Malam yang berbeda di bulan purnama yang sama. Semua kekuatannya terkumpul di tingkat yang tertinggi. Ia memejamkan matanya, menengadahkan wajahnya ke atas dan mengangkat kedua tangannya, menunjukkan kepasrahan dirinya terhadap langit di atasnya.
Jubah hitamnya melambai-lambai kebelakang mengikuti arah angin yang tiba-tiba menerpanya dengan kuat dan dahsyat. Seketika itu juga, ia mendapat penglihatan.
Matahari yang terbelah menjadi dua dan bulan darah. Seorang pria dengan setelan pakaian dan jubah biru tua dengan ukiran naga perak di tengah saling mengangkat pedang.
Matanya terbuka lebar seakan begitu terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Ia tahu siapa mereka.
Sambil mengatur napasnya yang terengah-engah, Ia membalikkan badan dan keluar menuju ruangannya dengan tergesa-gesa. Ia harus segera menemui Baginda Raja. Untuk menebus segala rasa bersalah yang menghantuinya selama 15 tahun ini.
***
Sang Raja berada di kamarnya meneliti lembaran demi lembaran kertas laporan yang dilaporkan oleh para mentri dari fraksi barat maupun timur. Beberapa hari yang lalu terjadi masalah di perbatasan bagian barat. Rambutnya yang telah memutih tak menutupi wibawa dan kebijaksanaan yang terpancar di wajahnya.
Kasim Park tiba-tiba masuk ke ruangannya dan menunduk dalam ke arah Baginda Raja yang tengah duduk dengan tenang, terlihat dirinya yang agung tengah membaca selembar kertas berisi laporan.
"Yang Mulia." Kasim Park masih menundukkan badannya sedangkan Raja terlihat masih menatap kertas di hadapannya.
"Ada apa Kasim Park?"
Sang kasim terlihat menahan diri beberapa saat sebelum ia kembali menyampaikan siapa yang datang, "Kepala Shaman (peramal/dukun) Istana Sangsucheong (tempat tinggal peramal istana) datang menemui anda, Yang Mulia."
Seketika mata Raja langsung menatap kasim Park tajam dan beliau mempersilahkan sang shaman masuk. "Biarkan ia masuk."
Raja sudah memberesi setumpuk laporan di mejanya dan bersiap menghadapi sang Kepala Shaman dengan jubah hitam yang melekat ditubuhnya, menunduk dan memberi hormat kepada Raja, lalu pintu kembali ditutup oleh dua dayang dan ia sudah duduk di hadapan Baginda.
"Apa yang membawamu kesini, Gukmu Kang? (panggilan Kepala Shaman)" matanya menyipit menatap Gukmu tersebut yang masih tenang dalam posisinya walaupun hawa ketegangan menyelimuti ruangan itu. "Tidak biasanya seorang shaman, apalagi Kepala Shaman yang memihak Baginda Ratu datang menemuiku di saat seperti ini."
Gukmu Kang mulai resah, seperti yang telah diperkirakannya selama ini, Baginda Raja tidak pernah menyukainya semenjak kejadian 15 tahun yang lalu itu. Beliau sepertinya mengendus kejahatan yang terjadi oleh karenanya. "Hamba menghadap Yang Mulia karena hamba barusan mendapatkan penglihatan, Yang Mulia. Hamba merasa perlu untuk mengatakan hal ini karena ini sangat penting." Dan untuk menebus dosanya terhadap istana dan langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Joseon Princess✔
Historical Fiction"Naga emas yang memeluk bulan akan menimbulkan bencana, pada bulan itu sendiri. Ketika bulan terus berada dekat dengan matahari, bulan akan menjadi merah, semerah darah. Bulan itu, berada dalam bahaya." *** Dinasti Joseon, 1789 ...