PART 33

1K 68 10
                                    

Sejak saat itu, semua menjadi berbeda. Nikita sibuk dengan belajarnya, bahkan sekarang dia sudah menjadi seperti anak di sekolahnya yang gila belajar. Semua itu dia lakukan untuk mempersibuk diri. Tidak ingin teringat akan kenyataan yang pahit.

Begitupun Aaron. Walaupun setiap kali bertemu Nikita, rasanya menyakitkan, rasanya ingin sekali mendekapnya walaupun itu sangat sakit. Tapi mungkin kenyataan berkata lain.

Tegur sapa dan senyuman sudah tidak ada lagi. Mereka berfokus pada kesibukan masing-masing. Berusaha melupakan perasaan cinta mereka dan mencoba menerima kenyataan.

Bianca, seringkali dia menggoda Aaron. Tapi kali ini Aaron hanya diam dan tidak menolak. Mengikuti apa mau Bianca. Sedangkan Nikita bersikap tidak peduli. Walaupun matanya selalu berkaca-kaca setiap melihatnya.

Setiap omongan dan ejekan dari Bianca, Nikita tidak peduli itu semua. Toh bahkan sebentar lagi keluarganya akan menjadi keluarga lengkap. Bersama mama, papa, Aaron. Nikita selalu mengingat itu dan menjadikan itu sebagai mindset nya.

Makan bersama keluarga bukan lagi sesuatu yang ditakutkan. Mereka benar-benar sudah siap secara mental. Walaupun hati mereka terasa tertusuk, tapi mereka tahu bahwa inilah kenyataannya.

Sistem poin pun dihilangkan. Namun agar adil bagi siswa yang memiliki poin banyak, poin-poin tersebut dapat menjadi nilai tambahan.

Tak terasa, ujian akhir sekolah pun datang. Para murid berjalan ke sekolah melewati gerbang besar. Termasuk Nikita.

Nikita berjalan dengan kepala tertunduk. Dia tidak pernah merasa sesiap ini. Dia tidak pernah serajin ini dan sebersemangat ini menghadapi ujian. Bahkan dia tidak membuat kertas contekan. Semua murni atas hasil belajarnya.

Nikita berjalan masuk ke dalam kelas. Berjalan menuju mejanya. Dilihatnya ke seluruh sudut kelas, Aaron tidak ada di dalam kelas. Nikita mengangkat bahunya pertanda tidak peduli, padahal dalam hatinya dia ingin sekali bertemu dengan Aaron.

Dilihatnya di meja. Sebuah kertas bertuliskan "SEMOGA BERHASIL" dengan gambar sebuah dreamcatcher di sampingnya. Nikita tersenyum. Hatinya terenyuh. Jantungnya kembali berdebar melebihi dari frekuensi yang seharusnya. Di matanya terdapat selaput air mata yang sangat tipis. Dia mengambil kertas itu, seakan kertas itu adalah sumber napasnya, alasan mengapa dia dapat menjadi seorang Nikita yang sekarang. Tak di sadarinya tangannya meremas kertas itu. Meremas hingga tangannya terkepal dan kuku-kuku jarinya memutih.

"Guru dateng !" Sahut seorang siswa.

Nikita langsung menengok ke ambang pintu. Masuklah Bu Trisha dan Aaron di belakangnya. Tatapan mereka bertemu. Aaron tersenyum pada Nikita walaupun matanya sayup dan wajahnya sedikit pucat. Aaron terlihat tidak sehat. Dia terlihat kacau. Nikita hanya menatap Aaron tanpa membalas senyumannya. Karena untuk tersenyum saja rasanya sangat menyakitkan.

"Ayo masukan buku kalian. Kita mulai ujian hari ini," tegas bu Trisha.

***

Tak terasa, 3 hari telah berlalu. Ujian pun telah usai. Semua murid berhamburan keluar setelah mendengar bel pulang sekolah. Mereka merasa bebas dan senang.

Nikita berjalan keluar kelas dan langkahnya terhenti saat melihat sebuah kaki menghalanginya. Dia menegakkan kepalanya dan melihat siapa pemilik kaki itu. Aaron. Hatinya berdebar tak karuan. Seharusnya dia tidak boleh berada sedekat ini dengan Aaron, apalagi jantungnya masih berdebar setiap melihat Aaron. Ingat, Aaron akan menjadi kakaknya.

"Gue mau ngomong," sahut Aaron membuyarkan lamunan Nikita.

---

Tak beberapa lama kemudian mereka sudah berada di taman belakang sekolah. Keheningan menyelimuti mereka. Jantung Nikita masih terus berdebar keras, berharap Aaron tidak dapat mendengarnya.

"Sore ini gue bakal pulang ke kota kelahiran gue," sahut Aaron memecah keheningan.

Seketika itu juga Nikita menegakkan kepalanya dan menatap Aaron. Hatinya terasa berat. Dunia seakan menjauh. Mimpi seakan musnah.

"Dua minggu," sambung Aaron kini menatap Nikita. Membuat Nikita kembali menundukkan kepalanya.

Nikita tertawa kecil. "Pergilah.." jawabnya dengan nada gemetar. Tangannya terkepal. Selaput air mata yang tipis itu kembali membasahi matanya. Dia berusaha untuk menampung itu semua. Dia menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk tetap tenang.

"Hm," Aaron mengiyakan. "Lo, jaga diri baik-baik. Jangan nakal. Tunggu sampe gue balik. Oke?" Sambung Aaron sambil tersenyum. Senyuman itu bukanlah senyuman bahagia, tapi senyum untuk menutupi rasa sakit.

Tangan Nikita terkepal semakin keras. Dia merasakan Aaron mulai bangkit berdiri. "Gue.. pergi dulu," sahut Aaron canggung dan mulai pergi menjauh.

Nikita melihat punggung Aaron yang semakin jauh. Air matanya mulai menetes semakin lama semakin mengalir deras. Melihat Aaron, dia merasakan dirinya hidup. Kini Aaron akan pergi darinya.

Sedangkan Aaron terus berjalan. Dia membuka matanya lebar-lebar. Tidak akan membiarkan matanya tertutup. Karena jika matanya tertutup, maka air mata itu akan menetes.

---

Hai semuaaa ! Gimana kabarnya? Maaf ya baru update sekarang hehe lagi banyak tes ujian hehe. Jangan lupa vote dan comment ya. Terima kasih :))

DREAM CATCHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang