Seorang pria sedang berjalan dengan langkah pastinya memasuki bangunan itu. Bangunan dengan orang-orang yang menjerit, orang yang melakukan kekerasan di dalam sangkar besi itu, orang yang berlalu lalang untuk bertemu sanak saudara, dan orang-orang yang berjaga. Pria itu tetap berjalan dengan santainya walaupun ia dikelilingi penjahat-panjahat berdarah dingin tersebut. Hingga langkahnya terhenti di sebuah ruangan yang sangat gelap, pengap dan sepi."Bagaimana kabar ayah?" Tanya pria tersebut.
"Baik. Sudah kau pastikan kapan aku bisa keluar?" Lelaki paruh baya itu menatap pria tadi dengan serius.
"Tunggulah sebentar lagi. Kau akan segera keluar dari tempat kumuh ini. Perlahan, aku akan membalaskan dendamku padanya!" Pria tadi menatap lelaki paruh baya itu-yang merupakan ayahnya- dengan mimik wajah yang tak bisa diartikan.
"Bagus. Lakukan apa yang menurutmu pantas dilakukan. Hancurkan hidupnya secara perlahan, jangan bunuh dia ataupun sakiti dia secara fisik. Biarkan dia mati secara perlahan, karena menderita." Pria tua tadi mencengkram jeruji besi dihadappannya dengan kuat.
"Aku ada urusan lain. Aku pergi dulu, aku akan mengunjungimu lagi." Ucap pria itu dingin, setelahnya ia pergi dari bui itu, meninggalkan ayahnya seorang diri kembali.
***
Reina kini berada di rumahnya, ia memikirkan Erlang sedari tadi.
'Dia marah? Tapi kenapa?' Pikirnya.
Ia kembali mengingat kejadian di sekolah tadi. Saat itu, Erlang meninggalkan Reina begitu saja, dan setelahnya mereka sama-sama diam. Bahkan saat pulang sekolah, Reina sempat mengejar Erlang, tetapi nihil, Erlang tidak menggubrisnya sedikitpun.
"TAU AH!" Jerit Reina frustasi, setelahnya ia meletakkan kepalanya di bantal.
"Lo kenapa sih?" Tanya Erika yang berada di sebelah Reina. Erika untuk saat ini masih menginap di rumah Reina, sampai ibunya balik dari luar negeri, sekitar 2 hari lagi.
"Gak papa! Gue mau tidur." Ucap Reina singkat. Setelahnya ia masuk ke dalam alam mimpinya.
Semua menghitam secara tiba-tiba.
Ia melihat ada sosok yang familiar.
Tapi siapa dia?
Pakaiannya putih, dibelakangnya ada bayangan hitam. Apa maksudnya?
Siapa dia? Seorang pria dengan tubuh gagah, mata tajam dengan warna mata... coklat atau hitam kah? Samar. Reina tak dapat melihat dengan jelas.
Mimpi yang aneh.
***
Tuk! Tuk! Tuk!
Reina mengetuk pulpen ke mejanya dengan jengah. Mulutnya manyun dan matanya menatap ke arah papan tulis. Sekali-kali, ia melirik kepada Erlang.
Cuek. Hanya satu kata itu yang bisa digambarkan untuk Erlanh saat ini. Sedari tadi Erlang tidak menggubris Reina sedikitpun.
"Erlang marah?" Reina mencondongkan tubuhnya sedikit ke kanan, kemudian berbisik pada Erlang. Sementara itu, yang diajak bicara hanya diam, tidak menggubrisnya sedikitpun.
"Kenapa marah sih? Aku salah apa? Minta maaf deh. Aku kan--"
"REINA!" Bisikan Reina terhenti seketika, saat suara galak itu menyebut namanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/60526563-288-k816694.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MINGGU
Teen FictionKetika tinggal aku sendiri yang mengharapkanmu. Di hari MINGGU kita. ●○● Hancur. Hanya itu mungkin saat ini yang bisa dideskripsikan dari seorang Aku. Mungkin aku adalah orang paling menderita di dunia ini. Yaa... menderita. Tapi semua berubah saat...