Erlang menatap pantulan dirinya di cermin. Sorot mata tajam, membuat seolah-olah dirinya sedang marah. Marah karena apa? Ia pun tak tahu.
Tangannya mengepal kuat, tapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa tangan itu bergemetar hebat. Gemelutuk gigi ikut mengiringi. Mata yang menatap tajam itu memerah.
"ARGHHHHHH!!!" Jeritnya tertahan. Senyum pait terukir di wajahnya yang tampak kokoh itu.
Sesekali, menjambak rambutnya sendiri. Frustasi.
Rasanya sakit.
Rasanya tersiksa.
Rasanya, seperti ingin mati.Keringat bercucuran dari dahi, menuju pipi hingga dagu.
Mencoba bernapas sekali lagi, walau masih tersengal. Menahan semua rasa sakit ini.
Perlahan, tangannya yang kosong, mengambil sesuatu dari saku celananya. Menangkap sebuah pil berwarna putih, kemudian memasukkan ke dalam mulutnya. Ditelan, tanpa air.
Hanya itu yang ia lakukan.
Sesekali, tangan kanannya memegangi dadanya dan perutnya.
"Tolong..." lirih Erlang sembari memegangi kenop pintu kamar mandi sekolah itu.
Ia berharap, masih ada seseorang yang tersisa. Yang ia tau, semua murid sudah pulang. Tetapi beberapa lainnya, pasti masih ada yang tertinggal. Entah ekskul atau kegiatan lainnya.
"Tolong..." lirihya sekali lagi. Lebih kencang. Sembari menggedor pelan pintu disampingnya.
Hening. Tak ada jawaban. Hanya suara angin yang menerpa wajah.
Hingga akhirnya sebuah suara terdengar.
"Siapa di dalam?" Suaranya berat. Sepertinya seorang pria, atau memang pria?
"Bisa jawab gak?! Siapa di dalam woi! Cepet keluar deh, gue udah kebelet ini!" Rupanya orang itu bukan berniat menolong, tetapi ingin membuang air kecil.
Kebetulan yang luar biasa. Erlang harus benar-benar beesyukur kepada Tuhan setelah ini.
"Tolong gue..." Erlang berujar lirih.
Meskipun sangat lirih, tetapi seseorang di luar kamar mandi, masih bisa mendengar lirihan itu.
"Hei? Yang di dalam siapa? Lo kenapa?" Orang itu menggedor-gedor pintu dengan keras. "Kalo lo gak buka, gue dobrak ini pintu!" Ancam orang tersebut.
"Satu..." Mulai berancang-ancang untuk mendobrak. "Dua..." kuda-kuda sudah siap, dan ia memundurkan badannya ke belakang. "Tiga!"
BRAK!
Berhasil. Pintu itu terbuka. Orang tadi telah mendobraknya.
"Lo ngapa--"
"ERLANG?!" Pekik orang itu kaget. Bagaimana tidak kaget? Ia menemukan posisi Erlang yang terduduk lemah di lantai, dengan punggung yang menyender di dinding.
Erlang menatap seseorang yang berdiri di ambang pintu. Tatapan layunya, menyusuri wajah itu. Mencoba mengetahui siapa orang yang berdiri dihadappannya.
"Tolong..." Erlang memejam kesakitan. Rasanya, seperti ingin mati. Rasanya sangat menyiksa.
"Lo?" Orang itu mendekat. Menatap Erlang lamat-lamat. "Jangan bilang lo..." Orang tersebut menggantung ucapnnya.
"Angga. Tolong gue... sakit banget!" Erlang meremas lengan baju Angga.
"Sejak kapan? Bukannya lo udah sembuh?" Angga menanyai Erlang dengan wajah tak percaya.
"Tolongin gue..." Erlang meringis kesakitan. Rasanya sulit untuk bernapas. Sangat sakit rasanya.
Tanpa ba bi bu lagi, Angga membantu Erlang untuk berdiri, dan menuntunnya menuju keluar kamar mandi. Bahkan Angga melupakan tujuan awalnya, yaitu buang air kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINGGU
Roman pour AdolescentsKetika tinggal aku sendiri yang mengharapkanmu. Di hari MINGGU kita. ●○● Hancur. Hanya itu mungkin saat ini yang bisa dideskripsikan dari seorang Aku. Mungkin aku adalah orang paling menderita di dunia ini. Yaa... menderita. Tapi semua berubah saat...