersama. Barulah Zamo sadar bahwa yang melambai tadi adalah Luois.
"Baiklah."
Ada keanehan tersendiri di dadanya bersamaan dengan tindakan Affan yang lebih memilih untuk menyerah. Ya, menyerahkannya pada Louis.
"Kuharap ini terakhir kalinya dia mendekatimu," lirih Louis ketika dirinya dan Zamo sudah berada di dalam mobil.
Zamo memejamkan mata. "Terserah."
Rasanya ia sangat malas untuk melawan. Tentu itu tindakan yang sia-sia.
"Bagus. Kau lebih penurut sekarang, sayang," Louis tersenyum puas. "Kalau begitu bagaimana kalau kita makan malam? Kau belum makan, bukan?"
"Tidak usah. Aku bisa makan di apartemen. Terima kasih," tolak Zamo lembut.
"Come on, honey. Aku ingin dinner bersamamu. Apa kau tidak rindu pada moment bahagia dulu?" bujuknya lebih.
"Itu dulu, bodoh!" pekiknya.
Louis terdiam. Zamo tidak tahu ia akan dibawa kemana. Dia pun memijat pelipis.
Tanpa disadari mobil telah berhenti dengan Louis yang membukakan pintu untuknya. Ternyata bukan ke apartemen, melainkan ke sebuah cafe. Dinding-dinding bermotif polkadot, sofa hitam untuk indoor, dan kursi kayu putih untuk outdoor. Selain itu, mejanya berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu. Desain yang Zamo sukai.
Louis menggenggam erat tangannya menuju sofa indoor. Perkiraan Zamo mungkin karena ini sudah malam dan pasti udara di luar cukup dingin. Sepanjang jalan ia melihat beberapa wanita terpana dengan Louis dan melemparkan tatapan sinis kepadanya. Seakan dia tidak pantas untuk berada di sisinya. Louis memang tampan. Tapi, Zamo tidak cemburu. Justru Zamo rela melepaskan Louis dan memberikannya pada wanita tersebut. Tentu saja kalau Louis juga mau. Sayangnya, Louis lebih memilihnya.
Louis menarik Zamo duduk di bagian pojok. Hal ini membuat wanita itu menolak.
"Lebih baik kita duduk di sana," pintanya sembari menunjuk ke bagian tengah nomor dua.
Dia menggeleng. "Kau mau pesan apa?" alihnya.
"Terserah kau saja!" kata Zamo dengan agak membentak.
Kemudian, Louis memanggil pelayan dan menyebutkan menu yang dia inginkan. Setelah selesai, pelayan itu pergi.
"Jangan cemberut, honey," godanya dengan mencolek dagu Zamo.
"Jangan memanggilku honey Louis! Itu menjijikkan," protesnya kasar. Zamo pun memilih mengecek ponsel daripada harus meladeni Louis.
"Jadi, kau melarangku? Lalu, siapa yang boleh memanggilmu dengan sebutan itu? Robert Affan Watterdam?" godanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Storm
Romance(COMPLETED) (REVISION) Aku mencintai dirimu yang sederhana. Berharap kesederhanaanmu membawaku menuju pintu hati yang selama ini kau tutup rapat. Tapi, bukankah kau harus membuka pintunya dulu agar aku bisa masuk? -Marryana Akhianka Zamoni Aku y...