Masih ada yg baca? (2)***
Part ini, wajib banget dengerin
Guilty all the Same - Linkin Park
***
"Astaga ... musingin banget sih fisika!" keluh Reina. Ia saat ini sedang terduduk stres di hadapan meja belajarnya, dengan buku fisika beserta soal-soal berjumlah 50.
"Besok padahal Sabtu, dan gue harusnya libur. Tapi kenapa pr kayak gini sih???" Reina berjalan menuju kasur empuknya, kemudian merebahkan tubuhnya dengan kasar.
Ia memejamkan matanya sejenak. Berpikir ... apa yang akan ia lakukan.
"Telpon Erlang kali ya?" Hal itu yang pertama kali terlintas di otak Reina. Senyum lebar mengembang di wajah Reina. Dengan bersemangat, ia meraup ponselnya yang berada di nakas. Nomor hp Erlang berada di urutan pertama daftar panggilannya.
Di sentuhnya layar hp itu, kemudian telpon mulai tersambung.
Satu detik ... dua detik ... tiga ...
"Halo?" suara dari seberang, memecah keheningan di kamar Reina.
"Erlang!!! Lama banget ngangkatnya. Kamu kemana aja sih?" gerutu Reina dengan kesal.
"Eh? Ini bukan Erlang ... ini gue, Erika." Kening Reina mengernyit dalam, begitu mengetahui orang yang sedang berbicara dengannya bukanlah Erlang.
"Kok bisa?!" Dengan spontan Reina memekik. Nada suaranya juga terdengar tak santai.
"Itu ... tadi--" ucpan Erika terpotong. Karena, sepertinya seseorang baru saja merebut ponsel Erlang darinya.
"Kenapa, Rei?" Sekarang barulah Erlang yang berbicara dengannya.
Reina sebenarnya ingin menanyakan mengenai Erika, tapi ia membatalkan niatnya. Ia tidak mau berprasangka buruk pada Erlang.
"Sibuk gak? Aku bosen, Lang. Jemput aku dong, trus kita kemana gitu?" Reina langsung berterus terang. Ia sudah sangat bosan, gak ada waktu basa-basi.
"Setengah jam aku sampe. See you." Erlang mematikan telfonnya secara sepihak.
Reina tersenyum lebar. Ia tahu, Erlang pasti menutup telfon lebih dulu karena ia langsung menaiki mobilnya, dan berangkat menuju rumah Reina.
Reina dengan buru-buru melompat dari kasurnya, berlari menuju ruang ganti.
Seperti orang yang baru pertama kali ingin berkencan, Reina mengobrak-ngabrik lemari pakaiannya.
Ia melihat pantulan dirinya dikaca. "Cocok!" Ucapnya sembari menjetikkan ibu jari dan jari tengahnya. Senyum lebar mengembang untuk kesekian kalinya di wajah Reina.
Pakaian yang dipakai Reina, itu adalah pilihan terbaiknya. Kaos garis-garis putih hitam yang tertutupi baju kodok biru tua, dan choker hitam juga gelang tali.
Ia melangkahkan kakinya keluar kamar, dan berjalan menuju kamar ayahnya."Pap, aku mau pergi ya sama Erlang. Boleh ya?" Reina menyegir lebar kepada ayahnya, menunjukkan deretan gigi putihnya.
Ayah melirik Reina yang berdiri di depan pintu. "Oleh-oleh." Reina spontan melompat gembira. Ia langsung menyambar tangan ayahnya untuk bersalaman.
"Martabak telur kayak biasa kan? Sip!!" Sorak Reina kegirangan. Ayah hanya bisa menggeleng pasrah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MINGGU
Fiksi RemajaKetika tinggal aku sendiri yang mengharapkanmu. Di hari MINGGU kita. ●○● Hancur. Hanya itu mungkin saat ini yang bisa dideskripsikan dari seorang Aku. Mungkin aku adalah orang paling menderita di dunia ini. Yaa... menderita. Tapi semua berubah saat...