4. Erlang...

1.5K 85 11
                                    

Pagi ini Reina telah bersiap menuju sekolahnya. Siulan merdunya menjelajahi setiap sudut rumah.

"Non, dimakan dulu sarapanya!" Ujar seorang wanita paruh baya, yang sedang merapihkan meja makan.

"Gak usah bi. Rei udah telat nih, mau makan di sekolah aja nanti." Reina berkata, bersamaan dengan senyum manisnya.

"Ya sudah... Tapi beneran makan ya nanti!" Wanita tua itu memperingatkan dengan mengangkat telunjuknya.

"Siap Bi Ijah!" Reina memberi hormat kepada wanita itu, bi Ijah.

Bi Ijah adalah orang yang selalu ada untuk Reina, baik susah ataupun senang. Ia orang yang paling mengerti Reina, selain ayahnya dan Erika. Walaupun hanya pembantu, tetapi Reina sudah menganggapnya seperti neneknya sendiri.

"Ya udah aku berangkat dulu Bi. Pak No udah nunggu di depan." Reina berlari keluar rumah, dan langsung menaiki mobilnya.

"Berangkat Pak!" Ujar Reina yang mendapat anggukan dari Pak No. Saat mobil itu hendak melaju, seorang pria menghentikan.

"Papa?" Gumam Reina memanggil.

"Pa! Ngapain disitu? Rei mau berangkat." Ujar Reina jengkel. Ia hanya bisa mendengus pelan.

"Kamu berangkat sama papa! Udah lama lho papa gak nganter kamu." Rajuk ayahnya kepada Reina.

"Ya ampun. Dikira kenapa," Dengan sigap Reina menuruni mobil yang saat ini ditumpanginya, dan memasuki mobil ayahnya.

"Nah gitu dong! Anak papa nurut." Ucap ayah Reina penuh kemenangan. Cengiran lebar terlihat jelas di wajah ayahnya.

"Ishh... papa lebay nih. Sebutin, kapan Rei gak pernah nurut?" Cibir Reina kepada ayahnya, yang langsung disambut derai tawa ayahnya.

"Hihihi... iya iya!" ayah mengacak rambut anak perempuan kesayangannya itu.

"Papa... Rei berantakan rambutnya," Reina memasang wajah cemberut, yang membuat ayahnya terkekeh kembali.

"Ck lebay kamu! Pasti udah ada cowok yaa... jadi rambut berantakan dikit, sedih!" Goda ayahnya sambil menaik turunkan alis.

"Papaa...Ish nyebelin!" Reina mengerucutkan bibirnya kesal.

"Hehe maaf deh." Ujar ayah sambil terus menyetir. Tak terasa mereka telah sampai di sekolah Rei. Memang jaraknya cukup dekat. Jika dari rumah ke sekolah, paling sekitar 10-15 menit waktu yang ditempuh.

"Nah sampai, Rei. Cepet kan papa bawa mobilnya? Udah kayak pembalap f1 aja nih." Ujar ayah terlampau pd. Sontak Reina langsung berpura-pura ingin muntah.

"Iya, mirip banget kok. Ya udah pa, Rei sekolah dulu." Reina berpamitan kepada ayahnya, kemudian menuruni mobil putih ayahnya, yang terdapat sedikit goresan. Waktu itu, seseorang secara tidak sengaja menabrak mobil ayahnya.

"Bye pa!" Reina bersorak sembari melambaikan tangannya.

"Bye honey! Belajar, jangan lirik-lirik cowok!" Teriak ayahnya tak kalah kencang, yang membuat sekelilingnya menatap aneh kearahnya. Reina hanya menutupi wajahnya malu, kemudian segera berlari

Saat berjalan menuju kelasnya, ia masih menggerutu tentang ayahnya.

"Gak habis pikir sama papa. Kok bisa-bisanya kayak gi--"

BRUK!

Tanpa Reina sadari, ia menabrak seseorang di depannya, hingga ia terjungkal.

"Awww!!" Pekik Reina sakit.

"Rei..." Gumam orang tersebut.

Seseorang yang ditabrak Reina mengulurkan tangannya untuk membantu Reina berdiri.

MINGGUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang