34. Kota Tua

286 23 1
                                    


"Kota tua? Lo ngapain bawa gue kesini?" pekik Reina heran, saat Angga menghentikan mobilnya di daerah kota tua.

"Mau numpang BAB."

"Dih? Seriusan?"

"Ya enggalah pinter! Gue ngajak lo jalan kan? Berati, kita bakal jalan disini. Ngerti?" ujar Angga geram.

"Turun!" perintah Angga yang langsung dituruti Reina.

Angga ikut turun, dan mengunci pintu mobil dengan benar.

Ia berjalan mendekat ke arah Reina, dan menggenggam tangannya.

Reina menoleh.

"Nanti lo ilang. Ribet," ujar Angga cuek.

Reina manyun.

"Angga, gue mau naik sepeda!" Reina berlari, sembari menggeret Angga menuju tempat sepeda.

"Woi! Santai neng!" Angga memekik di belakang Reina.

Tapi, hal itu tak digubris oleh Reina. Ia tetap berlari.

Sesampainya di tempat sepeda, Reina mulai memilih.

"Ngga, lo harus pake sepeda yang warna pink ini. Gak mau tau, pokoknya harus!" ucap Reina tiba-tiba.

Angga menatap Reina dengan tajam, "apaan sih? sinting lo ya? Mau taro dimana muka gue??"

"Taro dimana aja boleh. Gak peduli. Pokoknya lo harus pake sepeda warna pink!"

"Ogah! Gue juga gak peduli lagi. Enak aja lo nyuruh-nyuruh," dumal Angga.

Reina mendengus kesal mendengar penolakan dari Angga. "Oh, lo gak mau? Beneran nolak? Ok kalo gitu, gue pulang!" Reina berbalik, dan berjalan meninggalkan Angga.

"Heh! Jangan kayak anak kecil deh," ucap Angga sambil berjalan menyusul Reina.

Reina diam, menghiraukan Angga.

"Gue gak mau nganter lo pulang."

"Bodo amat. Gue bisa pulang sendiri!" jawab Reina sambil memeletkan lidahnya.

Angga mendengus. "Naik apa? Gak usah aneh-aneh deh. Bahaya."

Reina tetap berjalan, dan menghiraukan Angga untuk kesekian kalinya.

Ia semakin menjauh saja dari Angga. Hingga ia sudah tidak mendengar lagi seruan darinya.

Reina mengerutkan dahinya kesal. "Udah? Dia tetep gak mau gitu nurutin perkataan gue? Dasar cowok, gengsinya gede!" dumal Reina dengan wajah yang cemberut.

Kring! Kring!

Reina menoleh begitu mendengar suara bel sepeda dari sebelah kanannya. Saat itu juga, ia mendapati Angga yang sedang menaiki sepeda berwarna pink, dengan wajahnya yang tertekuk berlipat-lipat. Sontak saja tawa Reina pecah.

"Sumpah. Bhahaha... sakit perut gue, Ngga," tawa Reina sambil memegangi perutnya.

Angga mendengus kesal. "Diem."

"Jutek amat, Bang. Bhahaha...!"

"Berisik lo! Mau naik gak nih? Cepetan deh. Kalo gak mau, ya udah gue balikin."

"Eh, iya-iya. Gue naik," ucap Reina sebelum pada akhirnya ia duduk di jok belakang sepeda.

Kedua tangannya memegang ujung baju Angga dengan ragu.

"Mau peluk, peluk aja kali. Takut amat."

"Ye... geer banget! Itu sih mau lo. Males banget peluk-peluk lo, belum muhrim," sungut Reina dengan bibirnya yang dimanyun-manyunkan.

MINGGUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang