PART 15

994 74 0
                                    

*AARON POV*

Aku turun dari mobilku dan mulai berjalan menuju lobby sekolah.

Sekolah masih sangat sepi.

"Pagi tuan.." seorang satpam menyapaku.

"Sstt.. pagi pa." Sahutku sambil tersenyum.

Seperti biasa, aku berjalan menuju taman belakang sekolah.

Ya karena mungkin itu tempat ternyaman di sekolah ini.

Aku berbaring di bangku taman. Satu-satunya bangku yang berada di taman ini.

Perasaan aneh kembali menyelimutiku. Rasanya.. Nikita selalu berputar-putar di otakku. Ada apa sebenarnya?

Saat kemarin, aku tidak mengerti dengannya.

Tentang hujan dan suara petir itu.. apa dia takut akan hujan dan suara petir? Badannya gemetar hebat dan wajahnya pucat. Apa dia sakit?

Tentang ketidakadilan sekolah ini. Aku merasa sangat bersalah padanya. Rasanya.. sangat tidak enak.

Dan yang terakhir adalah kalimat terakhir yang diucapkannya.

"Makasih, tapi gue trauma temenan sama orang baik."

Aneh. Sungguh aneh.

Tak terasa bel sekolah sudah mulai berbunyi.

Aku pun bangun dan berjalan ke kelas.

Sesampainya di kelas, tiba-tiba aku melihat Nikita, Bianca, dan Bu Hanny.

Terlihat jelas Nikita seperti ingin menampar Bianca. Suara teriakan Bu Hanny pun terdengar.

"Pergi kamu ! Ibu ga mau melihat kamu di pelajaran ibu !"

Aku kaget mendengarnya. Sebenarnya ada apa ini?

Nikita pun berlari keluar kelas. Aku menatapnya dari jauh. Aku ingin mengejarnya. Tapi hatiku berkata bahwa dia butuh waktu untuk sendiri.

---

Tepat 5 menit sebelum bel istirahat berbunyi. Aku meminta izin pada Bu Hanny untuk keluar kelas. Alasannya karena ingin ke toilet. Tapi tentunya aku berbohong.

Aku berjalan menuju kafetaria.

"Hai Aaron, bel istirahat belum berbunyi. Ada apa kau ke sini?" Tanya Bibi Mila.

Bibi Mila memang sudah sangat dekat denganku. Waktu aku kecil, beliau selalu menemaniku saat papa harus berkeliling sekolah untuk mengecek keadaan sekolah.

"Hhmm iya bi, aku sangat lapar."

"Ah jadi kau ingin mendapat makanan terlebih dahulu? Kau tahu, kalau siswa lain tahu bagaimana?"

"Hhmm.. tapi aku sangat lapar."

"Kau tidak seperti biasanya. Biasanya kau selalu ingin diperlakukan seperti anak biasa. Kau tidak ingin menunjukkan identitasmu, dan tidak ingin diperlakukan spesial."

"Lagipula kafetaria sedang sepi bi." Sahutku sambil tertawa.

"Baiklah, ini makananmu. Kau ingin tambah lagi?"

Aku berpikir sejenak.

"Bi, makanan apa yang menjadi favorit para siswa perempuan di sini?"

"Ah mereka tidak makan terlalu banyak. Favorit mereka adalah sayur. Jarang sekali yang suka daging, mungkin takut gemuk. Tapi ada satu siswa perempuan yang selalu kuberi daging gratis, karena badannya terlalu kurus."

"Siapa itu bi?"

"Tapi kau jangan beritahu siapa-siapa. Nanti aku bisa dipecat."

"Tenang saja bi. Lagipula aku selalu berada di pihak bibi karena bibi adalah orang yang sangat baik."

"Baiklah baiklah. Dia adalah Nikita."

"Ah.. aku tau dia."

"Badannya terlalu kurus. Bibi pernah memergokinya saat hendak kabur. Bibi tanya alasan dia ingin kabur dan dia menceritakan semuanya pada bibi. Ya, akhirnya tanpa sepengetahuan yang lain, bibi selalu memberinya makanan dengan ekstra daging dan segelas susu."

"Aku setuju dengan tindakan bibi. Kalau begitu aku minta daging ekstra. Aku sangat lapar bi."

"Baiklah sayang ini untukmu."

Bibi Mila memberikan ekstra daging ayam padaku.

"Terima kasih bi."

"Sama-sama. Nikmati makananmu."

---

Aku berjalan menuju taman belakang sambil membawa baki penuh dengan makanan dan segelas susu.

Aku tau Nikita akan ke taman belakang untuk kabur dan mencari makan di luar.

Akhirnya aku sampai. Aku pun menaruh baki itu di bangku taman.

Tengg.. tengg.. tengg..

Tepat bel istirahat berbunyi. Aku bersembunyi di balik tembok dan menunggunya datang.

Akhirnya.. Nikita pun datang. Sepertinya emosi nya sudah reda.

Dia kaget melihat sebuah baki penuh dengan makanan dan segelas susu.

Aku berharap dia akan memakannya tapi..

Dia hanya tersenyum lalu mulai memanjat pohon.

Aku mengernyitkan dahiku. Ada apa dengannya?

Berkali-kali dia melihat ke belakang.

Dan akhirnya..

Dia turun dari pohon dan berjalan menuju baki itu.

Dia tersenyum lagi.

Aku jarang sekali melihatnya tersenyum. Dia begitu... manis saat tersenyum.

Akhirnya dia mulai memakan makanan itu dengan lahap. Rasanya hatiku lega dan bahagia.

DREAM CATCHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang