Tik.. tok.. tik.. tok..
Nikita terus menatap kearah jam kecil di depannya. Memperhatikan gerak setiap jarum kecil jam tersebut.
"Aishh ! Ngapain juga gue nungguin dia !" Decak Nikita sambil mengacak-acak rambutnya. Dia tidak berniat menunggu Aaron atau apapun itu, tapi refleknya selalu saja begitu.
Nikita kembali mencoba fokus pada buku pelajaran di hadapannya. Ujian akhir akan dimulai 2 minggu lagi. Entah ada apa yang merasukinya tapi sekarang Nikita sudah mulai menyukai belajar dan berjuang mendapat nilai bagus. Apa ini karena Aaron? TUH KAN AARON LAGI AARON LAGI !! :"(
---
Nikita berjalan menuju kelas. Kelas masih sama seperti dulu, tapi baginya semuanya berbeda. Karena ada kursi di barisan tengah yang kosong dan kursi itu adalah milik.. Aaron.
"Sumpah gue bisa gila !"
Nikita berjalan memasuki kelas sampai langkahnya terhenti karena seseorang menjegal kakinya. Untungnya Nikita berhasil mengelak. Seorang Nikita yang jago bermain futsal dan menjadi kapten tim futsal di kampungnya dulu padahal dia satu-satunya anggota perempuan di timnya, masih berani lo menjeggal kaki gue?! Batin Nikita merasa bangga.
"Heh anak terbuang !" Panggil seorang perempuan. Kalian bisa menebak siapa perempuan itu? Bianca? Bukan :)
Tanpa menoleh sedikit pun Nikita melanjutkan langkahnya.
"Malaikat penolong lo ga ada kan. Gue kasian sama lo," sahut perempuan itu.
Malaikat penolong? Siapa?
"Aaron kemana? Wah jangan-jangan dia trauma lagi deket-deket sama lo makannya dia ga masuk sekolah," cibir perempuan itu lagi, membuat Nikita menghentikan langkahnya dan mengepal tangannya hingga kuku-kukunya memutih.
"Bianca !" Tepat saat perempuan itu memanggil Bianca, Nikita membalikkan badannya siap untuk bertarung.
"Liat si cewe terbu.."
"Udah ryl, gue lagi ga mood," Bianca memotong perkataan cheryl -pengikut Bianca-, membuat cheryl membelalakkan kedua matanya. Sedangkan Nikita mengerutkan keningnya saat melihat tingkah Nikita yang kini menenggelamkan kepalanya diantara kedua tangannya.
"Bi, lo kenapa?" Tanya cheryl. Memang Bianca hari ini terlihat pucat dan kacau. Apa dia sakit?
"Bi, lo mau ke klinik?" Tanya Cheryl lagi.
"Ga, gue ga apa-apa," jawab Bianca lemas.
Nikita mengangkat bahunya sebentar tanda tidak peduli lalu berjalan menuju mejanya.
---
Hari ini ulangan Matematika. Nikita tidak pernah merasa sesiap ini. Semua soal demi soal sudah ia kerjakan semua sebagai latihan. Dan sekarang adalah waktunya menuangkan yang ada di otaknya pada selembar kertas di hadapannya.
Nikita melihat ke arah kanan, kursi Aaron kosong di sana. Tentunya Aaron harus mengikuti ulangan susulan.
Namun kali ini berbeda. Bukan hanya kursi Aaron yang kosong,tapi juga kursi Bianca.
Nikita tahu benar Bianca. Bianca yang selalu mengejar nilai. Bianca yang selalu berjuang keras untuk mendapat nilai yang sempurna. Bianca yang tidak mungkin bolos sekolah. Apalagi melewatkan ulangan seperti ini.
"Baiklah, sekarang kalian boleh mulai mengerjakan."
Nikita mengambil bolpennya dan mulai membaca soal. Hingga ia merasa sesuatu yang janggal.
Pa Tonny. Guru pengawas. Memandang kearahnya curiga. Teringat olehnya dulu Nikita pernah mengelabuinya dengan contekan yang ditempel di tembok dekat jendela.
"Saya ga bakal nyontek lagi pa." Seru Nikita sambil terkekeh saat melihat Pa Tonny malu ketahuan mengawasi Nikita dengan ketat tadi.
Aneh. Ada apa dengan Bianca?
---
Suara tangis terdengar dari kamar paling ujung. Kamar yang berukuran sedang, tidak terlalu besar. Setiap orang yang melewati kamar itu pasti akan prihatin mendengar isakan tangis itu.
Bianca. Dengan wajah ditutupi bantal, tangisannya meledak di sana. Tidak percaya dengan yang menimpanya saat ini.
Di tangannya, dia memegang sebuah kotak. Hadiah ulang tahunnya. Satu-satunya hadiah ulang tahun yang belum ia buka.
Dengan ragu, tangan mungil itu membuka kotak tersebut.
Sebuah gambar.
Gambar dua anak kecil yang sedang bermain di taman. Terlihat anak dengan rambut pendek sedang memberi sebuah mahkota bunga pada anak yang berambut panjang. Di belakang anak yang berambut panjang, tergambar sebuah istana bak negeri dongeng yang berwarna putih.
Di ujung bawah kertas tersebut tertuliskan 'Oktober 2006, gagal diberikan karena hujan'.
Air mata Bianca langsung menderas. Teringat olehnya semua kenangan yang indah saat ia kecil. Bahkan dia baru sadar kalau sampai saat ini, anak kecil berambut pendek itu adalah sahabat terbaiknya.
Terlebih lagi, Bianca sangat rindu ayahnya.
Tok..tok..tokk..
"Nak Bian, makan dulu," terdengar suara dari luar.
"Iya om," jawab Bianca sambil cepat mengelap air matanya.
---
Halo semuanya selamat Hari Minggu. Maaf banget aku udah lama ga update.
Karena kemarin-kemarin lagi sibuk-sibuknya.Terima kasih buat yang udah setia baca dreamcatcher.
Gomawo :)
-sherrel-
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAM CATCHER
Novela Juvenil"Ini, buat lo." Sahut Aaron sambil memberi sebuah dream catcher. "Apa?" Tanya Nikita "Gue cape ngeliat lo nguap terus-terusan gara-gara lo ga tidur semaleman. Ini kerja kelompok, gue ga mau nilai gue jelek gara-gara lo." "Terus?" "Kata orang, dream...