dua puluh enam

89 19 0
                                        

Sayup-sayup terdengar suara orang-orang berlalu lalang di bawah. Jason dan Abigail tidak memperdulikan suara-suara orang yang sedang bertawar-tawar harga tanah di bawah sana. Mereka lebih peduli pada waktu mereka yang terbatas hanya untuk sekedar bertemu. Di dalam kamar pribadi Abigail.

Jason duduk sedikit membungkuk, menaikkan kakiknya ke atas meja untuk menyangga kakinya. Jason menggunakan kakinya sebagai alas untuk menuliskan sesuatu di kertas untuk Abigail. Bertujuan untuk menutupi apa yang Jason tulis untuk wanita di hadapannya yang dicintainya. Jason menulis dengan cengar-cengir. Di depannya, Abigail duduk bersandar dengan sabar menunggu Jason selesai menuliskan sesuatu untuk dirinya.

Jason menurunan kedua kakinya dari atas meja. Lalu, meletakkan kertas itu di dadanya. Bagdian yang kosong nampak di luar, sedangkan bagdian yang sudah dia tulis tertutup di dadanya. Jason tersenyum kikuk, menampakkan deretan giginya yang rapi namun memiliki satu ginsul di bagdian atas kanan.

Abigail tertawa anggun menyadari Jason yang nampak malu-malu.

"Apa yang kau tulis di sana?"

Jason memainkan alis matanya, mengambil kertas lain yang sudah diseddiakan Abigail dan menulis lagi. Jason tersenyum menyadari tulisan tanganya yang kdian hari kdian baik karena terlalu banyak menulis.

Menurutmu apa, Abs?

Abigail menaikkan bahunya. Jason tersenyum jahil, masih menain-mainkan alisnya, membuat Abigail berdiri dari posisi semula dan berndiat menghampiri Jason. Memoles kepalanya sekuat tenaga karena gemas. Tapi Jason sudah terlebih dahulu lari. Jadi mau tak mau, Abigail menaikkan gaunnya tinggi-tinggi, melepas heels-nya, lalu berlari menyusul Jason.

Tawa lepas Abigail tidak terhindarkan, menyatakan kebahagdiaan yang dia inginkan. Bukan, bukan itu. Kebahagdiaan yang dia butuhkan.

Jason merasa sangat berbahagdia mendengar tawa milik Abigail. Tawa lepas tidak formal, namun tetap terkendali. Tawa yang tidak seperti tawa saat di meja makan di hadapan para bangsawan. Jason rasa, ini cukup. Bisa membuat Abigail merasa kebebasan meski dalam hal tertawa, sudah sangat cukup membuat hatinya menghangat.

Jason berhenti berlari saat mendapati Abigail bersandar di pilar besar. Dia terlihat lelah, ngos-ngosan. Tangannya menyentuh dada karena lelah, tapi tawanya yang masih bisa dikontrol, tak kunjung reda juga.

"Aku lelah," seru Abigail, lalu mendongak menatap Jason. "Tapi aku senang."

Jason ikut bersandar di pilar yang lumayan jauh dari pilar tempat Abigail bersandar. Jason menatap perempuan itu dengan hati yang ingin meledak karena terlalu bahagia melihat perempuan yang dicintainya itu merasa senang.

Jauh di dalam mata dan hati Jason, rasa kagum sungguh meledak-ledak terhadap Abigail. Dari senyumnya yang tidak dapat pudar saat menatap Abigail sudah membuktikan bagaimana perasaan Jason terhadapnya. Begitu pula dengan Abigail. Jantungnya tidak dapat berirama dengan normal ketika dirinya melihat Jason yang hadir dalam balutan jeans dan baju kaos sederhana. Dilihat dari binaran matanya ketika menangkap sosok Jason, sudah dipastikan bagaimana perasaan Abigail terhadapnya.

Jason berjalan mendekat. Kertas yang tadi dia sembunyikan di dadanya dan yang dia bawa lari barusan, dilambaikan pada Abigail.

Tepat di depan Abigail, Jason berdiri. Jantung Abigail berdegup kencang menatap sepasang manik mata milik Jason, begitu juga jantung Jason saat melakukan hal yang sama terhadap mata Abigail.

Jason sampai tidak bisa menunjukkan ekspresi macam apa yang harus dia tunjukan selain ekspresi kagum. Dia sangat, sangat kagum akan semua milimeter pada diri Abigail.

I love you.

Hanya kata itu yang Jason tuliskan di kertas tadi untuk Abigail, yang baru saja Jason tunjukkan tepat di depan dadanya. Serius, hanya tiga kata itu. Hanya tiga kata yang mampu membuat senyum bahagia terbit di bibir Abigail sekaligus detakan jantung yang makin memburu.

Jason menjatuhkan kertas itu te lantai, dirinya makin mendekat pada Abigail yang kian merapatkan diri pada pilar. Sampai wajah Jason ada beberapa centi di depan wajah Abigail. Abigail menutup matanya, menikmati sensasi kedekatan dan tiap detik dari aliran listrik yang menyengat tubuhnya. Terlebih saat tangan Jason menyentuh pipi Abigail, juga saat bibir Jason menyentuh bibir Abigail.

Tidak bertahan lama, karena ada suara ketukan pintu yang mengganggu mereka. Perlahan, Jason menjauhkan wajahnya dari Abigail. Dia tersenyum sedih. Menunjukkan 'I gotta go' yang tak terucap lewat bibir.

Dari dalam kantung celananya, Jason mengeluarkan pil kecil. Kemudian menelannya tanpa air. Dalam sekali kedipan mata Abigail, Jason sudah tidak ada.

Kepala Julius menyembul keluar dari pintu kamar Abigail. Tersenyum ramah seperti biasa pada Abigail. Ketika itu juga mata Abigail menangkap tulisan I love you dari Jason tadi di lantai. Kepalanya mendongak, tersenyum, mengangkat gaunnya rendah dan menunduk hormat saat Julius mengulurkan lengannya pada Abigail. Abigail merasa bersalah kepada Julius. Hingga Abigail menggaet tangan Julius.

"Kau tidak mengenakan alas kakimu, Puteri Abigail?"

BACKPACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang