28. Dia tak Seburuk Itu

645 68 34
                                    

Masi ada yg baca?

***

Reina mengunyah makanan yang dipesannya dengan lambat. Perutnya memang terasa lapar, tetapi mood dan suasana yang buruk membuatnya malas makan. Apalagi saat ini ada Erlang yang hanya diam, sambil menatap wajahnya lamat-lamat.

Canggung. Hanya satu kalimat itu yang bisa menjabarkan semuanya saat ini.

Rasa makanan di mulut Reina, terasa hambar. Duduknya pun tak tenang. Ini benar-benar suasana yang buruk.

Erlang berdeham sekali, untuk sedikit mencairkan suasana. Hanya sedikit. Setelahnya, hening kembali. Kedua kalinya Erlang berdeham, Reina melirik, tetapi kemudian ia kembali fokus pada makanannya lagi.

"Ayo pulang." Erlang berdiri dari tempatnya, mengambil kunci mobilnya yang terletak di meja.

Reina hanya bisa bengong, menatap kepergian Erlang yang tiba-tiba. 5 detik ia terdiam, berusaha mencerna apa yang terjadi. Buru-buru ia bangkit dari tempatnya, mengejar Erlang yang sudah lebih dulu sampai di pintu keluar.

"Erlang, Erlang! Tunggu!" Reina berlari, berusaha menjajarkan posisinya dengan Erlang.

Erlang menghiraukan Reina. Reina mendumal, dan tetap mengejar Erlang.

"ERLANG!" Reina berteriak dengan lantang, yang membuat Erlang menghentikan langkahnya. Erlang memutar tubuhnya, menghadap Reina yang masih tertinggal di belakangnya.

"Kenapa jadi kamu yang marah? Harusnya aku. Disini kamu yang gak nepatin janji kamu. Disini kamu yang buat aku kecewa. Disini kamu yang buat aku nangis. Kamu ... hiks ... hiks...," Reina menutup kedua mulutnya, menahan tangis.

Erlang terdiam di tempatnya, menatap lurus Reina. Berpikir, bahwa dirinya sangat tidak memiliki perasaan.

"Kita putus aja." Reina bersuara di tengah tangisnya.

Erlang mendangak, menatap Reina tak percaya. "Gak! Kamu jangan bodoh deh. Ini masalah sepele, Rei. Ini bisa kita selesaiin baik-baik. Kenapa harus putus?! Gak ... gak akan aku biarin, enggak!" Erlang membentak dengan penuh amarah.

Direngkuhnya tubuh kecil itu, ke dalam pelukannya. Di elusnya rambut Reina dengan penuh rasa sayang, dan kelembutan yang membuat siapapun merasa nyaman.

"Maaf, maaf ... please maafin aku. Gak akan terulang lagi, janji." Reina mendangak, menatap wajah Erlang dengan nanar.
Satu anggukan darinya, mewakili semua perkataan yang mau terucap.

Erlang tersenyum, dan kembali merengkuh tubuh Reina ke dalam pelukannya.

Hari ini, perpisahan hampir saja terjadi. Hal buruk hampir saja menimpa keduanya. Penderitaan hampir saja menghantui keduanya. Tapi cinta menghapus hal-hal buruk itu. Karena cinta, akan selalu setia, dan melindungi tuannya.

***

Saat ini, Erlang dan Reina memilih untuk kembali ke sekolah.

Koridor sekolah sepi. Dikarenakan murid-murid lain masih berada di dalam kelas melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

"Gak takut kena marah?" Reina bersuara.

"Kalo kamu takut, kita ke perpustakaan aja. Numpang tidur mungkin?" Erlang terkekeh, Reina mendumal.

Keduanya berjalan lurus, mengikuti arah koridor. "Jadi gimana?" Erlang menanyai Reina.

"Jangan ke kelas deh. Males, bolos aja bentar ya?" Reina memasang tampang memohonnya. Erlang menggeleng, "Enggak," ucapnya.

MINGGUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang