"Tuan, anda benar-benar yakin ingin datang ke acara jamuan makan malam itu? Tidakkah itu sedikit berbahaya mengingat kemarin lusa seseorang berusaha melukai Tuan?"
Pria paruh baya dengan kimono usang itu menunduk dalam di hadapan seorang pria yang sedang menghadap ke kaca besar, menatap dirinya sendiri yang sedang memakai setelan formal jas dan merapikan rambutnya ke belakang sehingga tampilannya kini benar-benar seperti seorang pengusaha Jepang sukses yang telah melebarkan sayap usahanya ke berbagai Negara di penjuru dunia.
Dia menatap dingin ke arah pelayannya―yang memah sudah lama menjadi pelayan dikediamannya―yang masih tak bergerak sama sekali. Pria itu bahkan terlihat ketakutan dan tak berani menatap matanya.
"Aku tahu dia yang berusaha melukaiku. Akan menjadi keberuntunganku kalau sampai aku bertemu dengan Putra Mahkota di acara tersebut." bisiknya tajam, lebih pada diri sendiri.
Matanya menyorotkan kebencian yang begitu mendalam ketika memandang wajahnya yang tampan dan maskulin di pantulan kacanya. Ada rasa dendam, sakit hati, kecewa, marah, semua yang dipendamnya selama 15 tahun masih tersimpan di hatinya. Dia bukanlah pria munafik yang mengatakan bahwa dia benar-benar memaafkan kesalahan orang-orang yang melukai dan mengusirnya dari istana 15 tahun lalu.
Ya, 15 tahun yang lalu.
Choi Siwon.
Dia adalah putra mahkota kesayangan Baginda Raja.
Wajahnya sangat tampan dan selalu berseri di saat ia keluar dari paviliunnya, membuat sinar mentari menyinari wajahnya. Dirinya yang keluar dari istananya mengenakan jubah biru bertenggerkan ukiran naga perak di tengahnya, menjadi pusat perhatian seluruh istana ketika langkahnya mengitari seluruh penjuru, menimbulkan decakan kagum baik yang berasal dari pejabat Istana sampai ke pelayan istana yang mondar-mandir, sengaja hanya untuk melihat ketampanan dari wajah sang pewaris. Kepintaran dan wawasannya yang luas bahkan melebihi seorang sarjana walaupun usianya masih 15 tahun.
Dia bahkan seorang yang baik, murah hati dan lemah lembut, sehingga Baginda Raja yang melihat putra pertamanya makin dibuat terkesima dan rasa sayangnya melebihi pangeran dan putri yang lain. Sayangnya, karena itu semua, saudara-saudarinya membencinya dan mengusirnya dengan cara yang keji dan licik hingga Baginda Raja tak bisa berbuat apa-apa selain menutupi aib Istana tersebut.
Dan keberuntungan sepertinya berpihak padanya. Dia bertemu dengan pria tua dengan kumis dan jas hitam yang menggantung di tubuhnya yang besar dan pendek, mengulurkan tangan di saat ia tengah meringkuk sendirian di hutan. Choi Siwon masih ingat betul kata-kata penolongnya yang diucapkan dengan bahasa Korea yang tidak begitu fasih namun dapat ia mengerti dengan sekali tangkap.
"Pegang tanganku dan akan kujadikan kau seseorang sepertiku yang berkuasa, bahkan yang akan menguasai Negara sialan ini yang dengan beraninya menolak bekerja sama dengan orang sepertiku."
Sosok remaja Siwon yang begitu putus asa dan tak punya harapan akhirnya dengan penuh tekad menggenggam tangan pria tua itu dengan erat dan berkata dengan lantang.
"Aku mau."
Dan disinilah ia sekarang.
Dia bukanlah seorang Putra Mahkota seperti 15 tahun yang lalu, Putra Mahkota yang baik hati, lemah lembut, dan sabar. Bukan. Semua rasa sakit yang telah dialaminya mengubah kepribadiannya saat ini. Dia bukan hanya seorang pengusaha sukses di Jepang―yang meluaskan usahanya sampai ke mancanegara―dia bahkan memiliki jaringan mafia terkuat sepanjang sejarah, mengingat Jepang adalah Negara yang sangat hebat di bidang militer yang terbukti di sepanjang sejarah.
Semua orang segan kepadanya. Mereka kagum akan kinerjanya yang totalitas dan selalu berhasil dalam setiap masalah. Tak sedikit yang begitu hormat padanya, namun tak sedikit juga yang takut bila namanya disebut. Dia dingin, kejam, dan tak segan-segan menghancurkan berbagai pihak yang berusaha menghalangi jalannya. Dia begitu otoriter dan segalanya harus sesuai keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Joseon Princess✔
Historical Fiction"Naga emas yang memeluk bulan akan menimbulkan bencana, pada bulan itu sendiri. Ketika bulan terus berada dekat dengan matahari, bulan akan menjadi merah, semerah darah. Bulan itu, berada dalam bahaya." *** Dinasti Joseon, 1789 ...