PART 24

1K 65 0
                                    

Suasana malam yang dingin menyelimuti. Nikita dan Aaron berjalan bersama menuju rumah Nikita.

Aaron sengaja ingin mengantar Nikita pulang. Kebetulan dia tidak membawa mobil karena dia diantar supirnya saat pergi ke acara Bianca.

Keheningan menyelimuti mereka. Hanya berjalan tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Dingin mencekam. Dedaunan pohon yang berjatuhan. Langit yang berwarna hitam. Dan bintang yang menerangi malam.

Telapak tangan Aaron terbuka. Perlahan bergerak. Bergerak dengan ragu. Menyentuh tangan Nikita lalu memasukkan jemari nya di sela-sela jemari tangan Nikita dan menggenggamnya.

Sontak mata Nikita membulat. Reflek, dia ingin membebaskan tangannya tapi genggaman Aaron semakin kencang.

Nikita menatap Aaron yang sedang memandang lurus kedepan. Pura-pura tidak tahu bahwa Nikita memandangnya.

Aneh. Seperti ada perasaan aneh dalam diri Nikita. Seperti tersetrum listrik beraliran tinggi. Genggamannya hangat, mengusir dingin di sekitarnya.

Tak di sadarinya, senyumnya mengembang.

Aaron berdeham kecil.

"Jadi, lo bilang kalung itu sangat berarti buat lo." Sahut Aaron mengusir keheningan.

"Hm. Kalung itu pemberian papa gue." Jawab Nikita sambil mengiyakan.

"Ah ya gue ngerti."

Keheningan kembali menyelimuti mereka.

"Perkataan Bianca.. maksud gue.. jangan dimasukin ke hati." Sahut Aaron.

"Maksud lo?"

"Gue sering denger Bianca manggil lo dengan sebutan anak buangan. Percayalah lo bukan anak terbuang."

Nikita tersenyum samar.

"Lo bisa bilang gitu karena lo ga tau ceritanya."

"Ah ya betul juga. Tapi lo memang bukan anak buangan kok."

"Kalo gue cerita, apa lo bakal dengerin gue?" Tanya Nikita.

"Tentu."

"Jadi waktu itu..."

Nikita kecil sedang menggambar di atas kertas putih. Menggambar mama, papa, dan Nikita. Dia juga mengambil secarik kertas lagi dan menggambar dirinya bersama Bianca.

"Selesai !" Sahutnya gembira sambil mengangkat secarik kertas itu.

Dilihatnya keluar jendela. Hujan turun sangat deras malam itu. Alhasil dia tidak dapat pergi ke rumah Bianca.

Dia menaruh kertas untuk Bianca di dalam lacinya lalu dia bangkit berdiri dan berjalan menuju mama dan papa dengan kertas yang dipegang erat oleh tangan mungilnya.

"Aku cape !" Suara teriakan papa terdengar keras.

Nikita bersembunyi di balik tembok sambil berjongkok.

"Hidup ini begitu sulit ketika aku bersama dengan kalian !" Teriakan papa terdengar lagi.

"Kalian?" Suara mama kini terdengar.

"Ya. Kau dan Nikita."

"Kalau begitu, mengapa kau menikahiku? Kau berjanji akan melewati semuanya bersamaku. Mengapa kau menjadi putus asa seperti ini?!"

"Ya ! Karena aku bosan ! Aku cape hidup miskin ! Lihat, semua temanku semuanya menjadi pengusaha sukses ! Sekarang kau lihat si Herman, sekarang dia juga sudah menjadi orang kaya baru !"

DREAM CATCHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang