Reina termenung seorang diri. Menatap nanar, rintik hujan yang membasahi kaca bening transparan di sebelahnya.Saat ini, ia sedang berada di sebuah kedai kopi. Ia berniat untuk menemui Erlang. Tadi, ia telah menelpon Erlang untuk datang ke kedai kopi ini.
Tidak ada tujuan pasti untuk bertemu dengannya. Hanya saja, ia ingin membicarakan sesuatu, yang sepertinya spesial?
Reina sudah menunggu lama, tetapi Erlang tak kunjung datang. Sampai tempat duduk di sebelahnya, sudah diisi 3 pelanggan secara bergantian.
"Erlang dimana sih?" Reina bergumam. Ia menyesap segelas kopi hangat dihadappannya, yang sekarang telah menjadi dingin. Chessecake yang dipesannya pun telah tandas sedari tadi.
"Ck... tau ah. Lama nunggu dia. Besok aja, gue omelin dia," Reina bersungut-sungut marah.
Ia memanggil seorang pelayan, dan meminta bil pembayaran. Setelahnya, ia memberikan selembar uang lima puluh ribuan, dan melenggang pergi meninggalkan kedai kopi tersebut, dengan wajah kesalnya.
***
Erlang baru saja selesai mandi dan berniat untuk merebahkan dirinya di kasur yang nyaman.
Mungkin itu tujuan awalnya, tetapi tidak setelah ia menyadari sesuatu.
"Astaga Reina!" Pekik Erlang.
Buru-buru, ia meraih ponsel genggam yang berada di nakas kecil sebelah tempat tidurnya, kemudian membuka daftar kontak. Dicarinya nomor hp Reina, setelah ditemukan ia langsung menelponnya.
Nada sambung terdengar, membuat perasaan Erlang lega. Tapi tidak setelah nada sambung itu terputus.
"Ah, kenapa gak diangkat sih?" Ujar Erlang dengan panik. Menggigit bibirnya pelan, untuk mengurangi kecemasannya.
Dicobanya sekali lagi. Nada sambung kini tidak terdengar lagi, berganti dengan suara operator 'Maaf, nomor yang anda hubungi sedang di luar jangkauan.'
"ARGHHH!!" Geram Erlang. Ia melempar ponselnya dengan kasar ke arah tempat tidur.
"Pasti dia udah balik lah. Gak mungkin nunggu selama ini." Erlang menghibur dirinya sendiri.
Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung merebahkan dirinya di kasur empuknya itu. Ah... hal yang sedari tadi dibayangkannya, sangat nyaman.
Matanya terpejam damai, hingga tiba-tiba ia tersentak. Merasakan dadanya yang nyeri tak keruan.
Sesak, seperti tertekan dan berat."Plis... plis... jangan gini terus," Erlang memengangi dadanya yang terasa nyeri.
Sembari memejamkan matanya, Erlang berusaha menetralkan rasa sakit itu.
Ia berhasil. Rasa sakit itu hilang. Ia menghembuskan napasnya dengan lega, kemudian membaringkan tubuhnya kembali. Menatap kosong langit-langit kamar.
'Sampai kapan gue kaya gini terus, Tuhan?' Erlang bertanya dalam hati.
Lagi, Erlang membatin 'Sampai kapan gue sembunyiin semua ini? Terutama dari Reina.'
Erlang menghembuskan napasnya pasrah. Pasrah kepada Tuhan. Ia sadar, bahwa penyakitnya ini bisa datang kapan saja, tanpa kenal tempat dan waktu. Karena itu pulalah, umurnya didiagnosa dokter, tidak akan panjang.
![](https://img.wattpad.com/cover/60526563-288-k816694.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MINGGU
Teen FictionKetika tinggal aku sendiri yang mengharapkanmu. Di hari MINGGU kita. ●○● Hancur. Hanya itu mungkin saat ini yang bisa dideskripsikan dari seorang Aku. Mungkin aku adalah orang paling menderita di dunia ini. Yaa... menderita. Tapi semua berubah saat...